NovelToon NovelToon
Bukan Lagi Istri CEO

Bukan Lagi Istri CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Janda / Kehidupan di Kantor / Slice of Life
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Yazh

Cerita yang memberikan inspirasi untuk wanita diluar sana, yang merasa dunia sedang sangat mengecewakannya.
Dia kehilangan support system,nama baik dan harapan.

Beruntungnya gadis bernama Britania Jasmine ini menjadikan kekecewaan terbesar dalam hidupnya sebagai cambukan untuk meng-upgrade dirinya menjadi wanita yang jauh lebih baik.
Meski dalam prosesnya tidak lah mudah, label janda yang melekat dalam dirinya membuatnya kesulitan untuk mendapat tempat dihati masyarakat. Banyak yang memandangnya sebelah mata, padahal prestasi yang ia raih jauh lebih banyak dan bisa di katakan dia sudah bisa menjadi gadis yang sempurna.

Label buruk itu terus saja mengacaukan mental dan hidupnya,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melepaskan Nathan

Selamat membaca...

Maaf kalau masih ada typo.

.

.

.

Nathan tidak peduli berapa kali Britania memalingkan wajah, berapa kali ia menghindar, atau bahkan menutup pintu rapat-rapat.

Bagi Nathan, “putus” hanyalah kata yang keluar dari mulut Britania dalam keadaan emosi. Dan selama ia belum setuju, kata itu tidak akan punya arti. Ia yakin, selama napasnya masih ada, ia akan terus mencari celah untuk membuat perempuan itu menarik kembali ucapannya. Cukup sekali ia ditinggalkan oleh wanita yang disayangnya, tidak ada lain kali.

“Brii…” suaranya rendah tapi tegas, seperti selalu—nada yang membuat siapa pun sulit mengabaikan. “Give me time. Yang akan menjalani hubungan ini nantinya itu bukan Bunda atau siapa pun… tapi kita berdua. Jadi cukup keputusan kita aja. Aku nggak peduli kalau Bunda terus memaksa.”

Britania menghentikan gerakan kakinya di leg press, menatapnya sekilas, lalu kembali menunduk. Percuma… pikirnya. Nathan dan sifat bossy-nya seperti tembok tebal yang tidak akan roboh hanya dengan omelan.

Seolah mengabaikan ketegangan yang menyelimuti mereka, Nathan malah melontarkan ajakan dengan nada santai seolah tidak terjadi apa-apa. “Cari makan yuk…”

Britaniaa menahan tawa sinis. “Nggak, Mas. Ray udah masak di rumah,” jawabnya ringan.

Ekspresi Nathan langsung berubah. “Kan… Ray lagi, Ray lagi!” sergahnya, rahangnya  seketika mengeras.

Britania nyaris ingin tertawa melihat raut kesal itu, tapi menahan diri. Nathan mendekat, jarak mereka makin merapat. hanya menyisakan beberapa inchi saja. “Kamu sama Ray tetap mau berhubungan, tapi sama aku nggak… Kamu nggak mau berjuang buat kita? Kamu nggak mau memperjuangkan perasaan kamu ke aku? Kamu nggak adil Brii, harusnya kamu bersikap sama dengan Rayyan juga.”

Degh.

Kalimat itu menusuk dalam, meremas jantung Britania. Kata-kata yang tak memberinya ruang untuk pura-pura tegar lagi.

Ia menelan ludah, mencoba mengatur napas. “Aku sangat menganggap perasaan dan hubungan kita, Mas… asal kamu tahu itu. Tapi kamu juga tahu… aku nggak berdaya untuk memperjuangkan hal yang udah sangat mustahil. Oke?” suaranya nyaris bergetar, tapi ia berusaha mempertahankan nada tegas. Batasan-batasan itu kian menyiksa batinnya, ia tahu harus mundur namun hati dan pikirannya terus berperang. Salah satu di antaranya tidak rela hubungan ini berakhir begitu saja.

Nathan menatapnya lama. “Lalu kenapa kamu nggak mau mempertahankan hubungan kita? Kamu nggak perlu berjuang buat aku… tapi please, bertahan buat aku. Biar aku yang mengusahakan kamu.”

“Mas…” Britania menunduk, jemarinya mencengkeram erat pegangan alat olahraga. “Kalau yang harus aku capai itu cuma proyek kerja atau target bisnis, pasti akan aku lakukan. Aku nggak akan menyerah. Tapi… yang dipermasalahkan melekat dalam diriku ini mas… seperti cacat yang nggak akan pernah hilang seumur hidupku.”

Setelah mengucapkannya, Britania gegas berdiri. Ia meraih hoodie dan tas sport dari loker, langkahnya cepat dan mantap menuju pintu. Ia tak lagi memedulikan teriakan Nathan memanggilnya.Wajar kalau Nathan menganggap perasaan Brii tidaklah besar untuknya, yang sebenarnya bukan seperti itu. Britania sangat ingin berjuang untuk hubungan ini, tapi percuma saja kalau perjuangan itu sudah pasti akan gagal begitu saja mengingat yang dipermasalahkan orang tua Nathan adalah statusnya.

Mau ditutupi setebal apapun dengan prestasi, pencapaian, atau mungkin dengan penampilannya sekalipun, pasti tetap saja status Britania adalah seorang wanita yang pernah gagal dalam pernikahan.

Begitu masuk mobil, pintu langsung tertutup rapat. Tangisnya pecah—tangis yang sejak tadi ia tahan mati-matian di depan Nathan. Air mata mengalir deras, membasahi pipi, memanaskan mata.

'Bukan… bukan karena aku nggak cinta,'  pikirnya di sela isak. 'Aku cuma tahu, pertarungan ini dari awal sudah kalah. Statusku nggak akan pernah berubah di mata keluarganya.'

Di balik segala kesempurnaan yang ia miliki, tetap ada stempel yang tak akan luntur, janda. Dan bagi keluarga kalangan elit seperti Maheswara, itu noda yang tak termaafkan.

Sekitar sepuluh menit ia menangis, sebelum akhirnya mobilnya melaju meninggalkan area fitness center. Nathan sempat menghampiri, tapi melihat wanita yang sangat ia sayangi itu tengah menangis di dalam dan tidak mungkin juga Britania akan membuka pintu untuknya, ia memilih menjauh dan membiarkan Briella pergi

Britania memutar kunci, menginjak gas, dan meninggalkan pria itu berdiri sendiri.

Tangan Nathan mengepal erat. Tanpa sadar air mata membasahi pipinya, rasa sakit dan frustrasi bercampur aduk. Ia tahu Brii sedang kacau. Ia tahu perempuan itu mencoba meyakinkan diri bahwa ini jalan terbaik. Tapi di kepalanya, Nathan sudah bertekad—ia akan menemukan cara lain. Ia tidak akan kehilangan lagi seseorang yang ia sayangi.

***

“Dev, kunci motor mana?” suara Rayyan yang baru memarkirkan sepedanya sepulang kerja, terdengar tergesa dari ruang tamu rumah singgah. “Gue mau ke tempat Kak Brii.”

“Ngapain, Bang? Kak Bri juga di sini, kok. Tuh, di kamar lo, tidur dari tadi siang,” jawab Devanda santai.

“Hah?!” Rayyan langsung berlari ke kamarnya. Britania memang tidak pulang ke apartemen tadi. Ia memilih untuk ke rumah singgah demi mengalihkan pikirannya dari Nathan, tapi malah bablas ketiduran sampai hampir malam.

Dan benar—Briella terlelap di atas tempat tidurnya, telungkup, napasnya pelan tapi berat. Wajahnya tampak lelah, dan ada sisa sembap di kelopak mata.

Rayyan berdiri di tepi ranjang, bibirnya membentuk senyum miring. Tangannya yang dingin karena gerimis di luar menyentuh punggung Briella, mengusap perlahan. “Kak Brii… bangun yuk. Lo belum makan dari siang, kan? Gue udah beli makanan sekalian buat anak-anak.”

Britania mengerjap pelan, lalu membalikkan badan. “Kamu udah pulang?” sahutnya dengan mata setengah terpejam.

“Barusan. Yuk bangun. Mata lo bengkak, habis nangis lagi ya? Hmm?” Rayyan menatapnya penuh perhatian, tapi ada nada kesal terselip—ia tahu pasti ini gara-gara abangnya.

“Nggak lah… Aku mau tidur aja, Ray. Kamu makan sama adik-adik gih. Aku pinjem kamar kamu, ya?”

Rayyan tidak memaksa. Ia hanya mengangguk dan meninggalkan Britania, membiarkannya kembali memeluk guling sampai ia sendiri selesai makan dan mandi.

Setelah itu, Rayyan kembali ke kamar. “Kak Bri, balik yuk. Gue anterin. Nanti lo nggak bisa tidur nyenyak di sini, panas, nggak ada AC, banyak nyamuk.”

“Heh! Emang aku nggak pernah hidup susah, kamu ngomong gini, hmm?” Britania merengut, membuat Rayyan terkekeh. Ia mengusap puncak kepala Bri.

“Temenin aku di rumah?” pinta Britania akhirnya, lirih.

“Siap, Tuan Puteri. Besok Minggu, gue libur. Gue ada 24 jam buat lo,” jawab Rayyan ringan, dan senyum tipis sempat terbit di wajah Britania, ia butuh Rayyan, kalau tidak bakalan overthingking semalaman.

Seminggu berlalu. Briella menyibukkan diri—bukan hanya untuk pekerjaan, tapi juga untuk menghindari Nathan. Ada komplain klien yang harus ia selesaikan, ada repeat order yang rumit, dan ada daftar revisi untuk klien baru yang rewel. Semua itu ia sambut dengan tangan terbuka, karena setiap jam kerja ekstra berarti lebih sedikit waktu untuk memikirkan Nathan.

Nathan pun sepertinya cukup bisa mengendalikan diri untuk tidak terlalu memaksakan perasaan mereka. Dalam hatinya sadar tidak ingin membuat Britania tertekan, namun bukan berarti ia merelakan hubungan mereka berakhir begitu saja.

“Halo, Brii. Gue jemput lo ya? Kita shopping gimana? Ngilangin suntuk. Mumpung malam ini lo nggak lembur, kan?” suara Chacha di telepon terdengar antusias menghibur sahabatnya.

“Iya, boleh. Bentar lagi gue kelar,” jawab Bri, merasa lega setelah pekerjaan hari itu rampung tepat waktu.

Namun, begitu pintu lift terbuka, langkahnya terhenti.

Nathan.

Ia berdiri di depan lift, seolah menunggu. Begitu melihat Briella, tangannya terulur, mencekal pelan lengan wanita itu. “Brii… mau pulang bareng? Makan dulu yuk. Aku kangen banget,” suaranya penuh rindu yang nyaris membuat pertahanan Briella retak.

“Aa—”

“Nath…” sebuah suara memotong. Seorang wanita yang kalau dilihat dari penampilannya terlihat mungkin sedikit lebih tua dari Bri, tapi look-nya cukup menawan, sexy, dan sangat cantik, memanggil Nathan.

Siapa wanita baru yang menghampiri Nathan??

1
Roxanne MA
ceritanya bagus
Yazh: Terima kasih kak, nanti aku mampir ceritamu juga/Smile/
total 1 replies
Roxanne MA
semangat ka
Yazh: Iyaa, semangat buat kamu jugaa😊
total 1 replies
Roxanne MA
haii kak aku mampir nih, janluo mampir juga di karya ku yg "THE ROCK GHOST"
Yazh: siap kak, terima kasihh💙
total 1 replies
Eliana_story sad
bagus tapi gue kurang ngerti ingres
Yazh: hehehe,, cuma sedikit kak kasih bahasa inggrisnya buat selingan.
total 1 replies
Eliana_story sad
hay mampir ya
Yazh: hai juga kak,, siap mampir,,
total 1 replies
KnuckleDuster
Menarik dari setiap sudut
Yazh: terimakasih kakk
total 1 replies
Yazh
ok kak,, terima kasih.. gass mampir 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!