Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Ketahuan
Trisno mengangkat bahu seraya terkekeh. Dia pun menjawab, "Entahlah. Aku juga tidak tahu."
Bersamaan dengan itu, Trisno dan Bram telah sampai di depan pintu ruangan kepala sekolah. Tangan Trisno memutar gagang pintu dan membukanya lebar-lebar.
Trisno mempersilahkan Bram masuk ke ruangan yang tidak seluas ruang kerja Bram, namun cukup nyaman untuk menerima tamu.
Dua pria lanjut usia itu duduk berhadapan. Mereka membicarakan putra semata wayang Bram yang tercatat di sekolah dengan nama Elang Angkasa.
Di antara jajaran guru, hanya Trisno saja yang mengetahui jati diri Elang yang asli.
Sesuai permintaan dari Elang, Trisno tak mengatakan kepada para guru kalau Elang adalah seorang anak konglomerat. Selama bersekolah itu pula, Trisno selalu mengawasi Elang secara diam-diam.
Berbincangan Bram dan Trisno mendadak terjeda ketika telepon di meja kerja berdering.
"Maaf, Tuan Bram, saya angkat telepon dulu," kata Trisno sebelum dia menganggat gagang telepon.
"Silahkan, Pak. Lagipula saya ingin berkeliling melihat-lihat sudut sekolah."
Trisno mengangguk dan Bram pun bangkit berdiri.
Bram keluar dari ruangan kepala sekolah, berjalan tak tentu arah sambil manik matanya menelisik setiap sudut sekolah.
Bila diminta memberi penilaian, Bram akan memberikan nilai 9 dari 10 untuk sekolah itu.
Fasilitas sekolah lengkap, kebersihan terjaga dan ditambah dengan taman-taman kecil di setiap sudut yang dihiasi oleh tanaman bunga, semakin mempercantik tampilan sekolah.
Langkah kaki Bram tiba-tiba terhenti kala melihat guru olahraga perempuan yang baru saja selesai mengajar. Bram merasa tergelitik, karena biasanya guru olahraga identik dengan laki-laki.
Merasa diperhatikan, Ayana pun menoleh ke samping dan mendapati seorang pria dengan rambut penuh uban sedang memperhatikannya.
"Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" sapa Ayana ramah.
Bibir Bram melengkungkan senyuman. Tampak sekilas Bram memperhatikan wajah Ayana.
"Siang. Maaf mengganggu, tapi saya hanya sedang memperhatikan anda mengajar olahraga. Sepertinya anda guru baru di sini?"
"Betul, Pak. Saya Ayana Putri, guru baru yang menggantikan Pak Teguh."
Bram menganggukan kepala paham. "Oh ya ya. Saya Bram Rasyid."
Seketika manik mata Ayana membola sempurna saat menyadari siapa pria yang berdiri di hadapannya.
"Bukankah anda salah satu donatur di sekolah ini?"
Bram tertawa dan menganggukan kepala sebagai jawaban. Sementara bola mata Ayana memancarkan rasa tak percaya dapat bertemu langsung dengan salah satu seorang pengusaha sukses.
Kebetulan Ayana sudah selesai mengajar, jadi dia dan Bram berjalan berdampingan di sepanjang koridor kelas menuju ruang guru.
Ayana dan Bram sangat cepat akrab seperti sudah ada ikatan yang terjalin diantara mereka.
"Oh ya, apakah Bu Aya mengajar siswa bernama Elang Angkasa?"
"I-iya, Pak. Memang kenapa ya?" tanya Ayana penasaran.
Bram mengulas senyum. "Tidak. Saya hanya mendengar dari beberapa guru ada seorang siswa yang bandel bernama Elang. Menurut Bu Aya sendiri, Elang itu anak yang seperti apa."
"Ya, memang dia siswa yang terbilang bandel tapi setelah saya mendengar latar belakang keluarganya aku rasa dia seperti itu karena dia…" sesaat Ayana tampak ragu untuk melanjutkan kata-katanya.
"Karena dia…" ulang Bram sambil mengangkat alis menanti Ayana meneruskan ucapannya.
"Karena dia kurang kasih sayang dari seorang ibu."
Deg.
Baik Bram dan Ayana sama-sama terdiam.
Ayana tersadar jika sikap Elang yang selalu menggodanya bisa jadi karena dia merasa kesepian tinggal sendiri dan ingin merasa diperhatikan.
Sama halnya dengan Ayana, Bram pun juga ikut terdiam. Dia mengingat-ingat kembali bagaimana putranya melewati masa kecil tanpa sosok ibu.
"Hmm, maaf Pak Bram, saya harus ke ruang guru," ucap Ayana kepada Bram yang masih termenung.
"Oh, silahkan Bu Aya."
Ayana menundukan kepala dan kemudian dia berbelok di ujung lorong.
Baru dua langkah mereka berpisah, Bram mendengar sebuah suara yang sangat dia kenali. Menjadikan kaki Bram berhenti seketika dan memutar badan untuk melihat Raynar.
Kening Bram mengerut karena Raynar bukan menyapa dirinya, melainkan Ayana. Bahkan terlihat jika Raynar dan Ayana seperti sudah sangat akrab.
Bram sengaja tak langsung menampakan dirinya. Dia merapatkan diri di salah satu pilar untuk menguping pembicaraan Ayana dan Raynar.
"Nanti sore kamu nggak melatih ekskul basket kan?"
"Memangnya kenapa?" Ayana balik bertanya tanpa memandang wajah Elang. Dia masih kikuk setelah kejadian kemarin.
"Aku mau kita pulang bareng. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."
"Apa? Kenapa nggak di sini saja bicaranya?"
"Nggak enak ngobrol di sini. Mending di rumah. Jadi kamu mau kan pulang bareng?"
Ayana menganggukan kepala. Lalu tangan Elang menarik dagu Ayana dan mengecup sekilas bibir wanita itu.
Sontak Bram yang melihatnya pun langsung membelalakan mata. Dia sangat terkejut mendapati sang anak mencium gurunya sendiri.
Ayana memukul dada Elang yang tak memberi efek apapun pada pria itu. Malah Elang tertawa tanpa dosa.
"Elang, kalau ada yang lihat bagaimana?"
"Biarin. Biar semua orang tahu kalau kami itu cuma milikku," jawab Elang enteng.
"Gombal," ejek Ayana tapi detik berikutnya, dia ikut tertawa bersama Elang.
Mendadak sikap Ayana yang tadinya kikuk berubah menjadi lebih hangat.
"Ya, sudah sana. Masuk kelas, belajar yang bener!"
Elang menjulurkan tangan kanannya. "Cium tangan dulu!"
Akan tetapi Ayana menampik tangan Elang. "Kamu kali yang cium tangan sama aku."
Elang meraih tangan Ayana dan melabuhlan kecupan di jemari istrinya atau lebih tepatnya mengecup cincin pernikahan mereka. Membuat hati Ayana tersentuh oleh sikap Elang yang entah belajar dari siapa.
Guru dan murid itu pun berpisah tanpa mereka menyadari Bram memperhatikan dengan tanda tanya besar di kepalanya.
Bram pun segera berjalan kembali ke ruang kepala sekolah untuk meminta penjelasan pada Trisno.
"Tris, apa kamu kenal dengan guru olahraga bernama Ayana?"
Trisno yang sedang duduk di kursi kerjanya mendadak tertawa. "Tentu saja tahu, memang kenapa?"
"Dia sudah menikah atau masih lajang?"
Kening Trisno semakin berkerut karena bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan Bram.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu? Kamu ingin mencari ibu sambung untuk Raynar?"
"Bukan. Bukan seperti itu. Cepat Katakan saja! Ayana itu sudah menikah atau masih lajang?" ucap Bram tidak sabar.
"Dia sudah menikah tapi saya lupa nama suaminya. Sebentar, coba saya tanya ke Pak Tedi. Sepertinya dia ingat nama suami Ayana."
Trisno menekan kontak nomor Tedi di layar ponsel dan telepon segera terhubung tanpa menunggu lama.
Setelah beberapa saat berbicara dengan Tedi, Trisno menutup panggilan dan mendongak menatap Bram.
"Nama suami Ayana sama seperti nama anakmu."
Bram semakin dibuat tercengang mendengar penuturan Trisno. Sedangkan Trisno sendiri memandang wajah Bram sambil mencoba menyelami isi pikiran temannya itu.
"Apa kamu berpikir Ayana menikahi Raynar, anakmu?"
Bram menggelangkan kepala. Berusaha menutupi dugaannya yang belum tentu benar.
"Tidak. Bukan begitu. Ah, lupakan saja! Aku ingin pulang sekarang juga," ucap Bram berbohong lalu dia keluar dari ruang kepala sekolah dengan perasaan yang campur aduk.