NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri, Selingkuh Dengan Ayah Mertua

Balas Dendam Istri, Selingkuh Dengan Ayah Mertua

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Reinkarnasi / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Diam-Diam Cinta
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Pannery

Noura mati dibunuh suaminya dan diberi kesempatan hidup kembali ke-3 tahun yang lalu. Dalam kehidupannya yang kedua, Noura bertekad untuk membalaskan dendam pada suaminya yang suka berselingkuh, kdrt, dan membunuhnya.

Dalam rencana balas dendamnya, bagaimana jika Noura menemukan sesuatu yang gila pada mertuanya sendiri?

"Aah.. Noura." Geraman pria itu menggema di kamarnya. Pria itu adalah Zayn, mertua Noura yang sering menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama menantu wanitanya.

"Kenapa dia melakukan itu sambil menyebut namaku..?" Noura harus dihadapkan mertua gilanya yang sudah duda. "Anaknya gila.. ayahnya juga lebih gila, eh tapi.. besar juga ya kalau dilihat-lihat."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mulai balas dendam

Noura mendengus kesal, alisnya menukik hingga menunjukkan kemarahannya yang memuncak.

'Dia benar-benar nggak bisa dipercaya,' batinnya.

Tanpa pikir panjang, Noura menghentakkan kakinya, menginjak kaki Zayn dengan keras.

“Ack!” Zayn meringis, langsung melompat mundur. “Noura!” Serunya sambil mengusap kakinya yang baru saja diinjak.

Noura tak peduli, ia justru mengambil sendok sup dari meja dan mengacungkannya dengan tegas ke arah Zayn.

“Dengar ya, Daddy! Kemarin mungkin aku mengalah. Tapi kalau Daddy macam-macam lagi, sendok ini akan melayang!”

Ancamnya penuh emosi.

Bukannya takut, Zayn justru tertawa kecil. Dengan santai, ia meraih sendok itu dari tangan Noura. “Memangnya kamu akan menang dengan sendok sup?” Godanya sambil tersenyum.

Noura menggeram, wajahnya memerah. “Jangan salah! Pukulanku sakit, tau!”

Belum sempat Zayn menjawab, terdengar suara langkah cepat disertai pintu yang terbuka kasar.

“Ada apa ini? Aku dengar ada suara teriakan,” ujar Darrel yang tiba-tiba muncul tanpa permisi.

Noura dan Zayn spontan memasang ekspresi biasa, seolah tak ada apa-apa.

Noura, yang selalu punya akal cepat, segera menyelamatkan situasi. “Ah, kaki Daddy kejatuhan panci,” jawabnya dengan senyum yang jelas dipaksakan.

Namun, entah kenapa, ekspresi Darrel berubah. Ia menatap mereka berdua dengan pandangan yang penuh kecurigaan.

“Kamu panggil ayahku apa tadi? Daddy?” Tanya Darrel ketus, nadanya terdengar tidak suka.

Noura menatap Darrel dengan penuh percaya diri. “Terserah aku, lagipula Daddy juga nggak keberatan, kan?” Ujarnya sambil melirik Zayn.

Zayn, yang tampak menikmati suasana ini, hanya mengangguk santai, seperti menyetujui panggilan tersebut.

Darrel semakin kesal. “Kamu bahkan punya panggilan spesial untuknya,” ujarnya dengan nada penuh emosi. “Tapi aku? Nggak ada?”

Melihat wajah Darrel yang semakin jengkel, Noura justru merasa puas.

“Sudahlah aku nggak mood, kalian makan aja. Aku akan sarapan di luar,” ujar Darrel dengan nada ketus, sebelum menggebrak pintu dapur dan pergi dengan langkah berat.

Begitu Darrel keluar, Noura tersenyum penuh kemenangan. Ia menatap punggung Darrel yang menjauh, seraya memikirkan rencana baru untuk balas dendam.

Noura sebenarnya merasa sedikit lega karena tidak perlu sarapan bersama Darrel, pria yang sering membuatnya naik darah.

Namun, kali ini keberuntungannya tetap saja sial. Ia harus menghadapi mertuanya yang gila.

Setelah masakan selesai, Noura menatanya di meja dengan rapi. Refleks dari kebiasaan masa lalunya membuat ia secara otomatis mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk menyiapkan piring khusus untuk mertuanya.

Zayn, yang duduk di ujung meja, tersenyum kecil sambil memperhatikan Noura. “Kamu memang istri idaman, ya,” ucapnya dengan nada lembut, mencoba mencairkan suasana.

Noura hanya mendengus kesal. Ia tak suka panggilan itu—terdengar seperti ejekan di telinganya.

Dengan cepat, Noura mengambil piring makanannya sendiri, kemudian bersiap untuk naik ke kamar. “Aku makan di kamar,” ujarnya singkat, nadanya dingin.

Tetapi sebelum Noura sempat melangkah, Zayn tiba-tiba meraih tangannya. Pegangan itu lembut, tapi cukup kuat untuk menghentikan langkah Noura.

“Kalau makan, di sini saja. Jangan di kamar,” kata Zayn, suaranya terdengar sedikit memohon.

Noura menatapnya dengan tajam, masih memendam kemarahan yang belum reda. “Tidak!” jawabnya tegas. “Aku masih marah sama daddy.”

Tanpa menunggu reaksi Zayn, ia menepis tangannya, lalu berbalik dan menaiki tangga dengan nampan makan di tangannya.

Zayn hanya bisa menghela nafas pelan, matanya mengikuti kepergian Noura hingga bayangannya menghilang di balik pintu kamar.

“Keras kepala sekali,” gumamnya dengan senyum tipis.

...***...

Noura akhirnya bisa bernafas lega. Keheningan kamar membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Ia meletakkan nampan makan di atas meja kecil dekat tempat tidurnya.

Sesaat, Noura memandangi hidangan di hadapannya. Perutnya lapar, tapi rasa trauma yang menghantuinya membuat ia ragu untuk segera mulai makan.

Ingatan pahit masa lalu kembali menghampirinya. Saat masih bersama Darrel, makanan adalah bentuk penyiksaan.

Noura seringkali hanya diberi makanan sisa, atau bahkan makanan yang susah payah ia masak sendiri justru dibuang begitu saja ke wajahnya.

Lebih buruk lagi, Darrel terkadang menghabiskan makanan itu seorang diri, tanpa memedulikan bahwa Noura kelaparan.

Waktu itu, tubuh Noura sangat kurus. Nafsu makannya hancur sepenuhnya.

Bahkan ada masa di mana ia dipaksa memakan makanan anjing, seolah ia tidak lebih dari seorang budak tanpa harga diri.

Setiap gigitan makanan yang ia terima dari Darrel terasa seperti penghinaan.

Namun kini, Noura tau ia harus makan. Tidak ada pilihan lain jika ia ingin bertahan hidup. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia menggenggam sendok, menatap makanan di depannya sejenak sebelum menyuapkan sesendok kecil ke mulutnya.

Rasanya... berbeda.  Tidak ada penghinaan. Tidak ada rasa trauma dari bahan makanan yang menjijikkan.

Kali ini, hanya ada rasa sederhana dari makanan rumahan yang ia masak sendiri.

"Ini... enak," bisiknya pelan, seperti mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Kepalanya, yang tadinya terasa panas karena dendam dan emosi, perlahan mulai mereda.

Setelah beberapa suapan, Noura mengangkat pandangannya. Matanya tertuju pada kalender yang tergantung di dinding.

Tanggal-tanggal di sana terasa seperti penanda waktu dalam kehidupan keduanya.

Noura mengepalkan tangannya. Tekad memenuhi dirinya. "Kamu akan membayarnya, Darrel," gumamnya lirih tapi penuh kepastian.

"Aku akan melakukan padamu apa yang sudah kamu lakukan padaku."

Di tengah kesunyian kamar, suara itu bergema seperti janji yang takkan diingkari.

Permukaan balas dendam. Pertama, Noura mandi lebih dulu, membiarkan air dingin menyegarkan tubuh dan pikirannya.

Setelah itu, ia berdandan tipis, cukup untuk membuat dirinya terlihat segar tanpa terkesan mencolok.

Saat bercermin, Noura tersenyum kecil, bukan karna dirinya merasa cantik, tetapi karena rencana di kepalanya mulai terasa nyata.

Setelah memastikan segalanya siap, Noura keluar kamar dan memastikan Zayn tidak ada di sekitar. "Pasti dia sedang sibuk di kamarnya," pikirnya lega.

Noura segera menuju dapur, menyiapkan sesuatu dengan hati-hati. Beberapa saat kemudian, semua sudah siap. Noura hanya perlu menunggu.

Tak butuh waktu lama, sang target muncul—Darrel.

"Sayang!" Seru Noura dengan nada manis yang membuat perut Noura terasa mual mengucapkannya.

Namun, ia berhasil menahan ekspresi jijiknya dan malah tersenyum kecil.

Melihat senyuman itu, Darrel yang tadinya terlihat kesal mulai melunak. "Kamu udah makan?" Tanya Darrel lesu.

"Udah.. Um, maaf ya sayang. Aku nggak bermaksud begitu tadi," ucapnya, mencoba merayu. "Kamu itu selalu spesial kok di hati aku."

'Huek!'  Batin Noura, tapi wajahnya tetap ramah.

"Maaf juga, sayang. Aku tadi cuma cemburu," balas Darrel melembut. "Setelah dipikir-pikir lagi, nggak masalah kok. Lagian, dia hanya ayahku."

Noura tersenyum tipis. "Ngomong-ngomong, kamu udah sarapan apa belum?" Tanyanya dengan nada perhatian.

"Belum. Aku nggak nafsu makan tadi, cuma ngerokok aja," jawab Darrel santai.

"Oh, pas banget! Aku buatin sereal aja, ya? Biar kamu makan."

Darrel mengangguk. "Iya, makasih sayang."

Cup! 

Darrel tiba-tiba mencium pipi Noura.

Noura tertegun, hampir kehilangan kendali. "Aku buatin dulu serealnya." Ucapan Noura melemah dan wanita itu bergegas ke dapur.

Noura segera menyeka pipinya dengan kasar lalu mencucinya dengan sabun berkali-kali.

"Menjijikkan," gumamnya penuh rasa muak.

Noura mengatur nafas, mencoba menenangkan diri. Ini semua hanya bagian dari rencana.

Noura mengambil mangkuk sereal yang sudah disiapkannya sebelumnya. Wajahnya kembali ramah saat ia membawa makanan itu kepada Darrel.

"Ini, makan ya. Biar perut kamu nggak kosong," ucapnya dengan nada manis.

Darrel mengambil mangkuk yang disodorkan Noura dengan senang hati.

"Makasih, sayang. Kelihatannya enak, ya," katanya sambil tersenyum.

Noura balas tersenyum, menyembunyikan kegugupannya. "Iya, dihabiskan ya.."

Tanpa curiga, Darrel menyuapkan sesendok penuh sereal itu ke mulutnya. Awalnya ia tampak menikmati, namun tiba-tiba ekspresinya berubah.

"Enak?" Tanya Noura melembut.

"E- enak sayang.. tapi ini sereal apa ya? Rasanya lama-lama agak aneh," katanya, berusaha tetap sopan.

"Aneh gimana? Kata kamu barusan enak." Tanya Noura dengan senyum kecil yang nyaris terlihat seperti ejekan.

"Iya enak kok, mungkin cuma perasaanku aja," Darrel mencoba meyakinkan dirinya sendiri, lalu memakan suapan berikutnya.

Namun, seiring waktu, wajah Darrel mulai memerah dan tubuhnya berkeringat deras.

"Ah, sayang, kamu kok keringetan?" tanya Noura, pura-pura khawatir sambil mendekatinya.

Dengan lembut, Noura mengelap keringat di wajah Darrel. "Mau aku suapin aja?"

Darrel, yang mulai merasa ada yang tidak beres, hanya mengangguk lemah. "Y-ya... boleh."

Noura mengambil sendok dan mulai menyuapi Darrel dengan penuh perhatian, tapi dalam hatinya ia menahan tawa.

Noura bisa melihat jelas Darrel mulai gelisah. Suapan demi suapan, raut wajah Darrel semakin buruk, hingga akhirnya ia tak tahan lagi.

"Ini sereal apa ya, sayang? Apa udah basi?" Darrel bertanya, suaranya terdengar panik.

"Eh? Nggak kok, kan aku baru beli." Noura memasang wajah yang tenang dan meyakinkan "Coba habisin dulu, tinggal sedikit kok."

Darrel menggeleng, meminum air dengan tergesa-gesa, tapi itu hanya membuat rasa tidak enak di mulutnya semakin menjadi-jadi.

"Serealnya lama-lama kaya... rasa tanah," gumam Darrel dengan ekspresi jijik.

Namun, demi menjaga muka di depan Noura, ia tetap memaksakan diri untuk menghabiskan sereal itu.

Saat mangkuk akhirnya kosong, Noura hampir tak bisa menyembunyikan rasa puasnya.

"Sayang, perutku nggak enak," keluh Darrel, memegangi perutnya yang mulai mual. "Ini sereal apa yang kamu kasih ke aku?"

Noura tersenyum kecil. "Karna kamu udah habisin, aku kasih tau ya."

Wanita itu beranjak pergi, lalu kembali beberapa saat kemudian dengan sebuah kantong plastik kecil di tangannya.

"Taraaa!" Serunya, memperlihatkan label di plastik itu. "Aku barusan beli di minimarket." Ucap Noura dengan ceria.

Melihat bungkus makanan itu wajah Darrel langsung memerah karena marah.

PRANG!!

Darrel langsung membanting mangkuk yang ada di meja hingga pecah.

"KAMU GILA YA KASIH AKU MAKANAN ANJING?!" Teriak Darrel sambil berdiri dengan wajah penuh amarah.

Di tengah kekacauan itu, Noura tetap tenang. Dalam hatinya, ia merasa puas karna berhasil mengerjai Darrel.

'Balas dendamku baru saja dimulai'  Batin Noura.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!