NovelToon NovelToon
Misteri 7 Sumur

Misteri 7 Sumur

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Rumahhantu / Mata Batin / Hantu
Popularitas:305
Nilai: 5
Nama Author: Artisapic

Setelah mendapatkan air sumur pertama, kedua, ketiga, keempat , kelima, dan keenam, tinggal ketujuh....konon di sumur inilah telah banyak yang hanya tinggal nama.....mengerikan !

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB IV PINTU GHAIB

     Dengan menunggu raksasa ketiga bicara, Sabdo memandang ketiganya dengan penuh waspada.

     " Hai....kamu turun ke bumi dengan tujuan untuk menghancurkan bangsaku, jangan harap manusia, aku akan musnahkan kau, aku akan bakar tubuhmu itu, paham !" kata raksasa ketiga yang berbaju hijau.

     Sabdo hanya diam dan matanya memandang tajam ke arah raksasa itu berdiri. Ketika itu hari sudah mengarah ke waktu sore, cahaya temaramnya membawa suasana yang menyeramkan. Ketiga raksasa itu membentuk posisi untuk mengurung Sabdo, gigi taring dari ketiga raksasa itu begitu runcing, rambutnya keriting keras, dan di dada ketiga raksasa itu, tampak bekas sayatan benda tajam yang masih membekas.

    Lalu, setelah Sabdo terkurung di tengah, raksasa baju merah, tangannya akan meraih tubuh Sabdo, dan....dugh....Sabdo memukul tangan itu, bukan raksasa yang kesakitan, tapi Sabdo yang menjerit,....akh....Sabdo mundur satu langkah, dan di belakangnya sudah berdiri raksasa baju hitam, ia menarik tangan Sabdo, dan setelah itu ia mencekik leher Sabdo, sehingga Sabdo susah bernafas. Di saat seperti itu, dengan sisa tenaganya, Sabdo menendang tubuh raksasa itu, namun sia-sia bahkan kini lidah Sabdo terjulur dan....clebh.....sebuah anak panah yang menancap, tubuh raksasa itu terhempas, Sabdo lepas dari cekikan tangan raksasa tadi, dan.....dugh....sebuah tendangan dari samping mengenai tubuh Sabdo, ia terpelanting dan tubuhnya mengantam meja....brak...brak..dugh.

Tubuh Sabdo terdiam, lalu raksasa baju hijau mendekat sambil membuka mulutnya dan siap menerkam Sabdo, begitu mulut menganga itu akan memakan tubuh Sabdo, tiba-tiba meluncur sebuah tombak dan mengenai leher raksasa itu, jatuhlah tubuh yang besar tadi dan menjerit dengan suara menggelegar, aaaaaaaakh.....

Kini tinggal raksasa baju merah, tubuhnya lebih tinggi dan gagah, ia membawa sebuah gada besar dari bahan perunggu. Raksasa itu siap memukulkan gada ke arah pelempar tombak tadi. Posisi kakek Palon begitu terancam oleh gada tersebut, sejengkal lagi gada itu mengenai tubuh kakek Palon, tiba-tiba tubuh kakek Palon berubah menjadi tubuh raksasa. Gada itu ditangkapnya lalu tangannya memutar ke kiri, membuat tubuh raksasa baju merah terhuyung ke kiri dan saat itu tubuh raksasa kakek Palon menendang rahang raksasa baju merah. Tepat mengenai rahang raksasa baju merah, dan krakh....krakh....leher raksasa itu tulangnya patah, ia menggelepar sebentar lalu diam selamanya. Tubuh raksasa kakek Palon berubah kembali menjadi kakek Palon.

Setelah beberapa saat, tubuh Sabdo menggeliat dan siuman dari pingsan nya, ia mengusap kedua mata lalu berkata

" Kek....haus...aku butuh minum," kata Sabdo perlahan.

Kakek Palon memberinya air minum, hingga tiga tegukkan lalu tubuh Sabdo duduk sambil memandang sekeliling.

" Mana ketiga raksasa tadi kek," tanya Sabdo.

" Mereka sudah pergi untuk selamanya ki sanak, tenangkan dulu nanti baru kita lanjutkan pekerjaan ini," kata kakek Palon sambil membantu Sabdo berdiri.

Keduanya lalu menuju pintu, tetapi....pintu itu tertutup dengan sendirinya. Sebuah keanehan datang lagi, pikir Sabdo. Pintu itu akhirnya bergetar selama sekian waktu, lalu perlahan diam, saat itu, setelah pintu diam, muncullah sosok anak kecil bertubuh seperti baja, di kepalanya terdapat dua tanduk, giginya bertaring serta mulutnya bergigi besar-besar, sesekali lidahnya menjulur seperti lidah ular, dari tubuhnya mengeluarkan bau busuk yang amat sangat.

Tubuh kecil itu memandang Sabdo dengan penuh keinginan untuk menghabisi.

" Hey....kamu telah melenyapkan ketiga pelindungku, kau wajib membayar semua itu," kata sosok kecil itu sambil menghunus pedang berwarna hitam, dan mengrluarkan asap tipis seakan-akan pedang itu panas.

Sabdo hanya diam dan terus mengawasi sosok kecil itu. Tingginya kurang lebih 50cm, namun ia kelihatan kebengisan. Sosok itu memandang Sabdo, kemudian setelah beberapa saat, tiba-tiba pedang hitam kecil itu melayang dan menuju ke arah Sabdo. Begitu melayang ke arah sasaran, pedang hitam itu menjadi besar dan tampak begitu tajam. Satu helai rambut saja jarak pedang itu dengan tubuh Sabdo, tiba-tiba....krak...krak..cring... Pedang itu patah menjadi beberapa bagian setelah berbenturan dengan anak panah yang melesat. Melihat hal itu, sosok kecil tadi melesat menerjang tubuh Sabdo, membuat tubuhnya terjungkal dan terhempas ke lantai. Sabdo merasakan sakit di bagian perutnya, lalu dengan kedua tangannya, Sabdo melempar sebuah batu yang ada di situ, batu itu pecah berkeping-keping setelah dipukul oleh sosok kecil itu.

Sabdo mundur satu langkah, lalu mengambil sebuah tombak yang tergeletak di lantai, kemudian sambil membawa tombak tadi, Sabdo menyerang sosok itu. Beberapa kali gerakan tombak, sosok itu bisa menghindar, bahkan setelah Sabdo mengarahkan tombaknya, sosok itu menyerang Sabdo, sehingga tubuh Sabdo terjungkal untuk kesekian kali. Sosok itu lalu menyerang dengan senjata berupa cakram dengan penuh gerigi yang runcing, senjata itu berputar-putar sebentar lalu melesat lurus ke arah Sabdo. Tiba-tiba...clep....ujung tombak itu menancap di paha Sabdo , ia menjerit kesakitan lalu berusaha untuk berdiri, namun ia terhempas kembali. Mata Sabdo kini melihat sosok itu persis di depan wajahnya. Lalu kepala Sabdo di pelintir ke kiri, keringat bercucuran, matanya sudah tidak bisa melihat apa - apa.

Dalam keadaan seperti itu, tubuh kecil tadi mulutnya terbuka dan tampak darah warna merah bercampur hitam meleleh di antara dua bibir sosok tadi. Darah itu sungguh busuk, kemudian lelehan darah itu membasahi dada sosok tadi. Setiap terkena lelehan itu tubuhnya terkelupas, sosok itu menjerit sekuat tenaga, membuat atap di atas Sabdo terjatuh dan menimpa sosok itu. Dari pecahan atap itu, ada yang menancap di kepala, di bahu dan di tubuh sosok tadi. Darah busuk keluar mengandung aroma yang tidak sedap.

Sabdo mual-mual lalu muntah beberapa kali dan ia limbung lalu roboh, sementara itu kakek Palon menurunkan gondewanya, dan memandang ke sosok kecil itu sambil berkata ;

" Syukurlah semua rintangan telah berakhir, tinggal nanti memilih untuk dijadikan sebuah peninggalan untuk anak cucu kelak ki sanak," tutur Sabdo.

" Apa yang akan saya kerjakan kek, saya bingung akan semua hal ini ", kata Sabdo sambil bertanya.

" Nanti akan kau lihat sendiri setelah keluar dari bangunan ini", tutur kakek Palon.

Akhirnya kedua orang itu berjalan menuju pintu, sudah dua pintu mereka lalui, tinggal pintu keluar di depan sana. Suasana telah berubah menjadi gelap, ternyata mereka berada di dalam bangunan itu selama sehari penuh. Rasa lapar dan dahaga begitu membuat tubuh Sabdo lemas, sementar kakek Palon terlihat masih tegar dan penuh semangat.

" Kita makan dulu ki sanak , di warungku ada makanan yang sudah aku buat tadi sebelum ke sini", kata kakek Palon.

Sabdo sambil tertatih-tatih mengikuti kakek Palon berjalan, ia hanya berpikir, kapan kakek Palon masak, padahal dirinya itu selalu mendampinginya, apa ada yang membantu di warung itu, tapi mustahil.....ini sebuah kemustahilan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!