Yansya diceraikan istrinya karena dia miskin. Setelah menjadi agent khusus, akankah hidupnya berubah menjadi lebih baik? atau menjadi semakin buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pengejaran di terowongan
Yansya terus memperpendek jarak. Pandangannya menangkap salah satu pria berjas hitam mencabut pistol berperedam suara dari balik pakaiannya. Pria itu tampak siap menembak siapa saja yang menghalangi. Yansya segera paham; mereka bukan sekadar pedagang gelap biasa, melainkan kelompok berbahaya yang tak segan memakai kekerasan.
Delisa, yang posisinya paling dekat dengan ancaman ini, harus segera bertindak cepat demi keselamatan dirinya dan orang-orang sekitar. "Delisa, pistol!" Yansya mengirimkan sinyal bahaya itu melalui saluran komunikasi internalnya. Tanpa menunggu balasan, ia langsung melesat maju, tidak memedulikan kerumunan yang mulai bingung di sekelilingnya karena ia tahu setiap detik sangat berarti.
Di saat bersamaan, Delisa sudah memahami situasinya. Ia mendapatkan peringatan kilat dari Yansya, ditambah instingnya sebagai agen lapangan. Dengan cepat, ia menjatuhkan diri ke lantai, menabrak meja saji berisi banyak gelas. 'PRANG!' Suara pecahan itu memekakkan telinga, sekaligus menutupi pergerakan Yansya.
Bunyi gaduh itu langsung menarik perhatian semua orang, dan kekacauan pun tak terhindarkan. Tamu-tamu lelang berteriak panik, lalu mereka berusaha menyelamatkan diri. Kondisi ini membuka peluang bagi Yansya untuk bergerak lebih gesit.
Di tengah hiruk-pikuk itu, Rio yang masih berada di van pemantau, berteriak melalui saluran komunikasi, "Yansya, ada pengalihan! Target utama terlihat menuju pintu darurat, mereka memanfaatkan kekacauan ini!" Suara Rio terdengar tegang, namun tetap fokus pada pemantauannya. "Mereka bergerak cepat, Yansya, kita harus menghentikan mereka sebelum terlambat!"
Delisa, yang sudah bangkit dari jatuhnya, langsung melihat ke arah pintu darurat, matanya bertemu pandang dengan Yansya yang sedang melesat. Meskipun tanpa kata, keduanya saling mengangguk, sebuah isyarat yang menegaskan pemahaman akan rencana yang berubah drastis. Yansya tahu Delisa akan mengikuti, dan ia juga yakin Rio akan memberikan dukungan penuh dari jauh.
"Rio, pastikan kau mengunci semua jalur keluar virtual mereka sekarang, jangan beri mereka kesempatan untuk menghubungi siapa pun!" perintah Yansya, suaranya menggelegar melalui saluran komunikasi, meskipun ia sedang menerobos kerumunan yang panik. "Delisa, alihkan perhatian pengawal tambahan yang mungkin muncul di pintu darurat, buat mereka sibuk sampai aku tiba di sana!" Delisa membalas dengan tegas, "Siap, Yansya! Aku akan urus mereka." Lalu terdengar suara gesekan kain seragam kateringnya karena Delisa mulai mengubah posisinya, bersiap untuk menghadapi ancaman yang akan datang.
Dari van, Rio segera menimpali, "Saya sudah coba meretas sistem pengawasan gedung ini, Yansya. Sekarang saya bisa melihat semua pergerakan mereka secara real-time."
Saat Yansya berlari di antara orang-orang yang berhamburan, pandangannya mulai menangkap pola-pola yang tak terlihat bagi mata telanjang, mirip dengan saat ia pertama kali mendapatkan kemampuannya dulu. Ia bisa melihat jalur evakuasi yang paling efisien di antara kerumunan itu, menghitung kecepatan lari para target dan pengawal mereka, dan memperkirakan waktu tempuh setiap langkah yang diambil.
"Rio, beritahu aku posisi target setiap tiga detik," Yansya meminta, suaranya tetap terkontrol meskipun ia mengencangkan langkah. "Ada celah dua puluh meter di dekat pintu darurat, dan mereka akan mencapainya dalam sepuluh detik."
Delisa, yang kini sudah berada di dekat pintu, berbisik, "Yansya, ada dua pengawal lagi di sisi kiri pintu. Mereka baru saja menerima instruksi lewat earphone." Yansya membalas cepat, "Baik, Delisa, tahan mereka. Aku akan menyusul dalam lima detik."
"Baik, Rio, berapa tepatnya waktu yang mereka butuhkan untuk mencapai pintu darurat jika tidak ada hambatan?" Yansya bertanya, matanya fokus pada layar virtual yang hanya dia yang bisa melihatnya, karena ada algoritma rumit menampilkan proyeksi pergerakan.
"Delisa, apakah kau punya ide bagaimana mengalihkan mereka secara efektif tanpa membahayakan warga sipil?" Delisa segera menjawab dengan nada percaya diri, "Saya akan pura-pura tersandung lagi, kali ini di dekat mereka, sambil menjatuhkan tumpukan piring. Itu akan menciptakan kekacauan yang cukup besar untuk memberi kita waktu."
Rio lalu menimpali, "Menurut perhitungan saya, mereka hanya punya dua detik lagi sampai pintu darurat, Yansya. Gerakan mereka semakin cepat." Yansya mengangguk, "Baik, kalau begitu, Delisa, lakukan sekarang! Aku sudah hampir sampai!"
Seketika itu juga, Delisa menjatuhkan dirinya di hadapan para pengawal yang terkejut, membuat tumpukan piring di tangannya berhamburan dan pecah berserakan di lantai marmer. 'KRAK!'
Suara itu menarik perhatian target utama dan dua pengawalnya, dan mereka sejenak berhenti melangkah karena terganggu oleh kekacauan mendadak itu.
"Aduh, maafkan saya, saya sangat ceroboh!" Delisa berseru, suaranya terdengar cemas dan memelas, sambil berusaha mengumpulkan pecahan piring, seolah-olah ia benar-benar malu.
Gerakan Delisa memang berhasil menciptakan jeda singkat yang sangat krusial, dan Yansya memanfaatkan momen itu untuk melesat maju, menutup jarak yang tersisa di antara dirinya dan target utama dengan kecepatan luar biasa.
Para pengawal itu masih terpaku melihat Delisa yang sibuk mengumpulkan pecahan piring, dan itu memberi Yansya keuntungan waktu yang ia butuhkan. Dalam sepersekian detik, Yansya sudah berada tepat di belakang target utama.
Tanpa ragu, Yansya melancarkan serangan cepat dan terukur, mengunci lengan target utama dengan presisi. Gerakan itu membuat target berteriak kesakitan, dan koper yang ia pegang terlepas dari genggamannya. Koper itu jatuh ke lantai, berguling beberapa kali sebelum berhenti di kaki Yansya.
"Koper sudah aman, Rio!" Yansya melaporkan dengan napas terengah, pandangannya langsung beralih ke koper yang tergeletak di lantai, namun ia tetap mempertahankan cengkeramannya pada target.
"Delisa, bagaimana situasimu?" Delisa yang sudah selesai dengan dramanya, segera menyahut, "Pengawal sudah saya lumpuhkan dengan beberapa sentuhan tak terlihat, mereka tidak akan bergerak untuk beberapa waktu."
Rio yang mendengar itu, langsung berseru gembira, "Kerja bagus, tim! Saya sedang melacak jalur pelarian tambahan mereka, sepertinya ada pintu rahasia di bawah tanah!"
Yansya tersenyum tipis, kepuasan terpancar dari wajahnya karena tim mereka bekerja sangat baik, namun ia tahu pekerjaan mereka belum selesai.
"Pintu rahasia?" Yansya bertanya, tatapannya menyapu area sekitar pintu darurat, mencari tanda-tanda jalur tersembunyi seperti yang Rio sebutkan.
"Rio, bisakah kau memberikan koordinat pasti pintu itu dan juga rute terpendek untuk mencapainya?" Rio segera membalas, suaranya penuh antusiasme, "Sudah saya kirimkan ke layar lensa kontakmu, Yansya. Lokasinya ada di balik dinding palsu di sebelah kanan pintu, dan jalur itu mengarah ke terowongan servis bawah tanah."
Yansya mengangguk, ia melihat peta digital yang muncul di matanya, dan ia langsung menganalisis struktur dinding itu, memastikan tidak ada jebakan tersembunyi sebelum mereka melanjutkan pengejaran.
Yansya segera melepaskan genggamannya dari target utama yang sudah merintih kesakitan.
Lalu ia beralih dengan cepat ke arah dinding palsu yang ditunjukkan Rio.
Dengan sentuhan yang sangat presisi, Yansya menekan beberapa titik tersembunyi di permukaan dinding, mengikuti pola yang muncul di lensa kontaknya. 'KLIK!'
Sebuah mekanisme tersembunyi terbuka, dan bagian dinding itu bergeser ke samping.
Mekanisme itu menampakkan sebuah lorong gelap yang sempit di baliknya, pintu rahasia menuju terowongan bawah tanah.
Tanpa membuang waktu, Yansya segera melangkah masuk ke dalam lorong itu.
Ia diikuti oleh Delisa yang sudah siap dengan senter mininya, sementara Rio terus memberikan arahan dari van, "Awas, Yansya, terowongan itu bercabang! Ada tiga jalur di depanmu!"