Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.
Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.
Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 : Meet a Traitor
...****************...
“Lady Serein?”
Serein menoleh pelan ke arah sumber suara. Suara itu, begitu familiar, begitu lembut, namun juga menusuk hati di saat yang bersamaan. Tatapannya bertemu dengan sosok lelaki berbalut pakaian bangsawan dengan lambang Kerajaan Aethermere di dada. Ia segera sedikit mengangkat sisi gaun panjang berwarna lembut yang menjuntai, lalu menunduk anggun dengan sikap penuh tata krama.
“Saya, Lady De Fàcto, memberikan salam kepada Pangeran Kedua, Cahaya Aethermere,” ucapnya sopan, suaranya tetap stabil meski harus menyembunyikan getir yang perlahan menyelinap dalam nada bicaranya.
Pangeran Kedua—Heiden Darius de Thanases—mendekat dengan langkah mantap dan sikap elegan khas bangsawan tinggi. Ia meraih jemari Serein perlahan, membungkuk sedikit, lalu mengecup punggung tangannya dengan penuh penghormatan, khas salam seorang ksatria kepada wanita yang di rasa dekat.
“Selamat datang di Kerajaan Aethermere, Lady.” Wajah itu terlihat ramah menyambutnya, sangat. Nyaris tak berubah sejak terakhir kali Serein melihatnya—hangat, bersinar, menyambutnya seolah tak ada luka di antara mereka.
Lelaki ini, orang yang paling Serein cintai bahkan di banding dirinya sendiri. Perasaan Serein benar-benar tulus, sekalipun Heiden merupakan calon Raja masa depan, Serein mencintainya karena ia adalah Heiden, bukan sekadar karena statusnya.
Tapi sayangnya, Serein tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri. Dan Heiden, membalas ketulusannya dengan kebohongan. Laki-laki itu, malah memanfaatkan perasaan Serein untuk keuntungannya sendiri.
Sejak kecil, mereka memang cukup dekat. Dalam artian, kedekatan murni antara anak-anak yang tumbuh bersama di lingkungan istana dan bangsawan. Karena Serein memiliki komunikasi yang cukup baik dengan para bangsawan di sekitarnya dulu.
Ke duanya menjalin hubungan kasih yang sangat serasi. Serein merasa menjadi wanita paling beruntung karena laki-laki seperti Heiden mencintainya. Pangeran Kedua—yang digadang-gadang akan menjadi Raja Aethermere di masa depan.
Namun, segalanya berubah drastis saat titah Raja turun. Serein, yang merupakan keturunan darah bangsawan terpandang, ditetapkan untuk menikah dengan Pangeran Mahkota. Bukan dengan Heiden.
Semuanya berubah. Tidak, perasaan Serein tidak berubah, ia tetap memperjuangkan Heiden dan Serein berpikir, laki-laki itu juga.
Tapi nyatanya ketika Serein bertindak impulsif meracuni Tunangan Heiden saat itu. Heiden mendukungnya, mengatakan jika tunangannya tersingkir maka ia dan Serein akan bisa bersama. Kata manis yang bisa-bisanya Serein percayai.
Karena saat semuanya terbongkar, Heiden malah diam tidak membuka suara. Membiarkan Serein menjalani hukuman yang seharusnya karena dosa yang ia perbuat. Heiden menipunya, laki-laki itu bahkan tidak terlihat di hari kematiannya.
Serein tahu dirinya salah, sangat salah. Tapi bagaimanapun, laki-laki itu mengkhianatinya. Heiden mengatakan akan melindunginya apa pun yang terjadi, nyatanya tidak sama sekali.
Sampai Serein harus menjalani hukuman penggal yang menjadikannya pergi dari dunia ini.
“Lady?”
Serein cukup tersentak dari lamunannya, lalu tersenyum tak enak, “Ya, Pangeran? Maaf saya kurang mendengarkan.” ujarnya sembari menatap mata lelaki itu dengan pandangan yang sukar diartikan.
“Saya ingin kita mengobrol di kursi taman, apa Lady bersedia?” Tanya Heiden mengulang pertanyaannya.
“Tentu, Pangeran.” Jawab Serein sembari tersenyum tipis.
Heiden lalu menoleh pada pelayan yang tadi bertugas memandu Serein, memberi perintah singkat agar menyiapkan hidangan ringan untuk mereka. Tanpa banyak bicara lagi, keduanya berjalan menuju taman kerajaan.
Mereka kemudian duduk berhadapan di gazebo berbentuk bundar, dengan kursi kayu berpahat indah dan meja kecil di antaranya. Di sekeliling mereka, taman dipenuhi semerbak bunga musim semi yang bermekaran.
“Bagaimana Eldoria? Apakah tempat itu semenarik yang dibicarakan orang-orang?” tanya Heiden membuka percakapan, menatapnya sambil menyeruput teh dengan tenang.
“Alamnya memang indah, pemandangannya jauh lebih asri jika dibandingkan dengan ibu kota,” Sahut Serein dengan senyum tipis, “Tapi dengan wilayah yang di tutupi salju hampir setengah tahun tanpa henti, pemandangan lautan salju jadi lebih sering terlihat.”
Kematian ibunya membuat Serein dan sang ayah beralih tinggal ke Eldoria yang berada di bawah kaki gunung es. Serein kira tujuan awal mereka seperti yang diucapkan Duke Draka pertama kali padanya, untuk tak begitu larut dalam kesedihan. Tapi nyatanya, di sana sang ayah malah menikah dengan Putri Count yang tak lain adalah Duchess Valencia.
Serein tak masalah jika ayahnya menikah lagi, ia tak akan egois untuk kebahagiaan sang ayah. Namun, mengetahui ayahnya sudah menjalin hubungan dengan ibu Lucy sejak lama, kenyataan itu mengusiknya. Bagaimana Serein mengetahui kebenaran ayahnya tak sesempurna yang ia lihat selama ini.
“Apa Lady menyukainya? Sampai tidak pernah menginjakkan kaki ke ibu kota lagi.” Tanya Heiden tertawa ringan.
“Bisa dibilang begitu, tapi memang tidak ada rencana untuk menetap terlalu lama di sana. Bagaimanapun Duchy Fàcto ada di sini.” Jawab Serein.
Heiden sempat mengangguk pelan. Ia melontarkan beberapa pertanyaan ringan seputar kegiatan Serein, suasana di Eldoria, dan kehidupan para bangsawan di wilayah utara. Serein menjawabnya dengan tenang, menyisipkan senyum seperlunya. Sampai akhirnya, setelah merasa basa-basi cukup, Heiden sedikit mencondongkan tubuhnya dan bertanya,
“Apa kita bisa berbicara santai? Tanpa ada panggilan formal seperti dulu, itu pun jika Lady berkenan.”
Serein menatapnya sejenak, sebelum akhirnya mengangguk tak merasa keberatan. “Sepertinya ada banyak hal lain yang ingin kau tanyakan, Heiden.”
Laki-laki itu tersenyum sampai matanya menyipit, senyum yang dulunya mampu meluluhkan dinding pertahanan Serein. “Aku tentu penasaran. Padahal sudah lima tahun berlalu, tapi sepertinya kau tidak punya banyak perubahan. Masih cantik dan tak tersentuh seperti dulu.”
Jika dulunya anak-anak bangsawan mereka masih belajar tata krama, Serein sudah menguasainya dengan baik bak orang dewasa. Gadis itu sudah menjaga tutur kata dan sikapnya sejak kecil, mungkin Serein tak memiliki riwayat pernah asal ceplos ke sembarang orang sekalipun ia masih belia. Ia juga membiasakan berucap formal, sehingga anak-anak yang bisa berbicara santai dengannya dibilang cukup beruntung.
“Sepertinya kau punya waktu senggang yang cukup untuk menjamuku secara mendadak seperti ini,” ucapnya Serein mengangkat sebelah alisnya.
“Sebenarnya, tidak juga,” balas Heiden. “Ada banyak kegiatan yang diatur Ibunda Ratu untuk mempersiapkanku menjadi penerus. Tapi kebetulan aku sedang luang saat ini.”
“Penerus? Jadi kini kau seorang Pangeran Mahkota?” Tanya Serein seolah panik karena ia salah memberikan salam.
Padahal Serein sengaja melontarkan itu, ia memang sudah mendengar pelantikan Pangeran Pertama sebagai Pangeran Mahkota di usianya yang ke lima belas. Tapi, menyinggungnya pada Heiden saat ini juga tidak buruk, yang Heiden tahu ia baru saja kembali dari wilayah yang jauh setelah sekian tahun.
Heiden terdiam sejenak, tidak pernah ada yang menanyakan pertanyaan yang jika terdengar oleh Ratu itu akan dianggap lancang. Tapi karena Serein pasti tidak mengetahuinya, ia mewajarkan.
“Bukan. Sulit untuk menjelaskannya karena ayahanda bertindak sedikit gegabah. Sehingga bukan aku yang memiliki gelar itu,”
“Tapi, aku bisa menjamin kelak akan menggantikan ayahanda. Kau tahu, aku adalah keturunannya yang sah.” Lanjut Heiden menjelaskan. Nadanya terdengar cukup terburu-buru.
Serein berakting seolah ia mencerna ucapan Heiden untuk beberapa saat, lalu mengangguk, “Ah, aku mengerti.”
Serein tahu betul, satu hal yang sangat menyenggol ego Heiden ialah keputusan Raja Hilton yang memberikan gelar Pangeran Mahkota pada Pangeran Pertama. Sekalipun laki-laki itu percaya dirinya yang akan tetap menjadi penerus sang ayah di masa depan.
...****************...
tbc.