Arlena dan Dominus telah menikah lebih dari enam tahun. Tahun-tahun penuh kerja keras dan perjuangan untuk membangun usaha yang dirintis bersama. Ketika sudah berada di puncak kesuksesan dan memiliki segalanya, mereka menyadari ada yang belum dimiliki, yaitu seorang anak.
Walau anak bukan prioritas dan tidak mengurangi kadar cinta, mereka mulai merencanakan punya anak untuk melengkapi kebahagian. Mereka mulai memeriksakan kesehatan tubuh dan alat reproduksi ke dokter ahli yang terkenal. Berbagai cara medis ditempuh, hingga proses bayi tabung.
Namun ketika proses berhasil positif, Dominus berubah pikiran atas kesepakatan mereka. Dia menolak dan tidak menerima calon bayi yang dikandung Arlena.
》Apa yang terjadi dengan Arlena dan calon bayinya?
》Ikuti kisahnya di Novel ini: "Kualitas Mantan."
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Arlena
...~°Happy Reading°~...
Keesokan harinya, Arlena tidak bangun hingga hampir lewat waktu sarapan. Hal itu menimbulkan kepanikan di antara para pelayan. Mereka yang sudah tunggu di ruang makan saling melihat satu dengan yang lain. Rasa cemas dan khawatir tergambar jelas di wajah mereka.
"Mbak Tari, lebih baik bangunin Ibu saja. Jangan sampai terjadi sesuatu dengan Ibu." Saran seorang pelayan kepada Tari yang terus mondar mandir di ruang makan sambil menunggu dan berpikir. Tindakan apa yang akan diambil jika nyonya mereka belum turun untuk sarapan.
"Iya, Mbak. Ibu menangis sepanjang malam, jangan sampai Ibu sakit." Salah satu pelayan memberikan saran.
"Apa Ibu sudah tahu, Mbak?" Tanya pelayan lain, yang lebih muda.
"Huuusss....! Jaga bicaramu...! Jangan bicara apa pun di depan Ibu." Bentak Tari, galak.
"Iya. Jangan menyiram air cabe ke luka Ibu. Ingat itu...!!" Para pelayan yang sedang menunggu saling mengingatkan.
Tari sebagai kepala pelayan mengangkat tangan untuk menghentikan perbincangan, lalu memutuskan. "Baik. Jangan sajikan sarapan dulu... Salah satu dari kalian ikut saya ke atas." Tari berkata demikian, karena ada 4 (empat) orang pelayan dalam rumah, selain tukang taman dan 2 (dua) sopir.
Sebagai kepala pelayan, Tari mengajak salah seorang pelayan bersamanya, agar bisa jadi saksi jika terjadi sesuatu dengan nyonya mereka. Hal itu dilakukan, karena kondisi rumah tidak seperti biasanya, tenang dan aman, tanpa gejolak.
Tari khawatir terjadi sesuatu yang buruk dengan nyonyanya, karena mereka mendengar suara teriakan dan tangisan sejak malam. Sedangkan majikan mereka sudah sarapan sendiri dan keluar dari rumah.
Tari berjalan cepat diikuti pelayan yang lain. Mereka berdua segera naik ke kamar utama lalu mengetuk pintu. Ketika tidak ada respon dari dalam kamar, Tari memberanikan diri untuk masuk.
"Ibuuu, banguuunn..." Tari langsung memegang kaki nyonyanya yang diselimuti bad cover tebal.
Arlena membuka mata perlahan, karena merasa ada yang menggoyang kakinya. Setelah matanya mulai fokus, dia melihat kepala pelayan. "Tari, sudah jam berapa?" Tanya Arlena pelan dan parau.
"Sudah hampir jam sembilan, Bu. Mari bangun dan sarapan dulu." Tari bernafas lega melihat nyonyanya tidak apa-apa. Tapi dia sangat terenyuh melihat kondisi mata nyonyanya hampir segaris, karena bengkak.
"Tolong bawakan sarapan saya ke sini, ya." Arlena bangun perlahan, lalu duduk untuk mengumpulkan kesadaran dan tenaga. Jantungnya berdetak tidak teratur mengingat apa yang terjadi semalaman. Secara refleks dia memegang perut untuk memastikan bahwa tidak terjadi sesuatu yang buruk dengan calon bayinya.
Tari memperhatikan gerakan nyonyanya yang memegang perut dan mengelus sambil mengeryit. "Baik, Bu. Kami siapkan..." Tari berkata sopan lalu mundur. Dia segera keluar diikuti pelayan yang bersamanya untuk menyiapkan sarapan.
Perlahan Arlena turun dari tempat tidur lalu berjalan ke kamar mandi. Dia sangat terkejut melihat wajah dan matanya yang bengkak di cermin. 'Arlenaaa..." Dia memanggil namanya, sambil melihat wajah yang hampir tidak dikenalnya di dalam cermin.
"Berhenti menangis...." Bentaknya pada wajah di dalam cermin, karena hatinya penuh dan mata mulai tergenang.
Arlena membersihkan wajah dan menyiram dengan air dingin sambil menepuk pipinya berulang kali. Agar dia bisa fokus pada bayi yang dikandung. Dia segera sikat gigi, karena tiba-tiba terasa sangat lapar.
Setelah keluar dari kamar mandi, Arlena melihat para pelayan sedang menata sarapan di meja kecil yang dibawa untuknya. "Letakan saja di situ. T'rima kasih." Ucap Arlena, karena pelayan mau pindahkan meja ke atas tempat tidur.
Arlena ingin duduk sarapan di atas karpet tebal dan lembut dekat tempat tidur. Karena dia ingin bersandar di pinggir tempat tidur, jika diperlukan.
"Tolong tinggalkan saya dengan Tari." Ucap Arlena sambil berjalan mendekat.
Jantung Tari berdegup kuat, mendengar permintaan nyonyanya yang meminta dia tinggal tanpa pelayan lainnya.
Pelayan lain yang mendengar permintaan nyonya mereka, segera keluar dari kamar setelah menata menu sarapan di atas meja.
Arlena mendekati meja sarapan, lalu duduk. Tari tetap berdiri menunggu. "Tari, bapak ke mana?" Tanya Arlena, pelan.
"Tadi habis sarapan langsung pergi, Bu. Tapi tidak bilang mau ke mana." Tari menjawab hati-hati.
"Mungkin ke kantor. Saya tertidur sudah Subuh, jadi tidak bisa bangun." Arlena berkata pelan, seakan pada dirinya.
"Tari, tolong ingatkan yang lain, tidak usah dibahas yang kalian dengar dalam rumah ini." Arlena yakin, para pelayan mendengar yang terjadi tadi malam, karena sepi. Dia tidak bertanya lagi, tapi hanya mengingatkan Tari sebagai kepala pelayan.
"Iya, Bu... Kami tertidur." Tari mengerti maksud nyonyanya. "T'rima kasih....." Arlena tidak melanjutkan bertanya atau membahas yang terjadi dengannya dan Dominus.
Arlena membuka tutup wadah untuk melihat menu sarapan yang disajikan. Tari beranjak membantu dan menunggu perintah selanjutnya.
"Hari ini saya mau istirahat. Saya tidak mau diganggu, ya." Ucap Arlena setelah Tari mengangkat semua tutup wadah.
"Baik, Bu. Kalau perlu sesuatu, atau mau makan sesuatu, Ibu kasih tahu saja. Nanti kami antar ke sini." Tari berkata sopan dan merasa lega, tidak ditanyakan hal lain, tentang majikannya.Tapi dia tidak bisa menyembunyikan rasa sedih melihat kondisi nyonyanya.
"Tolong antarkan buah-buahan ke sini. Saya mau makan buah agak lebih." Arlena merasa agak mual, jadi dia ingin lebih banyak makan buah, kalau tidak bisa banyak makan yang disediakan.
"Baik, Bu. Ibu habiskan sarapan ini. Nanti saya tambahkan buah lagi." Tari menunjuk meja berisi sarapan dan potongan buah pier. Arlena mengangguk lalu memindahkan menu yang bisa dimakan ke piring.
Setelah Tari keluar dari kamar, Arlena berusaha menghabiskan sarapan di piring. 'Jadi tadi malam Dom tidak pergi dari rumah. Apa yang sedang terjadi? Mengapa dia tiba-tiba berubah padaku? Apa dia cemburu? Ataukah....?!' Arlena menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran negatif tentang Dominus.
Selesai sarapan, Arlena hanya duduk di atas tempat tidur sambil berpikir tentang yang dikatakan Dominus. Dia sangat khawatir jika itu benar-benar terjadi. 'Kalau Dom benar-benar tidak terima bayi ini, apa yang harus aku lakukan? Aborsi...?! Tuhan, ampuni pikiranku.'
'Atau berikan kepada orang lain, demi kebaikan rumah tangga ini? Oh, Baby.' Arlena merasa kepala dan dadanya mau meledak.
Arlena memegang perutnya. 'Oh, Tuhan... Tolong aku..' Arlena memohon dan kembali menangis sambil menengadah dan memegang dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri dan sakit.
'Mana mungkin aku berikan kepada orang lain, hanya karena Dom tidak terima? Lalu bagaimana dengan rumah tanggaku, kalau aku tetap pertahankan janin ini?' Arlena terus bertanya dan berpikir. Dia benar-benar berada di persimpangan dan harus memilih.
Janin yang telah dinyatakan hidup dalam rahimnya membangkitkan naluri keibuan, kehangatan rasa sayang. Calon bayi telah membuat dia jatuh cinta padanya.
Arlena merasa janin yang memasuki usia 5 (lima) minggu telah menyatu dengan dirinya. 'Bagaimana ini?' Arlena tidak siap.
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
sedangkan sudah banyak bukti perselingkuhanmu
Selina" dah nikmati dlu yang sekarang NNT kalau udah ada karma nyesel kau
gemes aku up Thor 😭
nggak sabar baca epsd selanjutnya up lagi kak