ini memang cerita poligami namun bukan cerita istri yang tertindas karena menjadi yang ketiga. Melainkan kisah gadis tomboy yang cerdas, pintar dan membuat dia survive dalam kehidupannya.
Naura Kiana tak pernah menduga kalau kehidupan akan membawanya pada sesuatu yang tak ia sukai. Setelah kakeknya bangkrut dan sakit-sakitan, Naura diminta untuk menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bukan hanya itu saja, Naura bahkan menjadi istri ketiga dari pria itu. Naura sudah membayangkan bahwa pria itu adalah seorang tua bangka mesum yang tidak pernah puas dengan dua istrinya.
Naura ingin melarikan diri, apalagi saat tahu kalau ia akan tinggal di desa setelah menikah. Bagaimana Naura menjalani pernikahannya? Apalagi dengan kedua istri suaminya yang ingin selalu menyingkirkannya? Bagaimana perasaan Naura ketika pria yang sejak dulu disukainya akhirnya menyatakan cinta padanya justru disaat ia sudah menikah?
Ini kisah poligami yang lucu dan jauh dari kesan istri tertindas yang lemah. Yuk nyimak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tatapan Rindu
Sudah 5 hari Wisnu dan kedua istrinya ada di kota. Naura menikmati keadaan rumah tanpa ada kehadiran mereka. Ia bahkan lebih senang jika mereka menetap di kota. Setiap hari, Naura dengan santainya bisa makan dengan semua pelayan di dapur sambil bercanda ria. Mereka semua menyenangkan bagi Naura, kecuali Wina. Pelayan yang satu ini kesannya dingin dan tak banyak bicara. Berbeda dengan Mona. Bibi Saima tak ada karena diajak Regina untuk ikut bantu-bantu di rumah.
Naura juga sering ke kebun teh. Ikut memetik teu dengan para pekerja. Pokoknya ia mengisi waktu dengan melakukan banyak kegiatan. Walaupun para pekerja sering melarangnya namun gadis itu tetap melakukannya. Apalagi jika sore hari, ia sering bermain bola kaki dengan anak-anak lelaki di ladang.
Wisnu setiap hari meneleponnya. Menanyakan apakah Naura sudah makan, atau sekedar bertanya tentang keadaan rumah. Naura hanya menjawab seadanya.
Setiap pagi, Naura akan naik sepeda, berkeliling danau atau pergi ke perkampungan. Ia juga sering mampir di warung ibu Kumala. Seperti juga pagi ini.
"Selamat pagi, nyonya!"
"Selamat pagi, bi. Mau kemana?"
"Setiap Sabtu pagi, saya akan mengajar tari di rumahnya pak sekdes."
"Oh ya? Boleh saya ikut?"
"Tentu saja boleh."
Mereka pun akhirnya pergi ke rumah sekdes dengan cara Naura membonceng Kumala dengan sepedanya.
Kedatangan Naura membuat pak Somat dan istrinya menjadi sangat senang. Apalagi Naura ikut latihan bersama-sama dengan para gadis yang lain.
"Bulan depan ada perayaan ulang tahun desa. Biasanya kami melaksanakan kegiatan lomba antar dusun. Kegiatan lomba ditutup dengan perayaan jamuan makan dan tarian." kata Kumala saat Naura mengantarnya kembali ke rumahnya selesai latihan.
"Wah, asyik ya. Aku sebenarnya suka menari namun tak diperbolehkan kakek. Alasannya supaya aku dapat konsentrasi kuliah. pada hal waktu sekolah SD sampai SMP, selalu ikut lomba menari di sekolah."
Ibu Kumala mengajak Naura masuk ke dalam rumahnya. Naura pun masuk sambil mengangumi rumah sederhana itu yang nampak rapih dan bersih dengan hiasan bunga segar yang membuat ruangan menjadi harum.
Saat Kumala ke dapur dan membuatkan teh untuknya, mata Naura menatap beberapa foto yang ada di dinding. Foto sudah nampak usang karena warna bingkainya yang sudah memudar.
Ada foto Kumala yang memeluk seorang anak perempuan yang berusia sekitar 5 tahun karena menggunakan seragam TK, lalu foto seorang gadis remaja menggunakan seragam SMP dan yang terakhir foto gadis yang sama namun dengan penampilan lebih dewasa. Foto yang terakhir itu dengan latar belakang danau. Entah mengapa hati kecil Naura mengatakan kalau gadis itu agak mirip dengannya.
"Itu anak saya." Kata Kumala sambil meletakan gelas berisi teh manis di atas meja.
"Dia sangat cantik."
Kumala mengangguk. "Dia meninggal di usia 20 tahun."
"Karena sakit?"
Kumala mengangguk.
Naura jadi kasihan mendengarnya. Ia pun mengalihkan pembicaraan ke topik yang lain. Kumala mengajak Naura untuk makan siang di rumahnya. Naura setuju karena ia memang sangat senang berbincang dengan Kumala. Sampai akhirnya Naura pulang ke rumah saat hari sudah menjelang sore.
Ketika ia sudah sampai di depan rumah, Naura terkejut melihat mobil Wisnu dan kedua istrinya sudah terparkir di garasi. Ia pun memilih ikut pintu belakang agar bisa langsung ke dapur.
"Non, dari mana saja? Bibi menelepon tapi ponsel non nggak aktif." Sambut Aisa dengan wajah khawatir.
Naura mengambil ponselnya dari dalam tas selempang kecil yang ia bawa. "Baterainya habis. Aku lupa memeriksanya karena keasyikan menari dengan ibu Kumala."
Aisa terkejut. "Non ketemu Kumala?"
"Iya. Aku sudah beberapa hari ini selalu ketemu bibi Kumala. Aku suka padanya karena ia sangat pintar menari."
Aisa tersenyum. "Alhamdulillah."
"Maksudnya apa, bi?"
"Maksud bibi Alhamdulillah kalau non nggak kemana-mana. Oh ya juragan menanyakan non sejak ia datang tadi. Beliau sepertinya kesal karena ponsel non nggak bisa dihubungi saat jam makan siang."
"Memangnya jam berapa mereka tiba?"
"Sekitar jam 9 pagi."
Naura hanya mengangkat bahunya saja sambil tersenyum. Ia merasa tak bersalah jika mereka tiba dan dia sedang tak berada di rumah.
"Juragan sekarang di mana?"
"Kayaknya pergi dengan tuan Gading. Mau mengecek proyek dan hasil panen buah. Mungkin sebentar lagi akan pulang."
"Aku ke villa dulu ya, bi. Mau mandi dan tidur. Capek soalnya." Pamit Naura lalu segera keluar lewat pintu belakang lagi menuju ke villa. Ia mandi lalu akhirnya tidur sore dengan begitu lelapnya sampai tak menyadari kalau Wisnu datang ke villa satu jam kemudian.
Saat melihat Naura yang nampak terlelap, Wisnu jadi tersenyum. Entah mengapa ia begitu senang melihat Naura. Ingin rasanya ia memeluk dan mencium istri ketiganya itu. Namun ia tak ingin menganggu Naura. Makanya ia pun memutuskan untuk kembali ke rumah utama karena Lisa sudah menunggunya untuk nonton TV bersama.
*********
Waktu makan malam pun tiba. Naura sebenarnya sudah ada di dapur sejak pukul setengah tujuh. Namun ia malas untuk bergabung dengan mereka yang sedang duduk di ruang keluarga. Sesekali terdengar suara tawa Lisa dan juga Regina.
"Nyonya, saya sudah selesai mengatur meja makan. Ayolah bergabung dengan yang lain di meja makan." Kata Saima.
Naura yang sementara menikmati buah pisang pun mengangguk dan langsung melangkah ke ruang makan.
"Hallo bunda Naura!" Lisa langsung menyambutnya sambil melambaikan tangannya.
"Hallo cantik. Selamat malam semuanya." Naura memberi salam. Ia hanya menatap sekilas ke arah Wisnu dan istri-istri yang lain dan memilih duduk di dekat Lisa.
Makan malam keluarga pun berlangsung seperti biasa. Naura dapat merasakan kalau Wisnu sering menatapnya. Malam ini Wisnu tak banyak bicara. Ia bahkan menyelesaikan makannya dengan cepat.
"Mas, sudah selesai?" tanya Regina.
"Iya. Aku agak capek hari ini. Bawakan saja kopi ke ruang kerjaku karena aku ingin berbicara dengan Gading di sana." Kata Wisnu lalu segera meninggalkan ruang makan.
"Baik, mas." Ujar Regina. Ia pun menyelesaikan makannya, dan segera menuju ke dapur. Indira juga melakukan hal yang sama. Meninggalkan Naura dan Lisa di meja makan.
"Bunda Naura, kemana saja tadi siang? Aku ingin menunjukan kelinci yang dibeli oleh ayah di kota untukku. Kata ayah, bunda sangat suka dengan kelinci. Sayangnya, ibu dan bunda Indira sama sekali tak suka kelinci." ujar Lisa.
Naura tersenyum mendengar perkataan Lisa. Ia ingat bagaimana ia jatuh karena mengejar kelinci beberapa minggu yang lalu.
"Bunda memang suka dengan kelinci. Nanti besok bunda akan lihat kelinci nya. Ada berapa banyak kelincinya?"
"Dua."
"Kita akan memberinya makan pagi bersama. Sekarang bunda ke villa dulu ya?"
Lisa mengangguk. Ia senang karena Naura suka kelinci seperti dirinya. Ia merasa memiliki teman.
Langkah Naura terasa ringan saat ia berjalan menuju ke villa. Ia bahkan sedikit bersenandung sambil menatap bulan purnama yang bersinar indah. Ia bahkan memilih duduk selama hampir 1 jam di teras villa sampai akhirnya ia masuk karena sudah mengantuk. Naura tak menutup pintunya karena ia tahu bi Aisa akan datang seperti biasa untuk menemaninya.
Menjelang tengah malam, Naura dikejutkan oleh pelukan hangat yang melingkar di pinggangnya. Saat ia mencium bau minyak wangi itu, Naura segera bangun dan menyalahkan lampu kamar.
"Juragan? Apa yang kamu lakukan di sini. Ini kan masih gilirannya mba Regina."
Wisnu tersenyum manis. Ia ikut bangun dan duduk berhadapan dengan Naura.
"Kau salah menghitungnya. Ini adalah malam bebas ku sebelum tiba giliran Indira."
Jantung Naura berdebar menerima tatapan Wisnu yang menggoda.
"Seharusnya juragan tidur di kamar juragan sendiri."
Wisnu mendekat. "Aku bebas mau tidur di mana saja selama dua malam ini. Dan aku ingin di sini bersamamu."
"Kenapa?" tanya Naura sambil mundur namun punggungnya langsung menyentuh sandaran ranjang. Ia tak bisa bergerak lagi dan Wisnu semakin merangkak mendekat padanya.
"Rindu, mungkin."
Naura terkekeh. "Juragan kan sedang menikmati kebersamaan dengan mba Regina. Kenapa harus rindu denganku?"
"Kau cemburu?"
Tawa Naura terdengar. "In your dream."
Senyum di bibir Wisnu semakin mengembang. Ia kini berada sangat dekat dengan Naura. Tangannya membelai wajah Naura. "Apa saja yang kau lakukan saat aku tak ada?"
"Jalan-jalan di sekitar danau dan perkampungan. Memangnya aku harus kemana lagi di sini?"
"Para pekerja mengatakan kalau kamu ikut bekerja bersama mereka. Main sepak bola dengan anak-anak dan makan bersama mereka di kebun. Benar begitu?"
Naura mengangguk dengan jantung yang berdebar karena ibu jari Wisnu membelai bibirnya dengan sangat lembut.
"Besok, aku akan membawamu ke suatu tempat. Oh ya, kenapa ponselmu tadi nggak aktif?"
"Aku lupa memeriksa baterainya."
"Kalau begitu kau harus di hukum." Kata Wisnu lalu mengecup bibir Naura.
"Hu...hukum?"
"Karena sudah tak mematuhi perintahku yang memintamu untuk selalu mengaktifkan ponselmu." Kata Wisnu sambil menempelkan dahinya ke dahi Naura. Ia memejamkan matanya. Seolah menikmati keintiman ini. Hidung mancung mereka saling bersentuhan. Naura dapat mencium bau mint dari kehangatan napas Wisnu yang menyentuh kulit wajahnya.
Lalu setelah itu, Wisnu perlahan mencium dahi Naura, turun ke kedua kelopak matanya dan akhirnya berhenti di bibir Naura yang seolah sudah menunggunya untuk disentuh.
Naura tak munafik kali ini dengan pura-pura menolak ciuman Wisnu. Ia menyambutnya dengan jantung yang berdetak semakin cepat. Ia bahkan melingkarkan tangannya di leher Wisnu dan memperdalam ciuman diantara mereka.
"Juragan, apakah hukumannya harus seperti ini?" tanya Naura saat ciuman mereka terlepas karena butuh oksigen untuk mengisi paru-paru keduanya.
Wisnu kembali tersenyum. "Aku suka menghukumnya dengan cara seperti ini. Dan aku yakin kau juga suka." Kata Wisnu dengan suara yang parau dan tanpa menunggu Naura membalas ucapannya, ia langsung mencium Naura kembali sambil tangannya menarik turun tali gaun tidur Naura.
*********
Di dalam kamarnya, Regina mengepalkan tangannya dengan kesal. Ia melihat sendiri, Wisnu yang sudah selesai berbicara dengan Gading langsung keluar lewat pintu samping menuju ke villa.
Ia memang sangat mencintai Bima waktu dulu. Bahkan ia rela menyerahkan kesuciannya pada Bima dan membuatnya hamil. Wisnu menikahinya dan menyelamatkan nama baiknya dan keluarganya. Seiring dengan berjalannya waktu, Regina merasa jatuh cinta pada Wisnu. Apalagi wajah Wisnu lebih tampan dari Bima. Regina bahkan berani melakukan cara licik untuk bisa bercinta dengan Wisnu yakni memberikan obat perangsang pada jus yang Wisnu minum. Dan sekalipun Wisnu bercinta dengan nya sambil menyebutkan nama Dina, Regina tak perduli. Karena Wisnu lelaki perkasa yang mampu memberikan kepuasan baginya saat bercinta. Kehadiran Indira tak dirasakan sebagai sebuah ancaman bagi Regina karena Wisnu juga bersikap dingin pada Indira. Namun berbeda saat Wisnu menikahi Naura. Regina takut kalau Wisnu akan jatuh cinta pada Naura.
*Aku adalah istri pertama. Aku akan menguasai Naura sebagaimana aku menguasai Indira.
***********..
Persaingan antar istri di mulai Guys....
Apa rencana Regina untuk menyingkirkan Naura*???
baru lapak emak n bapaknya