Mengkisahkan Miko yang terjebak lingkaran setan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Romi Bangun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PUTARAN
Layar ponsel menyala terang di kamar yang masih setengah gelap. Jam dinding menunjuk pukul sembilan lewat sedikit. Libur, sunyi, dan terlalu banyak waktu kosong.
Aku menatap layar. Game itu terbuka. Musik pembuka terdengar ramah. Terlalu ramah untuk sesuatu yang pernah menghancurkan hidupku.
"Seratus doang," gumamku.
"Cuma buat ngilangin bosen."
Saldo tertera jelas, seratus ribu. Angka kecil. Aman.
Spin pertama ku tekan dengan santai. Tak ada ekspektasi. Bahkan aku bersandar ke tembok, rokok di tangan kiri, ponsel di tangan kanan.
Cling
Cling
Kalah.
"Ya wajar," ucapku pelan. Tak ada emosi. Justru ada rasa lega. Seakan kekhawatiran tadi berlebihan.
Spin lagi.
Masih kalah.
Saldo turun perlahan. Delapan puluh. Tujuh puluh lima. Tujuh puluh.
"Aman," ulangku lagi. Kata itu mulai terasa seperti mantra. Lalu, tanpa peringatan...
Spin memecahkan barisan simbol keemasan.
Sayangnya taruhan terlalu kecil. Hasilnya tidak besar. Dua puluh ribu. Tapi cukup untuk membuat tubuhku condong ke depan.
Fokus penuh. Rokok dibiarkan mati di asbak.
"Nah… gini dong."
Spin berikutnya menang lagi. Kecil. Tapi beruntun.
Saldo naik ke seratus dua puluh.
Aku tersenyum. Bukan senyum lebar, lebih ke senyum puas, artinya keputusanku benar.
"Tuh kan. Emang feeling gue lagi oke."
Faktanya, feeling selalu terasa paling meyakinkan tepat sebelum kita jatuh.
Saldo naik ke seratus lima puluh.
Lalu turun lagi.
Naik sedikit.
Turun lebih banyak.
Detik demi detik berlalu tanpa terasa. Jam sepuluh lewat. Musik game kini terdengar seperti denyut jantungku sendiri.
"Tarik nggak ya…" bisikku.
Jari berhenti sebentar di layar. Untuk sesaat, akal sehat muncul. Tapi suara lain lebih cepat menyusul.
"Ah, bentar lagi. Masa segini ditarik."
Spin lagi.
Kalah.
Spin lagi.
Kalah.
Saldo turun ke delapan puluh.
Dadaku mulai terasa panas. Bukan marah, hanya tidak terima. Seperti ada sesuatu yang harus dikembalikan, padahal itu bukan milikku sejak awal.
"Barusan juga naik…" gumamku.
"Harusnya bisa balik."
Tanganku refleks membuka menu deposit. Aku terdiam. Saldo rekening masih cukup. Empat ratus ribu tersisa. Untuk kuota. Listrik. Hidup.
Aku mengunci layar ponsel. Berdiri. Mondar-mandir di kamar sempit itu.
"Stop," kataku keras pada diri sendiri.
"Ini udah cukup." aku duduk lagi.
Ku ambil ponsel. Membukanya kembali.
Deposit Rp200.000 via QRIS telah berhasil
"Biar genap sekalian," aku beralasan.
"Sisa dua ratus, masih aman banget."
Dadaku terasa ringan sekaligus berat. Campur aduk. Sensasi yang terlalu familiar.
"Sekali ini aja," janjiku. "Setelah itu beneran stop."
Spin ku tekan. Suara putarannya menenangkan sekaligus menegangkan.
Kalah lagi. Saldo turun cepat. Lebih cepat dari sebelumnya. Tak ada jeda. Tak ada kemenangan kecil.
Keringat muncul di pelipis. Nafas mulai dangkal, "Bangke…"
Aku menaikkan taruhan. Sedikit.
"Giliran main kecil malah habis, kemarin main gede ancur."
Spin.
Sunyi.
Spin lagi.
Sunyi.
Saldo tinggal seratus.
Tanganku gemetar tipis. Aku sadar, tapi terlambat. Kesadaran ini bukan peringatan, melainkan penonton.
"Gue cuma pengen balik ke posisi awal," kataku lirih.
"Abis itu berhenti."
Kata-kata itu terdengar familiar. Terlalu familiar.
Spin terakhir. Layar berhenti. Simbol merah pecah selayar, bet dua ribu.
Menang besar Rp423.900
Tombol kembali ku tekan. Layar ku gulir mencari menu withdraw. Saldo empat ratus ku amankan.
Ponsel terjatuh ke kasur. Aku menatap langit-langit kamar. Nafas panjang keluar dari mulut.
Sunyi.
Tak ada teriakan. Tak ada perayaan.
Hanya satu pikiran yang pelan, tapi berat, "Baru gajian… dan gue udah mulai lagi."
Di luar, suara motor lewat. Kehidupan berjalan normal. Hanya aku yang diam di tempat yang sama.