Selama tiga tahun menikah, Elena mencintai suaminya sepenuh hati, bahkan ketika dunia menuduhnya mandul.
Namun cinta tak cukup bagi seorang pria yang haus akan "keturunan".
Tanpa sepengetahuannya, suaminya diam-diam tidur dengan wanita lain dan berkata akan menikahinya tanpa mau menceraikan Elena.
Tapi takdir membawanya bertemu dengan Hans Morelli, seorang duda, CEO dengan satu anak laki-laki. Pertemuan yang seharusnya singkat, berubah menjadi titik balik hidup Elena. ketika bocah kecil itu memanggil Elena dengan sebutan;
"Mama."
Mampukah Elena lari dari suaminya dan menemukan takdir baru sebagai seorang ibu yang tidak bisa ia dapatkan saat bersama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18. BUTIK DAN PEREMPUAN MURAHAN
Butik 'Maison Aurelle' sore itu tampak lebih ramai dari biasanya. Cahaya lampu kristal yang jatuh dari langit-langit membuat seluruh ruangan berkilau, dan setiap sudut butik dipenuhi rak, gaun-gaun desainer berwarna pastel, manekin berbalut satin, serta kaca besar yang memantulkan ruangan megah itu.
Di tengah kemewahan itu, Elena masuk dengan langkah anggun.
Tepat di sampingnya, Theo menggenggam tangan Elena sambil matanya berbinar penuh semangat, seakan butik itu adalah taman bermain penuh harta karun.
"Mama, Theo boleh pilih sendiri bajunya?" tanya Theo dengan nada super excited.
Elena tersenyum sambil merapikan rambut Theo. "Tentu saja boleh, Baby. Kita cari yang paling tampan untuk makan malam nanti, hm?"
Theo mengangguk cepat, pipinya merona.
"Aku mau yang buat Papa kaget lihat aku tampan!"
Elena terkekeh kecil. "Papa memang selalu kaget lihat dirimu, Theo. Theo kan selalu tampan setiap hari."
Theo semakin berbinar, lalu menarik tangan Elena menuju deretan jas anak-anak. Seorang pegawai butik langsung menghampiri mereka dengan ramah.
"Selamat datang, Miss Elena. Kami sudah menyiapkan beberapa pilihan gaun sesuai permintaan Anda kemarin," sapa sang pegawai yang sudah mengenal Elena, ramah.
"Terima kasih," jawab Elena lembut.
Tatapan Elena menyapu butik dengan ketenangan yang begitu natural, meski sebenarnya jantungnya berdebar. Malam itu akan jadi pertemuan keluarga pertama antara dirinya, Hans, keluarga Morelli, dan orang Alvarez. Pertemuan resmi mengenai pertunangan.
Dan Elena entah kenapa ingin tampil sempurna.
Elena ingin berdiri tegak. Ia ingin menunjukkan harga dirinya yang pernah diinjak, kini kembali berdiri, bahkan lebih tinggi.
Theo sudah menempel pada Elena seperti lem sejak mereka tiba. Anak itu benar-benar membuat suasana hati Elena lembut setiap kali melihatnya. Hans tidak berlebihan jika selalu bilang bahwa Theo sangat memilih orang. Nyatanya, Theo bahkan lebih nyaman dengan Elena dari pada siapa pun sebelumnya.
"Mama! Lihat ini!" Theo mengangkat jas kecil berwarna navy. "Keren, ‘kan?"
"Coba dulu, Sayang. Kita lihat muat atau tidak," kata Elena.
Theo mengangguk dan langsung digiring pegawai butik ke ruang fitting kecil yang berada tidak jauh dari tempat Elena berdiri. Pegawai itu sangat ramah, dan Theo, yang biasanya pemalu, langsung nurut.
Elena mengambil napas panjang, mulai menelusuri deretan gaun malam mewah. Matanya berhenti pada gaun hitam dengan potongan mermaid yang elegan, penuh beads halus yang berkilau di bawah cahaya.
"Gaun ini luar biasa," gumam Elena pelan.
Pegawai butik mengangguk penuh bangga.
"Itu salah satu koleksi terbaru kami, Miss. Dan menurut saya, itu akan sangat cocok untuk Anda. Wanita seperti Anda ... hanya butuh satu gaun untuk membuat semua orang tidak bisa mengalihkan pandangan."
Elena tersenyum kecil, sebuah senyum yang jarang ia tunjukkan, tapi keluar secara natural hari itu.
Ia hampir menyentuh kain gaun itu ketika suara pintu butik terbuka.
Suara klak-tok-klak- tok langkah sepatu hak tinggi terdengar mencolok.
Beberapa pegawai butik saling menoleh.
Wajah mereka berubah.
Sebagian tampak canggung.
Sebagian lagi langsung gelisah.
Karena tidak ada satu pun orang di kota ini yang tidak mengenal wajah itu.
Jessy.
Selingkuhan Raven Wattson, mantan suami Elena.
Wanita yang membuat rumah tangga Elena hancur, wanita yang selama ini dielu-elukan media sebagai 'wanita muda yang lugu', padahal kenyataannya jelas berbanding terbalik.
Pegawai butik tercekat, berusaha tersenyum sopan. Tapi Elena melihat jelas kegugupan mereka. Mereka tahu siapa Elena, mereka tahu siapa Jessy. Dan mereka tahu skandal besar yang melibatkan keluarga Wattson tidak akan pernah bisa dilupakan publik kota.
Elena menatap ke arah pintu. Sekali. Singkat. Lalu mengalihkan pandangan seolah Jessy sama sekali tidak penting.
Seperti melihat sampah di sudut ruangan, cukup diabaikan.
Elena kembali melihat gaun.
Pegawai butik terlihat lega sejenak karena Elena tidak menunjukkan reaksi dramatis.
Namun Jessy ... tentu saja tidak akan diam.
Wanita itu berjalan mendekat dengan sepatu hak mengklik lantai butik dan bibirnya miring sinis.
"Elena?" Jessy menyebut namanya setengah mengejek. "Oh wow, aku kaget sekali kau bisa masuk tempat mahal seperti ini setelah bercerai."
Elena mengabaikan. Ia masih menilai gaun.
Jessy mendekat lebih jauh.
"Oh, kau dengar, kan? Atau kau lagi pura-pura tuli?" provokasi Jessy.
Pegawai butik mulai panik.
"Maaf, Miss-"
Jessy mengangkat tangan, menyuruh pegawai itu diam.
"Aku cuma ingin menyapa. 'Kan wajar. Aku cuma mau tanya ... kau sibuk ngincar pria kaya baru lagi? Soalnya baru cerai dari Raven, kau sudah menempeli Hans Morelli. Tidak buang waktu ya, Elena?" ujar Jessy penuh sarkas.
Beberapa pelanggan yang ada di butik mulai berbisik-bisik.
Elena menarik napas halus. Ia tetap tidak menoleh.
Jessy menegang, terprovokasi oleh ketenangan Elena.
"Lucu ya," lanjut Jessy sambil menyeringai, "kau bilang aku murahan. Padahal kau? Baru selesai tanda tangan perceraian sudah cari duit dari pria kaya lain. Pantas saja Raven selingkuh. Kau cuma ... numpang hidup."
Pegawai mulai bergerak cemas.
"Miss Jessy, tolong-"
Elena menundukkan kepala sedikit, memerhatikan detail gaun.
Sebatunya ketenangan.
Hening di antara mereka.
Jessy semakin marah karena Elena tidak bereaksi.
"Hey! Aku bicara denganmu!" seru Jessy.
Elena akhirnya menoleh.
Tatapannya tenang.
Dingin.
Tak tergoyahkan.
Dan itu membuat Jessy refleks mundur sepersekian detik, tapi ia cepat menutupi kegugupannya.
"Elena! Ugh! Kau-"
Elena mengangkat tangan kecil, memanggil seorang pegawai. "Bisakah Anda bantu saya sebentar?" suaranya lembut.
Pegawai itu langsung menghampiri.
"Tentu, Miss Elena, apa ada yang bisa saya bantu?"
"Bisa tolong bawa Theo ke ruang staff? Katakan padanya saya minta tolong diambilkan cookies yang disiapkan butik untuk pelanggan. Saya tidak ingin dia mendengar percakapan orang dewasa," pinta Elena.
Pegawai itu, yang sudah memahami situasinya, langsung mengangguk mantap.
"Tentu, Miss. Saya akan bawa Theo sekarang."
Pegawai itu menuju ruang fitting, memanggil Theo, lalu membawanya pergi dengan ramah. Theo tampak bingung, tapi Elena tersenyum kecil dan melambaikan tangan.
"Ayo bantu Aunty ambil cookies untuk Mama Elena," kata pegawai itu.
"Oke!" jawab Theo polos.
Pintu ruang staff tertutup.
Suasana berubah drastis.
Elena berbalik perlahan, langkahnya pelan ... namun setiap langkah membawa aura mengerikan yang membuat Jessy tanpa sadar memegang lengan sendiri.
Elena berhenti tepat di depan Jessy.
Dua jengkal.
Tatapannya tajam.
Intimidatif.
Jessy menarik napas kecil.
"A-apa lagi?" suaranya terdengar tidak segarang sebelumnya.
Elena mendekat sedikit hingga Jessy terpaksa menengadah.
"Jessy," suara Elena rendah, lembut, tapi menusuk, "aku tahu siapa dirimu sebenarnya. Aku tahu apa yang kau lakukan. Dan aku tahu lebih banyak dari yang kau kira."
Jessy memaksakan senyum sinis. "Kau hanya menggertak, Elena."
Elena tidak senyum. "Mau aku sebutkan satu per satu? Dari awal kau kejar Raven, sampai bagaimana kau memanipulasi situasi seolah kau dikenalkan oleh ibu Raven padahal kau sudah mengincar Raven sejak lama. Atau mau aku bawa semuanya ke publik? Terutama hal yang bahkan Raven pun tidak tahu."
Jessy mengepal tangan. "Kau ... kau tidak bisa apa-apa tanpa Raven!"
Elena tiba-tiba tertawa.
Tertawa kecil.
Namun tawanya tidak menyenangkan.
Tawa yang membuat Jessy merinding.
"Kau pikir aku tidak bisa apa-apa?" Elena mendekat, lalu meraih dagu Jessy dengan satu tangan. "Darling, apa yang aku tahu tentangmu ... bisa menghancurkanmu sekarang, dan di masa depan."
Jessy menepis tangan Elena dengan kasar.
"Kau sok hebat! Kau hanya wanita mandul, Elena! Mandul! Raven berhak dapat perempuan lain karena kau bahkan tidak bisa memberi dia anak!"
Pegawai butik membeku.
Seluruh butik terdiam. Ini sudah diluar batas mereka mendengarkan.
Jessy terlihat sangat percaya diri bahwa kata itu akan menghancurkan Elena.
Namun Elena ...
Elena malah tersenyum.
Senyum lembut ... tapi menyeramkan.
"Kau pikir itu menghinaku?" Elena mengangkat alis, ekspresinya seolah menonton badut. "Jessy ... kau benar-benar bodoh. Sepertinya kau tidak tahu apa pun tentang Elena Alvarez."
Jessy membeku.
Pegawai menahan napas.
"Seharusnya kau diam," Elena menatapnya tajam, "karena semakin banyak yang kau ucapkan hari ini ... semakin cepat kau menghancurkan masa depanmu sendiri."
"Omong kosong!" Jessy mulai panik sekaligus marah. "Aku tidak takut padamu!"
"Oh, ya?" Elena menatap pegawai butik. "Tolong panggilkan manajer butik."
Pegawai langsung berlari kecil.
Jessy memicingkan mata. "Kamu mau apa?"
Elena tidak menjawab.
Manajer datang tergesa-gesa. Ia mendelik tak suka ke arah Jessy yang membuat keributan sejak tadi.
"Miss Elena, ada yang bisa kami bantu?" tanya sang manajer.
Elena menatap langsung. "Ya. Hari ini, aku ingin menyewa butik ini seharian atas nama keluarga Alvarez. Hanya untuk aku dan Theo."
Manajer langsung menegang.
Pegawai saling pandang dengan mata membesar.
Semua orang di kota tahu keluarga besar Elena, Alvarez adalah pewaris tunggal keluarga konglomerat lama yang bahkan lebih tua pengaruhnya dari keluarga Wattson.
Dan Elena adalah pelanggan nomor satu butik itu sejak bertahun-tahun lalu.
Elena melanjutkan, suaranya tetap tenang.
"Dan aku ingin kalian tidak pernah lagi mengizinkan Jessy menginjakkan kaki di butik ini. Kalau perlu, aku beli seluruh butik ini sekarang juga. Biarkan pelanggan lain tetap menikmati waktunya di sini kecuali wanita itu."
Jessy terbelalak. "Kau gila?! Kau tidak boleh-"
Manajer langsung membungkuk dalam-dalam. "Perintah Anda akan kami laksanakan, Miss Elena."
Pegawai lainnya segera bergerak.
Beberapa mendekati Jessy.
"Maaf, Miss Jessy, Anda harus keluar sekarang," kata sang pegawai.
"APA?!" Jessy mengamuk. "KALIAN TIDAK BISA MENGUSIR AKU! AKU ISTRI RAVEN WATTSON!"
Pegawai tetap profesional. "Kami minta maaf, tapi sesuai instruksi pelanggan prioritas kamI-"
Elena berdiri tegak, menatap Jessy dengan dingin. "Ini kekuatan dari Alvarez, Jessy. Aku tidak butuh Raven untuk membuat satu perintah mutlak seperti ini."
"Awas kau Elena, kau akan membalas ini!" seru Jessy.
Seluruh butik kini berpihak padanya.
Dua pegawai memersilakan Jessy keluar.
Jessy meronta marah, menghentak kaki, mencaci Elena dengan kata-kata kasar, namun tak ada yang menanggapi.
Karena kuasa Elena jauh lebih besar dari yang Jessy bayangkan.
Pintu butik tertutup keras ketika Jessy diusir keluar.
Hening.
Hanya ada napas lega dari pegawai-pegawai butik.
Beberapa pelanggan menatap Elena dengan kagum.
Pelan-pelan, suasana kembali normal.
Pegawai butik yang membawa Theo kembali masuk sambil membawa sepiring cookies cantik.
"Mama?!" Theo berlari kecil menuju Elena. "Ini cookies-nya! Enak kata Aunty!"
Elena langsung tersenyum lembut, senyum hangat yang kontras dengan aura dingin barusan.
"Terima kasih, Sayang."
Theo mengangkat cookies ke arah Elena.
"Mau yang choco chips?"
"Tentu," Elena mengambil satu.
Pegawai menatap Elena penuh hormat.
Manajer membungkuk lagi. "Miss Elena, semuanya sudah aman. Terima kasih sudah mempercayakan butik kami."
Elena tersenyum tipis. "Terima kasih juga. Maaf untuk keributan barusan. Sekarang, mari kita lanjutkan memilih gaun."
Elena kembali ke deretan gaun, mengangkat gaun mermaid hitam yang tadi ia lirik.
Masuk ke ruang fitting sambil menggandeng Theo.
Seolah tidak terjadi apa-apa.
Namun seluruh butik tahu ...
Hari itu mereka melihat sisi Elena yang sesungguhnya.
Wanita yang pantas diinjak.
Wanita yang tidak akan diam.
Wanita yang tahu kekuatannya.
Wanita yang siap melangkah menuju masa depan baru, bersama Hans dan Theo.
Dan Jessy?
Hari itu ia baru menyadari bahwa ia memilih orang yang salah untuk dilawan. Namun bukan Jessy namanya kalau ia tidak memanfaatkan hal itu untuk mengadu pada Raven saat ini. Tentu saja dengan memutar balikkan fakta.
masih penasaran sm mlm pertama mereka berdua, othor nih bikin penasaran aja deh 😁
kalau Elena gak mandul, semoga yg mandul Raven dan ternyata Jessy hamil dgn pria lain, pasti aku akan bersorak kegirangan 🤣
selamat atas pernikahan Hans dgn Elena dan selamat untuk Theo akhirnya Elena jadi Mama nya beneran 😍