Dipisahkan dengan saudara kembar' selama 8 tahun begitu berat untukku, biasanya kami bersama tapi harus berpisah karena Ibu selingkuh, dia pergi dengan laki-laki kaya dan membawa Nadira saja, sedangkan aku ditinggalkan dengan Ayah begitu saja.
Namun saat kami akan bertemu aku malah mendapatkan sesuatu yang menyakitkan Nadira mati, dia sudah tak bernyawa, aku dituntun oleh sosok yang begitu menyerupai Nadira, awalnya aku kira dia adalah Nadira yang menemuiku tapi ternyata itu hanya arwah yang menunjukan dimana keberadaan Nadira.
Keadaannya begitu mengenaskan darah dimana-mana, aku hancur sangat hancur sekali, akan aku balas orang yang telah melakukan ini pada saudaraku, akan aku habisi orang itu, lihat saja aku tak akan main-main untuk menghabisi siapa saja yang telah melakukan ini pada saudaraku. Belahan jiwaku telah hilang untuk selamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn dewi88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapakah mereka
"Tubuh Nadira sudah di otopsi dia mendapatkan sebuah kekerasan dan juga pemerkosaan, ada sperma juga yang tertinggal dan bukan hanya satu Nadia, Ayah tak tahu kenapa mereka melakukan itu pada Nadira, apa salah putri Ayah sampai mereka memperlakukan Nadira seperti itu, Ayah begitu menyesal tak membawanya saat itu, kenapa Ayah dahulu tak menculik Nadira saja dari Ibumu. Mungkin semuanya tak akan seperti ini, kejadiannya tak akan seperti ini Nadira pasti akan bahagia bersama kita"
Nadia menghampiri Ayahnya memeluknya dengan erat, air mata Ayahnya tak bisa di bendung lagi air matanya sudah tak karuan, anaknya yang selama ini dirinya perjuangkan malah meninggal dengan begitu tragis. Nadia yang memang sudah tahu dari petunjuk-petunjuk Nadira hanya bisa diam dan menenangkan Ayahnya.
"Sekarang Nadira sudah dimakamkan Nadia, Ayah tak mau menahannya lebih lama, Nadira harus tenang"
Nadia melepaskan pelukannya "Nadira tak akan pernah tenang sebelum semuanya ketahuan Ayah, aku pulang dulu sepertinya akan ada kejutan baru aku tak sabar untuk melihatnya"
Nadia mengambil tasnya dan berpamitan pada Ayahnya, pasti akan ada DNA ketiga orang itu, Nadia harus segera bersiap-siap untuk menghadapi mereka bertiga, mereka adalah kunci dari semua masalah yang ada, Nadia harus tahu siapa orang yang telah memerintahkan mereka.
Saat sampai rumah Nadia tak kaget lagi sudah banyak mobil dan Ibunya sedang menangis dengan histeris mendengar suaminya mati dibunuh dan di apartemen nya, tubuhnya begitu mengenaskan banyak lilin ditubuhnya dan juga tusukan juga.
Siska apalagi dia paling histeris ya tak terima Ayahnya meninggal, Adrian juga yang baru pulang dari rumah sakit alangkah terkejutnya menangis dengan histeris, lalu apakah dirinya sekarang harus bersandiwara menangis juga? Emm boleh, agar semuanya terlihat bukan dirinya pelakunya.
Nadia berlari kearah Ibunya dengan air mata yang tak bisa dibendung "Ada apa Bu kenapa banyak orang"
Ibunya sama sekali tak menjawab malah mendorong Nadia, dengan sengaja Nadia menjatuhkan tubuhnya sampai tersungkur, orang orang yang ada disana tentu saja kaget dan media media langsung memotret kejadian itu.
"AW sakit, kenapa Bu kamu selalu menyakiti aku, aku hanya ingin tahu apa yang terjadi, apa ada yang terjadi dengan Om Rahman sampai Ibu, Siska dan Kak Adrian menangis seperti ini"
"Diam kamu anak sialan, kamu itu tak dibutuhkan disini, pergi dari sini kamu hanya akan mengacaukan segalanya, kamu pasti tahu kan tentang kematian suamiku"
"Maksud Ibu apa, kenapa aku yang Ibu tuduh, bahkan aku baru saja pulang bekerja, bukannya Ibu tak mau membiayai aku"
Wulan yang mendengarnya tentu saja makin geram, memukul Nadia didepan banyak orang, tentu saja Nadia hanya diam meringkuk untuk membuat citra Ibunya makin kacau dihadapan semua orang dan media.
"Stop Bu stop apa yang Ibu Wulan lakukan, ini putri Ibu bukan, Ibu bisa laporkan kalau begini" teriak seorang pria paruh baya membantu Nadia yang sedang disiksa.
Nadia menundukkan kepalanya, bahkan berpura pura tak berani menatap Ibunya itu "Sudah tak apa Pak, Ibu saya sedang sedih mungkin dia tak tahu harus melampiaskannya pada siapa selain pada saya anak yang tak pernah dia anggap, saya tak apa Pak, permisi"
Masih dengan menunduk Nadia segera berlari masuk kedalam kamarnya dan bernafas lega akhirnya sandiwaranya sudah berakhir juga. Kita lihat sebentar lagi kehancuran Ibunya.
Sedangkan pria paruh baya tadi menatap Wulan dengan tajam "Anda begitu tega pada putrimu sendiri, saya tak habis pikir perempuan yang terlihat baik ternyata tidak sebaik itu"
Wulan kaget dan mencoba mengejar pria paruh baya baya itu, namun sayang tak terkejar, sekarang tatapan Wulan beralih pada pelayat dan beberapa media, tatapan mereka pada Wulan begitu menakutkan, tatapan marah dan jijik ditujukan pad Wulan. Wulan yang tak mau hancur menunduk dan akan mendekati anak tirinya.
"Dasar Ibu durhaka, anak sendiri suruh kerja, untuk apa tinggal dirumah besar seperti ini tapi masih harus mandiri apalagi dia masih sekolah" celetuk salah satu perempuan yang ada disana.
"Benar dasar menjijikan sekali, seharusnya menikah dengan orang kaya dia bisa membuat putri bahagia ini malah sebaliknya" mereka segera pergi dari sana.
Media media juga sudah merekam itu dan akan menayangkannya, mereka juga mundur dan hanya beberapa yang masih ada disana.
Wajah Wulan sudah merah seperti tomat, anak itu benar benar pembawa sial, seharusnya dari dulu Wulan lenyapkan saja anak sialan itu, dia memang tak berhak hidup.
"Bu bagaimana Ayah, kalau Ayah tak ada bagaimana aku benar benar tak bisa hidup tanpa Ayah" cecar Siska "Aku tak mau kalau sampai nanti perusahaan Ayah tak terurus dan aku harus jatuh miskin aku tak mau, aku lebih baik ikut Ayah saja mati" teriak Siska.
Wulan memeluk anak tirinya dengan erat, menangis bersama sama saling menguatkan satu sama lain, Wulan juga sama tak siap ditinggalkan oleh suaminya.
"Kak Aldi kamu datang" Siska mendekati Aldi dan memeluknya dengan erat padahal Aldi juga sama sedang berduka, tapi dia mau datang tentu saja Siska begitu senang dan bahagia sekali.
"Nadira dimana"
"Kak, disini aku loh yang ditinggalin sama Ayahku kenapa Nadira yang Kakak tanyakan" ucap Siska dengan lemas.
Aldi melepaskan pelukan itu dan berjalan kearah dimana kamar Nadira berada, tentu saja Aldi tahu dimana tempatnya itu.
"Kak, temani aku" Siska menarik tangan Aldi.
"Sebentar"
Aldi berjalan dengan perlahan dan menemukan dimana kamar Nadira, saat dibuka dikunci tak biasanya dikunci seperti ini.
"Nad, kamu ada didalam kan" tak ada jawaban, kembali Aldi mengetuk pintu.
Terdengar suara langkah kaki, Nadia yang tahu itu Aldi tak membuka kunci pintunya sedang enak enak tidur malah diganggu.
"Ada apa"
"Kamu kenapa tak berada disana malah diam didalam kamar"
"Memangnya aku akan dianggap, tidak, lebih baik aku istirahat besok aku harus bekerja lagi, sudahlah jangan ganggu aku, temani saja Siska biasanya juga seperti itu"
"Kamu cemburu"
"Untuk apa aku cemburu tak ada kerjaan sekali, sudah lah aku mau tidur lagi"
"Nad buka pintunya Nad" tak ada jawaban, Aldi terus mengetuk-getuk pintu nya sampai tangannya sakit, namun hasilnya ya tidak ada "Nadira kalau kamu sampai tak membukanya kamu akan menyesal cepat buka pintunya Nadira" masih tak ada tanggapan.
Aldi yang kesal memukul pintunya dan segera pergi dari sana, sedangkan Nadia yang ada didalam kamar hanya bisa menghela nafas.
"Dia menganggu kamu lagi sayang"
Nadia menatap layar ponselnya dan tersenyum kearah kekasihnya "Ya begitulah dia ingin aku keluar, kalau misalnya aku tak keluar apa mereka akan curiga"
"Tak akan, semuanya bersih tak ada sidik jarimu yang tertinggal jangan takut aku pasti akan selalu ada disamping kamu, untuk kamu disana yang ada malah mengantuk yang terpenting tadi kamu sudah bersandiwara"
"Makasih ya, aku ga tahu kalau ga ada kamu apakah semuanya akan lancar"
"Sama sama tidurlah, kita masih harus menyelidiki semuanya, aku sudah mendapatkan siapa orang yang memiliki sperma itu"
"Benarkah, siapa"
"Tidurlah kita akan bahas besok"
"Baiklah"
Nadia hanya bisa menurut saja meskipun dia begitu penasaran siapa sebenarnya mereka, orang-orang jahat itu.