Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 MAMPIR KE TANAH MERAH
Suro mengejar Kliwon yang berjalan pergi terlebih dulu darinya.
"Kliwon, tunggu !" panggil Suro.
Kliwon tak mendengarkan panggilan Suro dan terus berjalan cepat.
"Kliwon, tunggu, demi gusti pangeran !" panggil Suro berusaha meraih pundak Kliwon.
"Apa, Suro ?" sahut Kliwon menoleh.
"Tunggu dulu, dengarkan dulu, won !" kata Suro terengah-engah.
"Apa yang harus mesti aku dengarkan, ro ?" tanya Kliwon sambil terus berjalan.
"Lah, kamu mau jadi mata-mata orang Inggris, apa sudah kamu pikirkan baik-baik resikonya, apa gak mati resikonya", sahut Suro.
"Lah, gimana lagi, kita butuh makan kalau gak gitu yak sama saja mati melarat, ro", kata Kliwon.
"Lah, tapi gak gitu-gitu amat, won !" timpal Suro.
"Gak gitu piye ? Lah, mati sudah jalannya, yak, bagaimana lagi, hanya bisa dungo, ro !" sahut Kliwon.
"Yang kita hadapi VOC, punya kekuasaan disini, apa mungkin kamu bisa mengerjakan pekerjaan tuan Inggris itu", timpal Suro.
"Lah, piye, nasibnya kita koyok ngene, mau apalagi, tinggal milih, mati dadi awu opo urip dadi menungso, ro !" sahut Kliwon acuh tak acuh.
"Yak, gak gini juga, mesti dipikirkan baik-baik saja kalau memilih pekerjaan, kembalikan saja uangnya, kita cari pekerjaan lain, won", kata Suro.
"Pekerjaan apa, ro ? Negeri bobrok kayak gini, yak cuma bisa dungo, wong pribumi nyambut ndamel dimana lagi kalau gak di kompeni, yok di cino, ro", kata Kliwon.
Kliwon terus melangkahkan kakinya tanpa peduli lagi akan bahaya yang akan dia hadapi di depan sana.
"Kita bisanya berharap punya negara yang makmur dan bersih, jadi tidak usah kerjo ke kompeni atau ke cino, tapi kita tidak punya pilihan, lag, kita hidup di alas, ro, apa yang bisa kita harapkan dinegeri bobrok ini", ucapnya.
"Yak, tapi tidak usah mengantarkan nyawa kita ke tangan kompeni, kabur saja, lah, spesialis kita lah lari, won", kata Suro.
"Ngawur ! Sama saja kita pengecut koyok kompeni, gak Suro, aku gak bakal mlayu, ta jalani urip iki lan pekerjaan iki, aku ta tobat, ro !" sahut Kliwon.
"Tobat bagaimana ?" tanya Suro. "Kita ini sudah dicap pencuri ulung yang pandai kabur, won !"
"Makanya aku terima pekerjaan dari tuan Inggris, biar hidup kita waras dari yang dulu, ro", sahut Kliwon.
Suro terdiam sesaat seperti berpikir serius namun kata-kata Kliwon, dia coba memikirkannya.
"Wes, paham, kalau sudah paham, yak, gak usah lari, kita jalani saja pekerjaan ini sampai rampung, malam ini kita ke markas kompeni", lanjut Kliwon.
"Modar... !" sahut Suro seraya garuk-garuk kepala.
"Wes, gak usah sambat, yang penting biso urip jelas, tiga kantung koin emas itu gak sedikit, banyak, kita bisa makan sepuasnya", kata Kliwon.
"Yak, kalau kita gak ketangkep, won", sahut Suro.
"Gundulmu ! Pikiran kok buruk, yo misal kita ketangkep, yo wes takdir kita, yen gak modar, yo iso mlayu, ro !" ucap Kliwon.
"Tanggung jawab, loh, kalau kita gak bisa kabur dan ketangkep," kata Suro.
"Tanggung jawab piye, lah, kita podo-podo ketangkepe, apane seng di tanggung jawabno, lah, sama-sama modar", kata Kliwon.
"Yak, kalau bisa, kita bagi tugas, kamu mengawasi dari dekat, dan tugasku mengawasi awakmu, piye", kata Suro.
"Gundulmu !" kata Kliwon.
"Ayo lah, won ! Ngalah sama aku !" sahut Suro merengek sambil bergelayut di lengan Kliwon.
"Ojo ngono, kon lak lanang, mosok wedi karo bedil, ro !" kata Kliwon.
"Walah, won... !" rengek Suro.
Tampak Suro berjalan menyeret sambil bergelayut pada lengan Kliwon yang terus berjalan cepat.
Kliwon dan Suro melanjutkan perjalanan mereka menuju markas besar gubernur Viscount Van Bekker, tapi sebelum mereka sampai disana, mereka berdua mampir ke rumah untuk menjenguk keluarga.
...***...
Tanah merah merupakan kediaman Kliwon dan Suro.
Seorang anak kecil berlari senang saat dia menyambut kedatangan mereka berdua.
Anak laki-laki itu berlarian kecil sambil melambaikan tangannya ke arah Kliwon dan Suro.
"Paman datang !" ucapnya riang.
Kliwon langsung tersenyum lembut pada bocah kecil itu sembari berjongkok cepat, dengan kedua tangan terentang ke samping seolah-olah hendak memeluk.
"Paman datang, bu !" teriaknya kencang.
Senyum lebar merekah dari bibir Kliwon dan pandangannya sangat teduh.
"Yok opo kabare, le ?" sapa Kliwon.
"Paman lama sekali, Tole bingung kok paman gak datang-datang, ibu sempat cemas l", kata Tole.
"Ya, paman masih ada urusan penting", sahut Kliwon.
"Tole senang paman pulang, kita bisa main layang-layang lagi", kata Tole.
"Tapi paman tidak bisa main layang-layang lagi sama Tole karena paman harus pergi sekarang", sahut Kliwon.
"Kemana ?" tanya Tole, dengan wajah polosnya.
"Ke tempat jauh, Le !" sahut Kliwon dengan tatapan menerawang jauh.
Ekpresi wajah Tole berubah murung, dia menunduk sedih setelah mendengar kata-kata pamannya yang akan pergi jauh.
Tole terdiam, tawanya yang tadi ceria berubah suram.
"Jangan cemberut, tidak baik, doakan paman bisa cepat pulang", kata Kliwon.
Tole masih memasang wajah sedih sehingga Kliwon mencoba menghibur Tole seraya menggendong tubuh ringkih bocah kecil itu.
"Ayo, kita cari ibumu !" kata Kliwon.
Tole hanya tersenyum samar, kesedihannya tidak dapat dia sembunyikan karena pamannya akan pergi jauh darinya.
"Lah, kok murung, paman nanti kepikiran Tole kalau Tole sedih", kata Kliwon mencoba membujuk Tole.
"Pamanmu akan segera pulang cepat, doakan saja kami, yo, Le", kata Suro.
"Nanti beli jajan kue yang banyak, minta sama ibu, ya", sambung Kliwon.
"Asyiiik !!!" seru Tole ceria sambil mengangkat kedua tangannya yang mungil ke atas.
"Lah, gitu, baru anak bagus, jangan cemberut saja, kalau paman gak kerja jauh, bagaimana bisa paman punya uang, le", kata Kliwon.
Mereka bertiga berjalan menuju ke sebuah rumah kecil yang letaknya di gang kelinci.
Seorang wanita berkebaya merah sedang menyapu rumah ketika mereka datang, saat dia melihat Kliwon datang, dia terlihat bahagia.
"Syukurlah kau pulang selamat, dik !" ucapnya.
"Yo, mbak, aku pulang tapi sebentar saja, karena malam ini, aku dan Suro akan kerja jauh", sahut Kliwon sembari menatap serius.
"Kemana ?" tanya wanita berkebaya merah dengan pandangan cemas.
"Pokoknya jauh, aku pulang ke rumah cuma mau mengantarkan kantung kain ini buat mba Kenari, moga-moga bisa dipakai buat kebutuhan sehari-hari selama aku kerja jauh, mba", sahut Kliwon.
Kliwon menurunkan tubuh mungil Tole lalu menyerahkan kantung kain yang merupakan upahnya, dia sudah membagi dua koin emas itu dengan Suro.
"Apa ini, Kilwon ?" tanya Kenari tertegun.
"Upah kerjaku, majikanku membayar di awal sampai pekerjaanku selesai, nanti dia akan bayar lagi sisanya", sahut Kliwon.
"Kau akan kerja jauh kemana ?" tanya Kenari.
"Sangat jauh, mba", sahut Kliwon dengan tatapan sayu.
Kenari sepertinya menyadari sesuatu hal dari pekerjaan jauh adik laki-lakinya, dia langsung berubah murung.
"Mba, cuma mau kamu sukses dan jadi orang, tapi mba cuma bisa doakan kamu agar kamu ingat Tole", ucapnya dengan pandangan tertunduk dalam.
"Aku pasti kembali, mba...", sahut Kliwon.
"Apa yang bisa mba lakukan untukmu ?" tanya Kenari.
"Doakan kami bisa pulang ke rumah dan kita berkumpul lagi", sahut Kliwon.
Suro yang berada disamping sisi Kliwon hanya menunduk sedih, tak sengaja air matanya menetes turun saat mendengar pembicaraan dua saudara kandung itu namun dia mencoba menutupinya, dengan memalingkan muka ke belakang dan menyeka air matanya menggunakan kain lengan bajunya yang lusuh.