NovelToon NovelToon
Kepepet Cinta Ceo Arogan

Kepepet Cinta Ceo Arogan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Romansa / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak / Wanita Karir
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Arash Maulidia, mahasiswi magang semester enam yang ceroboh namun gigih, tidak pernah menyangka hidupnya berubah hanya karena satu tabrakan kecil di area parkir.
Mobil yang ia senggol ternyata milik Devan Adhitama — CEO muda, perfeksionis, dan terkenal dingin hingga ke nadinya.

Alih-alih memecat atau menuntut ganti rugi, Devan menjatuhkan hukuman yang jauh lebih berat:
Arash harus menjadi asisten pribadinya.
Tanpa gaji tambahan. Tanpa pilihan. Tanpa ruang untuk salah.

Hari-hari Arash berubah menjadi ujian mental tanpa henti.
Setiap kesalahan berarti denda waktu, setiap keberhasilan hanya membuka tugas yang lebih mustahil dari sebelumnya.
Devan memperlakukan Arash bukan sebagai manusia, tapi sebagai mesin yang harus bekerja sempurna — bahkan detik napasnya pun harus efisien.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tamu bulanan

Arash duduk di sofa kecil di depan kamar satu-satunya di villa itu. Villa tersebut sebenarnya nyaman, tapi karena hanya punya satu kamar, suasananya terasa sedikit canggung. Pakaian gantinya masih belum datang juga. Ia menatap jam dinding, menghela napas, dan memainkan ujung baju yang ia pakai.

“Suhunya dingin banget,” gumam Arash, memeluk dirinya sendiri.

Devan masih mandi dari tadi. Arash sudah menunggu hampir lima belas menit dan mulai bosan. Akhirnya ia bangkit, mendorong pintu dan berjalan ke teras depan. Udara Pegunungan Puncak menusuk kulit, tapi pemandangannya begitu indah. Hamparan kebun teh terbentang luas, membuat Arash sedikit lupa betapa canggung situasinya.

Tak lama kemudian, suara kaki berat terdengar dari belakangnya. Devan muncul, rambutnya masih basah, kaus hitam menempel di tubuhnya.

“Pak, kok baju saya belum datang?” tanya Arash tanpa menoleh, tapi nada kesalnya jelas.

“Saya nggak tahu. Ponsel saya mati,” ucap Devan datar sambil berdiri di sampingnya.

“Masa saya pakai baju ini terus, Pak,” protes Arash lagi sambil menunjuk baju kerjanya.

“Ya udah, nggak usah pakai baju,” ujar Devan santai, tanpa emosi.

Arash langsung menoleh cepat, menatap lengan Devan yang kekar. “Kesenengan Bapak ya kalau saya begitu?”

“Saya bukan wanita murahan,” tambah Arash dengan ketus.

Devan mengangkat alis. “Saya juga bukan laki-laki murahan.”

Arash menghela napas panjang, kalah debat, lalu menggigil kecil. Devan menatapnya dari ujung mata.

“Masuk. Dingin di sini,” ucap Devan.

“Iya, Pak…” Arash buru-buru masuk sebelum hidungnya membeku.

Villa itu terdiri dari satu kamar besar dan ruang open space yang menyatu dengan dapur kecil dan ruang TV. Walau nyaman, villa itu jelas tidak dirancang untuk dua orang yang hubungan kerjanya… rumit.

Arash baru ingat ia belum menunaikan salat Magrib. Ia masuk ke kamar dan mengambil mukena travel yang selalu ia bawa. Ketika hendak mengambil wudhu di kamar mandi, ia menunduk dan melihat noda merah di pakaian dalamnya.

“Ya Allah…” gumamnya panik.

Tamu bulanannya datang. Dan parahnya, ia tidak membawa pembalut satu pun. Ia bingung harus bagaimana. Mau keluar dan minta langsung pun… Devan pasti ngomel.

Di kamar, Devan duduk di pinggir kasur sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Sudah beberapa menit Arash tidak keluar dari kamar mandi.

“Maulidiaaa!” panggil Devan keras.

“I-iya Pak!” jawab Arash dari dalam, gugup.

“Kenapa nggak keluar-keluar?” tanya Devan curiga.

“Eee… Pak, saya boleh minta tolong?” ujar Arash pelan.

Devan memutar bola mata. “Apa?”

“Beliin saya itu, Pak…” jawab Arash malu-malu.

“Itu apa, Maulidia?” suara Devan mulai naik setengah oktaf.

Arash menggigit bibir. “Ehm… pembalut, Pak.”

“Hah?” seru Devan kaget. “Yang benar saja kamu!”

“Iya, Pak… tolong… tamu bulanan saya datang…”

Devan menatap pintu kamar mandi dengan ekspresi tak percaya. “Dasar merepotkan,” dengusnya.

Ia akhirnya mengambil kunci mobil dengan gerakan kesal.

Sementara itu, Arash hanya bisa duduk di atas kloset, menunggu sambil menahan rasa tidak nyaman.

Di mobil, Devan mendumel tanpa henti.

“Mulai dari tadi pagi sudah bikin repot. Sekarang minta beliin begituan pula… beraninya memang anak itu…” gumam Devan kesal sambil menyetir menuruni villa.

Sesampainya di mini market terdekat, Devan berdiri di depan rak pembalut dengan ekspresi kosong. Bentuknya banyak, warna-warni, entah apa bedanya satu sama lain.

“Pusing…” desisnya.

Seorang pelayan perempuan mendekat sambil tersenyum ramah. “Silakan, Pak. Mau cari jenis tertentu?”

“Saya nggak tahu yang mana,” jawab Devan dingin.

Pelayan itu menahan senyum. “Oh… biasanya istri Bapak pakai yang mana?”

Devan menghela napas panjang. “Nggak tahu. Sudah, saya beli semua macam satu-satu.”

Pelayan itu menutup mulut menahan tawa kecil, lalu segera mengambil semua varian pembalut di rak. Di kasir, beberapa pengunjung tersenyum-senyum, ada juga yang berbisik sambil melirik Devan.

Namun Devan tidak peduli. Ia langsung membayar dan pergi tanpa menoleh.

......................

Begitu sampai di villa, ia melihat goodybag berisi pakaian tergeletak di teras. Mungkin kurir baru saja mampir. Ia meraih bungkusan itu dan masuk.

Di kamar, ia mengetuk pintu kamar mandi.

“Maulidiaaa!”

“Iya Pak!”

“Buka pintunya.”

Arash membuka sedikit pintu dan mengintip. “Ada apa—”

Belum sempat ia selesai bicara, Devan menyodorkan satu kresek besar penuh pembalut.

Arash kaget. “Ini buat apa, Pak?”

“Buat kamu pakai,” ujar Devan ketus.

“Ini banyak banget!” Arash memeriksa isi plastik itu—memang semua jenis, semua merek.

“Saya nggak tahu kamu pakai yang mana, jadi saya beli semua yang ada,” jawab Devan sebal.

“Ya Allah, Pak… saya bisa pakai yang mana aja…” gumam Arash bingung.

“Udah, jangan berisik. Ini baju ganti kamu,” ucap Devan sambil memberikan goodybag.

“Iya, Pak…”

Arash menutup pintu perlahan, masih terkejut tapi juga… entah kenapa geli sendiri.

......................

Sementara itu, di rumah besar keluarga Adhitama, suasana malah kacau balau. Gala dinner akan dimulai sebentar lagi, namun Devan tidak bisa dihubungi sejak siang.

Danu mondar-mandir di ruang tamu. “Ke mana lagi anak itu?”

Diana memijat pelipis. “Sekretarisnya saja nggak tahu, Dan. Malik bilang Devan tidak di kantor.”

Vena, perempuan yang digadang-gadang akan menjadi pasangan resmi Devan, mencoba menenangkan. “Om, Tante… mungkin Kak Devan langsung ke lokasi acara. Dia sering begitu kan?”

Danu menghela napas berat. “Ya mau bagaimana lagi. Waktu sudah mepet.”

Akhirnya, mereka berangkat tanpa Devan… tanpa tahu bahwa putra mereka sedang sibuk membeli satu kresek besar pembalut untuk seorang gadis bawel yang membuat emosinya naik turun sepanjang hari.

1
Reni Anjarwani
doubel up thor
rokhatii: stay tune kak🙏🙏
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor
rokhatii
ditanggung pak ceonya🤣🤣🤣
matchaa_ci
lah kalo gajinya di potong semua gimana arash hidup nanti, untuk bayar kos, makan, bensin pak ceo?
aisssssss
mobil siapa itu kira kira
aisssssss
bagua banget suka ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!