Ketika Pagi datang, Lucian Beasley akan pergi. Tetapi Malam hari, adalah miliknya. Lucian akan memelukmu karena Andralia Raelys miliknya. Akan tetapi hari itu, muncul dinding besar menjadi pembatas di antara mereka. Lucian sadar, tapi Dia tidak ingin Andralia melupakannya. Namun, takdir membencinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29: Pertukaran Sihir
CKLAK!
Pintu kamar Lucian terbuka. Sosok pria bertubuh tinggi tegap itu sungguh berbeda dengan Lucian yang biasanya Silvia lihat.
"Tu... an?"
Rambut hitam legam Lucian, terlihat basah. Antara basah karena keringat atau basah karena keramas. Wajahnya juga tampak memerah, layaknya orang demam.
"Anda... baik-baik saja?" tanya Silvia menatap sosok di hadapannya.
"Aku baik-baik saja. Kembalilah, untuk istirahat" Sedikitpun, Lucian tidak melihat ke arah Silvia. Dia meninggalkan Silvia yang masih berdiri di sana.
Mata Silvia, mengikuti perginya punggung Lucian, kemudian dia menoleh ke sisi kanannya. Mengintip kamar Lucian. Semuanya berantakan. Pakaian berserakan. "Astaga! Apa yang sudah terjadi di sini?" Batin Silvia.
♤♤♤
Asap hitam mengepul di sekitar Andralia. Bukan bau busuk seperti jelaga, tapi harum. Seperti kayu cendana yang menenangkan. Aromanya begitu pekat, menyesaki paru-parunya.
Dia membuka matanya perlahan, namun dunia di sekitarnya gelap, nyaris tanpa cahaya.
Diikuti, sesuatu yang berat sedang merangkak ke atasnya.
"Lucian...?" suaranya nyaris hanya gumaman. Dia pikir ini mimpi.
Sentuhan hangat menyusuri wajahnya.
"Erundilku sayang..." suara itu berat, bergetar oleh sesuatu yang tak bisa dijelaskan.
"Erundil?"
"Ini mimpi itu lagi"
"Bukan. Andraliaku tercinta...." napas hangat itu menyentuh pipinya.
Kedua mata Andralia terbuka lebar. Dia menyadari ini bukanlah mimpi setelah namanya di sebut oleh Lucian.
"Sayangku..., aku sungguh tidak bisa menahan luapan di hatiku..."
Andralia tidak bisa melihat sekelilingnya, namun dia merasakan bibir lembut menyentuh pipinya.
Hembusan napas hangat, terasa di pipinya. Andralia menelengkan kepalanya ke kiri. Jantungnya lagi-lagi bedebar kencang.
"Kenapa kamu tidak menginginkan keturunan dariku?" suara itu terdengar sedih, nyaris seperti tangisan tertahan.
Andralia merabakan tangannya ke arah wajah Lucian. Dia berhasil menahan wajah Lucian yang mencium pipinya.
"Aku sungguh mencintaimu, aku sungguh menginginkan keturunan denganmu. Sayangnya, kamu tidak mencintaiku...."
Andralia merasakan pergelangan tangannya yang sedang dipegang lembut oleh Lucian dengan telapak tangan hangatnya yang sedikit kasar.
Andralia mengusap wajah Lucian dengan kedua ibu jarinya. Dia bisa merasakan Lucian yang semakin nyaman dengan sentuhannya.
"Kenapa kamu hanya diam, Andralia? Apa aku suami yang buruk untukmu?" Wajah Lucian terasa semakin menekan kedua tangannya dan kulit bibir Lucian mendarat di pipinya.
Saat itu, Andralia menyadari. Jika pria di hadapannya ini, lebih tepatnya suaminya ini, adalah seorang Iblis. Dia Iblis yang membutuhkan energi sihirnya untuk melepaskan sihir yang menumpuk di dalam tubuhnya.
Belaian lembut dari telapak tangan Lucian turun ke punggung Andralia dan bergerak perlahan ke pinggangnya. Andralia tidak menolak sentuhan itu. Dia juga membiarkan Lucian mencium pipinya dan bergerak ke lehernya.
Lucian berusaha menghirup aroma tubuh Andralia yang menenangkan untuknya. Bahkan, energi sihir Andralia perlahan mulai merembes padanya.
Tangan Lucian membelai hingga ke paha dan di sana, Andralia menahan belaian itu. "Kau hanya boleh menyentuh sebatas ini saja. Hanya untuk hari ini" ucap Andralia menatap mata merah Lucian di hadapannya.
Asap hitam itu, masih belum menghilang. Namun warnanya perlahan memudar.
Wajah Lucian tampak sedih. Dia memegang dagu Andralia dengan tangannya yang Andralia tahan saat membelai.
"Kenapa? Bukankah akan sangat cantik jika aku memiliki seorang anak sepertimu?" Lucian memajukan wajahnya. Hampir mencium bibir Andralia. Namun, Andralia membekap bibirnya sendiri dengan tangannya yang lain.
"Aku masih terlalu kecil untuk punya anak" jawab Andralia menatap tajam mata Lucian.
Mata merah itu, terlihat menyipit saat tersenyum. Bibirnya masih menyentuh punggung tangan Andralia.
"Lantas, kapan kamu akan siap?" tanya Lucian memasukkan tangan kanannya di dalam pakaian Andralia. Mengusap pinggang Andralia dengan lembut.
Andralia sedikit tersentak karena sensasi geli itu.
"Intinya. Aku tidak mau sekarang!" Andralia menarik keluar tangan Lucian dari dalam pakaiannya. Dia sungguh tidak menyangka jika Lucian memiliki sisi berani seperti barusan. Jantungnya berdebar dengan kencang.
"Cium aku" dia mengeluarkan suara manja kepada Andralia dengan senyuman lebarnya.
Mata Andralia menatap wajah itu. "Tidak mau" jawabnya.
"Ah, kenapa? Kenapa kamu sangat membenciku, sayang?" dia bertingkah seperti anak kecil.
"Karena saat ini, kau sedang tidak sadar. Tidak ada bedanya dengan orang mabuk" jawab Andralia.
Bibir Lucian manyun semanyun-manyunnya. "Tapi, aku mencintaimu"
"Aku tau itu" jawab datar Andralia.
"Kalau begitu, bagaimana dengan aku menandaimu?" Lucian mengarahkan hidungnya pada leher kanan Andralia. Bibir Lucian menyentuhnya.
Sejenak, dia merasakan lidah dan bibir Lucian yang menyedot lehernya.
Andralia mendorong langsung dagu Lucian menjauh dari lehernya. Asap itu perlahan benar-benar menghilang. Bahkan dia bisa melihat senyuman usil Lucian yang membuat hatinya pegal.
Kening Andralia berkerut, alisnya menekuk.
"Jangan macam-macam" ancam Andralia.
Bibir Lucian semakin terangkat, seolah penolakan Andralia adalah godaan untuknya, "cium aku yah..." dia mengedip-ngedipkan matanya.
"Tidak. Jangan buat aku marah." Tegas Andralia.
"BRUK!"
Lucian menjatuhkan tubuhnya di sebelah Andralia. "Jahat sekali. Kalau begitu, aku akan peluk saja! GREP!"
"URGFH!"
Lucian tiba-tiba membekap tubuh Andralia dengan erat dan itu membuat Andralia sedikit kaget. Meski begitu, Andralia lega karena bisa mengatasi masalah ini dengan baik.
Tapi, saat Lucian tersadar nanti, Andralia tidak akan melepaskannya. Itu adalah janji yang sudah Andralia tahan atas perbuatan yang Lucian lakukan saat ini.
Sepanjang malam, Andralia tidak bisa tidur karena Lucian terus menerus menyerap energi sihirnya dan melepaskan energi sihir Iblis dari tubuhnya. Andralia terganggu dengan energi sihir Iblis yang menyesakkan di dadanya.
Sungguh menyesakkan, seakan tubuhnya ditekan dan sihir milik Lucian sungguh mendominasinya.
...♤♤♤...
Suara derapan kaki dan sorakan para Prajurit yang berlatih terdengar hingga ke telinga Lucian. Tubuhnya terasa sangat nyaman. Bahkan lebih tenang dari apapun. Dia masih belum terbangun, belum sadar jika masih memeluk Andralia seperti guling.
Mata biru Andralia menatap rahang Lucian yang tegas, seperti pahatan patung Raja. Kelopak mata bawah Andralia hitam, karena dia terjaga sepanjang malam. Tubuhnya tidak bisa bergerak karena pelukan itu. Bahkan, untuk merapikan rambutnya yang berantakan di wajahnya tidak bisa.
Dia menatap Lucian, "Sialan! Bahkan dia memiliki hidung mancung dan bulu mata yang lentik"
Andralia menghela napas panjang. Tubuhnya terasa sangat lelah karena hingga saat ini, Lucian masih menyerap sihirnya.
"Tep!"
Bibir Lucian menempel pada pelipis kirinya. Andralia masih menahan diri untuk tidak meledak tiba-tiba. Dia tidak ingin masalah ini terdengar sampai ke para pelayan ataupun penjaga.
Bibir Andralia manyun kecil, matanya sayu perlahan. Dadanya berdebar. "Lagi-lagi. Kenapa aku seperti ini" Dia membenci Lucian, tapi bukan berarti tidak menyukainya.
".... Yang Mulia..." Lucian tiba-tiba bersuara lirih.
Mata biru Andralia perlahan menoleh ke arah wajah Lucian. Kedua mata merah itu, terbelalak lebar. Dia melepaskan pelukannya dengan spontan dan duduk. Lucian membekap bibirnya sendiri saat melihat kondisi Andralia yang berantakan dan bercak merah di lehernya.
"Kenapa Anda di sini?" Suara Lucian nyaris bergetar.
"Hah?!" Andralia hampir marah karena pertanyaan itu.