Calon suami Rania direbut oleh adik kandungnya sendiri. Apa Rania akan diam saja dan merelakan calon suaminya? Tentu saja tidak! Rania membalaskan dendamnya dengan cara yang lebih sakit, meski harus merelakan dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetiemiliky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 : Accident
Sehabis makan, ayah menggiring mereka ke ruang keluarga untuk menghabiskan waktu dengan bercerita, ditemani sepiring pisang coklat sebagai cemilan. Tapi tidak hanya pisang coklat, banyak kudapan lain yang sengaja ayah beli kemarin.
Suasana tenang berubah sedikit panik saat tiba-tiba saja Rania mengeluh perutnya terasa kurang nyaman. Anton menyarankan Ryan membawa Rania ke kamar untuk istirahat sebentar.
Dan, disinilah sepasang suami istri itu berakhir. Diruang kamar milik Rania.
"Apa ayah membersihkan kamar ini setiap hari?" Beo Rania saat telapak kaki mulai memijak lantai kamar.
Sudah lama Rania tidak masuk ke dalam kamar ini lagi setelah menikah. Keadaan kamar membuat Rania sedikit terkejut karena rapih dan bersihnya, masih sama seperti saat terakhir ia huni. Bukan berlebih atau bagaimana, tapi tidak ada debu didalam kamar, semua benar-benar bersih dan enak dipandang.
Ryan langsung melempar tubuh ke atas kasur setelah menutup pintu kamar. Meninggalkan Rania yang masih berdiri ditempat, dengan arah pandang tertuju padanya.
Mungkin Ryan lupa kalau tujuan awal adalah mengantar Rania untuk istirahat. Rania mendengus lirih, kemudian menyusul Ryan berbaring diatas tempat tidur.
Tidak ada obrolan setelahnya meski mereka tidur berdampingan. Saat menoleh ke samping, ternyata Ryan sudah menutup mata, napasnya juga terdengar teratur.
Daripada hanya berkedip-kedip sampai bosan, Rania memutuskan untuk ikut memejamkan mata. Semalam tidurnya tidak terlalu nyenyak kalau diingat-ingat.
...----------------...
"Kenapa kamu diam saja tadi? Mas 'kan suamiku, harusnya membela aku, dong!"
Bumi menghela napas panjang. Sampai dikamar, Ambar langsung mengomel dan mengikuti gerak langkahnya terus menerus. Bumi jalan ke kanan, Ambar ikuti, begitupun sebaliknya. Bumi sampai lelah sendiri.
"Bisakah kau duduk saja? Kau sedang hamil tua, bagaimana kalau tiba-tiba tersandung dan jatuh?"
"Biar saja! Aku tidak peduli!"
Sorot mata Bumi langsung berubah tajam, ia melirik Ambar dengan raut wajah dingin. "Biar apa yang kau maksud?"
Entah kemana perginya nyali Ambar mengomel pada Bumi tadi. Kini, perempuan berbadan dua itu hanya bisa menutup belah bibirnya rapat-rapat.
Bumi sangat menjaga ketat agar anaknya baik-baik saja, ia paling tidak suka kalau Ambar mengancam ini dan itu, memakai alasan bayi miliknya. Tentu Bumi tidak ingin pengorbanannya untuk menghadirkan bayi itu ke dunia menjadi sia-sia karena kelakuan Ambar sendiri.
"Lain kali jaga bicaramu. Dia akan lahir dua bulan lagi, jadi jangan bertingkah macam-macam seperti anak kecil," Usai kalimat berakhir, Bumi berjalan melewati Ambar menuju kamar mandi. Pintu ditutup sedikit kencang hingga menimbulkan suara keras.
"Andai saja mbak Rania tidak datang ke rumah ini, pasti ayah dan mas Bumi tidak akan marah denganku."
...----------------...
Ryan dan Rania cukup nyenyak ternyata. Mereka baru terbangun saat hari sudah sore, itupun karena pintu kamar diketuk dari luar oleh ayah.
Ryan masih mengumpulkan nyawa, sedangkan Rania segera meninggalkan tempat tidur dan mendekati pintu.
"Ayah?"
"Ayah tidak ada niatan menganggu istirahat kalian. Tapi, ini sudah sore, sedikit gerimis juga. Lebih baik kalian menginap disini saja, ya? Ayah khawatir kalau kalian memaksa pulang."
"Memang gerimis, ya?"
Anton mengangguk membenarkan. "Sepertinya akan hujan juga. Kalian pulang besok pagi saja, ayah juga masih ingin dengan Rania lebih lama."
"Aku akan tanya pada suamiku dulu."
"Baiklah. Tapi, kalau suamimu setuju menginap disini, nanti tolong buatkan ayah soto ayam, ya? Ayah ingin makan soto buatanmu."
Mendengar hal itu, Rania tertawa geli. "Baiklah."
Ayah bergerak pergi setelah tidak ada yang ingin dibahas lagi. Ia memang berniat meminta Rania menginap saja, tapi tiba-tiba saja soto buatan putri sulungnya melintas dikepala dan Anton jadi menginginkannya.
"Ryan—,"
"Kalau ingin menginap, ya, menginap saja."
"Apa tidak apa-apa?" Bertanya ragu.
"Ya. Hanya satu hari."
Rania tersenyum senang. "Terimakasih. Aku akan ke bawah sebentar untuk masak, kamu ingin ikut atau disini saja?"
"Disini saja."
...----------------...
Didapur, Rania segera mengambil bahan-bahan untuk membuat soto ayam didalam kulkas dan mengolahnya dengan santai. Sesekali bersenandung kecil saat irama lagu tiba-tiba saja melintas di kepalanya.
Ketenangan saat memasak nyatanya tidak bertahan lama. Ambar datang, kemudian mulai mengacau. Ayam yang sedang di potong-potong oleh Rania, tiba-tiba saja diambil dan dipindahkan ke baskom yang ada ditangan perempuan itu.
"Apa lagi?" Nada suara Rania terdengar begitu lelah.
"Siapa yang menyuruhmu masak? Ayam ini suamiku yang beli, jadi mbak tidak boleh asal mengolah begitu saja tanpa ijin."
"Ayah yang menyuruhku, dia ingin makan soto ayam buatanku untuk makan malam."
"Ya, tetap saja. Mbak Rania tidak boleh asal mengambilnya. Itu tidak sopan, dan sama saja mbak Rania mencuri."
Rania memutar bola matanya malas. Dulu Mina mengidam apa, sih? Sampai memiliki anak seperti adiknya ini? Sikapnya begitu buruk dan kekanakan.
"Daging ayam yang aku olah juga akan kita makan bersama, Ambar—,"
"Diam, deh! Intinya aku tidak mengijinkan mbak Rania menyentuh apa yang suamiku beli."
"Suami hasil berebut itu maksudmu?" Sambil melipat tangan didepan dada. Rania merasa puas melihat perubahan ekspresi adiknya. "Bangga sekali sepertinya."
Tangan Ambar mengepal dike-dua sisi. Rahangnya mengeras, kesal dan tersinggung karena sindiran Rania. Ingin membela diri pun mau bagaimana? Toh, yang dikatakan Rania adalah benar. Tapi tetap saja dia tak terima!
"Mungkin dimasa depan nanti akan jadi cerita kalau bayimu ... Hasil merebut calon suami tantenya sendiri."
"Tutup mulut mbak Rania!" Ambar bergerak maju berniat menyerang Rania secara tiba-tiba. Beruntung Rania berhasil menghindar terlebih dahulu sebelum Ambar berhasil menyentuhnya, berakhir Ambar sendiri yang jatuh terjerembab ke depan.
Ambar langsung berteriak kesakitan diatas lantai sambil meremas perut bulatnya.
"MAS BUMI!"
Rania diam sebentar, ia mematung untuk beberapa saat karena terkejut. Baru setelah Rania sadar apa yang sedang terjadi, ia bergegas mendekati Ambar.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Jangan menyentuhku!" Ambar menepis kasar uluran tangan dari kakaknya. "Kalau anakku kenapa-kenapa, aku akan menyalahkan mbak Rania! Ini semua karena mbak!"
Ambar terus mengerang kesakitan. Rania juga tidak berani menyentuh Ambar lagi, karena pasti akan ditepis kasar pada akhirnya.
Tak lama, Mina datang tergopoh-gopoh dengan plastik belanjaan dike-dua sisi tangan. Plastik itu segera dilempar ke sembarang arah saat melihat kondisi putra bungsunya.
"Ambar!"
"Ibu, sakit," Adunya saat Mina sudah berada didekatnya. "Mbak Rania, Bu."
Sontak saja tatapan tajam Mina menyorot penuh ke arah Rania. "Apa yang kamu lakukan pad adikmu?"
Menggeleng cepat. "Aku tidak melakukan apapun padanya."
"Bohong, Bu. Mbak Rania mendorongku."
"Benar-benar!" Tatapan Mina berubah lembut saat mengarah pada Ambar. "Tenang, sayang, jangan panik. BUMI! AYAH!"
Dua sosok yang diteriakkan namanya oleh Mina datang tak lama kemudian. Manik mereka sama-sama melebar melihat kekacauan yang ada.
"Ada apa ini?" Anton mendekati ke-tiga perempuan yang masih terduduk diatas lantai. Mereka memasang ekspresi wajah berbeda-beda. "Ambar?"
"Ibu akan menjelaskan nanti. Lebih baik sekarang kita membawa Ambar ke rumah sakit, ibu takut kandungan Ambar kenapa-kenapa."
Bumi dengan inisiatif sendiri, bergerak mendekat dan membawa Ambar ke gendongannya. Ia tak sempat melirik Rania karena terfokus pada Ambar.
Mereka pergi meninggalkan rumah, meninggalkan Rania yang masih terduduk dilantai dengan ekspresi terkejutnya. Sungguh, ia tidak menyentuh Ambar sama sekali, dia jatuh sendiri tadi.
iri dengki trus km gedein....
trus"in aja km pupuk iri dengkimu trhdp rania.... yg sdh sll mngalah & brkorban demi km manusia yg g brguna.... km yg bkaln hncur ambar... oleh sikapmu yg tamak & g ngotak...
bkal nyesel km klo smpe trjadi hal buruk trhdp rania dan ankmu....
untuk bu mina.... gmn... puas km mlihat pnderitaan ank yg tak penah km kasihi.... krna ksih sayangmu sdh km habiskn untuk ank mas'mu yg sialan itu...
hidupmu itu tak tau diri... dri dlu sll jdi kang rebut yg bukan milikmu.... benalu... tukang fitnah...
yakinlah ambar.... hidupmu tak akn prnah brjumpa dgn yg namanya bahagia dan ketenangan....
smoga sja ryan kedepannya bisa berubah & sll brfikir dgn akal sehat.... tak mudah tesulut emosi... krna sbntr lgi akn mnjadi ayah..
krna dunia ibumu hnya untuk ank kesayangannya yg durjana....
yakinlah.... kelak ank ksayangannya tak akn mau mngulurkn tangannya untuk merawat org tuanya....
hobi merampas yg bukan milikmu....
tunggulah azab atas smua kbusukanmu ambar...
tak kn prnah bahagia hidupmu yg sll dlm kcurangan...
👍👍