 
                            Berkisah tentang seseorang yang terkena kutukan 'Tanpa Akhir' di kehidupan pertamanya. Pada kehidupan ke 2020 nya, sang Trasmigrator yang sudah tidak tahan lagi dengan kutukannya, memohon kepada Tuhan untuk membiarkannya mati.
 
Akan tetapi, seolah Kutukan Tanpa Akhir' menertawakannya. Sang Trasmigrator yang mengira kehidupan ke 2020 nya ini adalah yang terakhir. Sekali lagi jiwanya terbangun didalam tubuh orang lain. Kali ini adalah kehidupan seorang Nona Muda Bangsawan manja bernama Rihana Ariedny yang meninggal karena keracunan. 
Sang Trasmigrator yang berhenti mengharapkan 'Kematian'  memutuskan untuk menghibur dirinya dengan memulai kehidupan baru yang damai di sebuah wilayah terpinggirkan bernama Diamond Amber.
Namun siapa sangka banyak masalah mulai muncul setelahnya. Musuh bebuyutan dari banyak kehidupannya, sesama Transmigrator, yang baru saja ia temui setelah sekian lama malah ingin menghancurkan dunianya.
Yuuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NATALIA SITINJAK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
P. D. A
"Itupun kalau kalian bisa dalam sehari."
Mendengar hal itu, keduanya menjadi sangat bersemangat. Keduanya langsung berlari menuruni bukit yang curam menuju pemukiman penduduk dan mengabarkan kabar gembira itu pada semua orang.
"Apakah itu benar Ayah!," tanya putri Otis yang bernama Yasmin.
"Itu benar."
"Kami bersungguh-sungguh.... Nona Diamond- maksudku Nona Rihana mengatakan jika kami bisa menyelesaikan data sensus penduduk dalam waktu satu hari maka dia akan membangun rumah baru untuk kita semua!," kata Graham dengan penuh semangat.
"Kita Semua!!!."
Suara-suara riuh mulai terdengar, orang-orang yang berada di rumah kediaman Graham menunjukan ekspresi bahagia yang tak terjelaskan.
Tetapi.
"Kalian senang terlalu cepat."
Mirari putri dari pasangan Gorta dan Sarah mengambil akhir perhatian. Dengan santai dia menunjuk kearah langit.
"Ini sudah pukul satu siang, menyiapkan dokumen penduduk dalam sehari kalian pikir mudah? Ada banyak hal yang perlu di persiapkan."
Terdiam.
"Paman Graham dan Paman Otis sedang di permainkan di sini. Ingatlah, dia adalah bangsawan... Bangsawan itu sangat licik."
Tidak ada yang menentang kata-kata Mirari, karena mereka semua menjadi orang buangan juga karena para bangsawan.
Tapi Graham berbeda. Dia tetap mengambil pena baru dan memulai pencatatan. Sebelum menjadi orang buangan, Graham pernah bekerja di sebuah kantor kependudukan ibu kota.
Dari semua orang, dialah yang paling mengetahui bahwa tantangan yang di berikan oleh Rihana memang sangat mustahil untuk di lakukan.
Tetapi dia tidak perduli, dari pada tergiur ingin di buatkan rumah, Graham lebih tergiur untuk menunjukan kemampuannya pada penguasa wilayah yang baru, jika penguasa wilayah mengakui kemampuannya maka di masa depan posisi keluarganya akan aman karena kemampuannya di butuhkan.
"Apa yang kamu lakukan paman? Tidak perlu terburu-buru seperti itu, dua hari masih la-."
"Maaf, bisakah kalian keluar sebentar. Aku akan menyelesaikan data warga wilayah kita secepatnya."
Mirari langsung terdiam.
"Ayah perlahan saja, tidak masalah jika tidak punya rumah bagus," kata putranya yang bernama Nicodeus.
Graham tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Dari pada berusaha menghentikan Ayah mengapa kalian tidak membantu... Cepat pergi ke selatan dan minta penanggung jawab disana untuk mencatat nama-nama warganya."
"Ayah-."
"Apa ada yang bisa ku bantu Graham?," tanya Otis.
Graham tersenyum lega. Dia mengangguk dan mengatakan kepada sir Otis untuk menangani wilayah barat. Otis yang mendengar itu langsung setuju, dia berangkat bersama dua orang putrinya dengan benda-benda yang biasa digunakan untuk mencatat.
Orang-orang lainnya yang masih gelisah hanya bisa diam-diam mundur, sampai seorang wanita tua bernama Bianca datang dengan tulisan di tangannya. "Ini nama-nama anak angkat ku... Tolong sampaikan pada pemilik wilayah aku ingin rumah yang cukup luas untuk ke lima belas anakku."
Dengan senang hati sir Otis mengangguk. "Saya akan sampaikan."
"Tsk... Kalian hanya melakukan hal sia-sia, "kata Mirari yang kemudian pergi dengan anak-anaknya.
...
Pada akhirnya apa yang di katakan Mirari menjadi kenyataan. Ternyata waktu yang di butuhkan untuk menyisakan sensus penduduk lebih lama. Di butuhkan seminggu penuh dari jadwal yang di sepakati. Bahkan, Graham harus naik kembali keatas bukit untuk meminta perpanjangan waktu.
Untung saja Graham mendapat persetujuan dari Rihana walau dia tetap gagal menyelesaikannya tepat waktu sesuai dengan waktu yang telah di perpanjang.
Dan sekarang, meski tidak memiliki harapan lagi, Graham dan Otis naik kembali keatas bukit untuk menyerahkan laporan sensus penduduk.
Begitu sampai disana, mereka telah di suguhi oleh pemandangan yang sangat berbeda. Dari atas sana mereka bisa melihat bahwa batu-batu besar dan tajam yang selalu menyulitkan akses menuju laut kini telah menghilang.
Akses jalan masuk menjadi lebih mulus karena telah rata dengan tanah.
Tiba-tiba suara yang familiar mendengung di dalam pikiran mereka.
- "Kapan kalian berdua akan naik."
"Graham kita naik saja keatas."
"Ah... Iya...."
Dalam perjalanan naik keatas, langkah mereka pun menjadi lebih mudah. Mereka berdua selalu merasa terpesona setiap kali akan mengunjungi penguasa wilayah.
Apakah Diamond Amber selalu seindah ini. Pikir keduanya.
Setibanya di atas. Penguasa wilayah telah menunggu keduanya didalam rumahnya. Kali ini mereka melihat sebuah kolam yang telah di isi oleh batu-batu berwarna serta tanaman air yang bahkan mereka tidak tahu darimana asalnya.
"Jadi sudah siap."
"ARG!!!."
"UAAA...."
Keduanya berteriak kaget di karenakan kemunculan sang penguasa wilayah yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang mereka.
"Anda Mengejutkan Kami!!!."
"...."
Menyeringai.
"Mana dokumennya?."
Bukanya menyesal dengan kejahilannya, sang penguasa wilayah hanya meminta dokumen yang telah susah payah di persiapkan oleh kami selama seminggu lebih.
Setelah melirik sejenak, Rihana menyuruh keduanya mengikutinya masuk kedalam rumahnya. Meski pada awalnya keduanya menolak karena alasan ketidak layak kan mereka.
"Masuk."
Keduanya baru mau masuk kedalam setelah Rihana menekan mereka. Di dalam rumah, keduanya melihat struktur rumah yang belum pernah mereka lihat.
Sambil berbisik. "Ini pertama kalinya aku melihat rumah megah tapi tampak sederhana."
"Iya... Kupikir di dalam akan lebih mewah seperti rumah bangsawan pada umum-."
"Mau minum?."
""HUHHP!!!""
Hahaha... Sangat menyenangkan melihat ekspresi terkejut mereka, pikir Rihana.
Setelah itu, sang penguasa membiarkan keduanya duduk di kursi kayu di ruang tamu yang menghadap langsung kearah laut. Keduanya di biarkan menikmati secangkir teh hangat, sedangkan Rihana sibuk memeriksa dokumen sensus penduduk.
Tak disangka, Rihana terkagum dengan hasil rangkap sensus yang dibuat rapi oleh Graham. Sepertinya dia pernah bekerja kantor catatan sipil.
Rihana merasa puas. Yang perlu dia lakukan sekarang adalah menyerahkan data-data itu ke pegawai kerajaan yang bertugas di bidangnya.
Sekarang yang perlu dilakukan tinggal menepati janjinya. Sambil menunggu keduanya menghabiskan air teh, Rihana menutup matanya untuk melihat seluruh wilayahnya yang sangat luas.
"Kalian sudah selesai?."
Keduanya langsung berdiri dari kursi kayu yang nyaman secara bersamaan.
"Ayo keluar."
Dalam diam, keduanya mengikuti Rihana keluar dari rumah. Mereka mengikuti Rihana sampai di tepi tebing jalan masuk, wilayah Diamond Amber tampak sangat jelas dari atas. "Ini tempat yang indah untuk memandang, aku juga langsung bisa melihat penduduk dari atas sini."
Itu benar, Graham dan Otis setuju dengan pendapatnya. Meski wilayah Diamond Amber di penuhi oleh batu, pemandangannya masihlah sangat indah. Jika mereka melihat dari atas tebing.
"Aku suka kinerja kalian."
Graham dan Otis merasa sangat senang, dan kemudian kesenangan lainnya datang setelahnya.
"Karena itu, aku memberi kalian hadiah."
""Hadiah??""
Rihana tidak menjawab mereka, dia hanya melihat ke depan sambil mengunakan kalimat-kalimat yang tidak dimengerti oleh keduanya.
DUMMMMM.... Tanah kembali berguncang.
Orang-orang di bawah lereng bukit menjadi panik karena mengira terjadi gempa bumi.