Ketika perang abadi Alam atas dan Alam bawah merembes ke dunia fana, keseimbangan runtuh. Dari kekacauan itu lahir energi misterius yang mengubah setiap kehidupan mampu melampaui batas dan mencapai trensedensi sejati.
Hao, seseorang manusia biasa tanpa latar belakang, tanpa keistimewaan, tanpa ingatan masa lalu, dan tumbuh dibawah konsep bertahan hidup sebagai prioritas utama.
Namun usahanya untuk bertahan hidup justru membawanya terjerat dalam konflik tanpa akhirnya. Akankah dia bertahan dan menjadi transeden—sebagai sosok yang melampaui batas penciptaan dan kehancuran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Slycle024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serigala salju
Cahaya putih perlahan memudar dan Zhang Hao muncul di hamparan salju tak berujung. Tidak ada orang lain di sekitarnya sama sekali, yang membuatnya sedikit terkejut.
Ia perlahan mulai berjalan-jalan di hamparan salju, namun tak menemukan apapun hanya salju, ia pun berhenti memikirkannya.
Zhang Hao sendiri membawa banyak persediaan bahkan jika harus disini selama lima tahun. Setelah berpikir cukup dalam, akhirnya ia pun berangkat menuju lereng yang biasa di huni oleh beberapa spesies binatang iblis tertentu.
Tepat saat dia hendak meninggalkan lereng, sebuah gua kecil menarik perhatiannya. Gua itu jelas terbentuk secara tidak alami. Di lereng bukit yang dipenuhi salju tebal, gua itu tampak tak terduga dan tidak mencolok.
Begitu memasuki gua, ia langsung merasakan hawa membunuh yang haus darah. Zhang hao secara naluriah menghindar ke samping, dan sebuah cakar tajam yang bersinar melintas di matanya.
Yang muncul di hadapan Zhang Hao adalah seekor serigala salju tingkat pertama. Tubuhnya tidak begitu besar, namun matanya dipenuhi cahaya merah, lalu aura ledakan melonjak dari tubuhnya.
"Serigala salju? mereka pasti bergerombol” pikirnya. “Haruskan aku membunuh mereka semua”
Dia tidak memperhatikan kawanan serigala yang mulai bertambah. Alih-alih merasa takut, hatinya malah dipenuhi kegembiraan yang kuat,
“Sudah lama sekali” katanya, lalu sebuah belati muncul di tangganya.
Dalam satu batang dupa, Zhang Hao telah membunuh semua serigala yang mendekat.
Di tengah kegembiraan, Serigala Putih berukuran besar yang haus darah meraung keras dan menerjang. Zhang Hao mengangkat belati untuk menyambutnya, segera, pasangan serigala dan manusia itu bertukar pukulan.
"Biasa saja!" Zhang Hao mendengus dengan nada menghina ke arah serigala
Seolah raja serigala salju yang haus darah mengerti, ia meraung keras dan melompat ke depan. Ia mengangkat cakarnya yang tajam untuk menggunakan satu-satunya jurus pamungkasnya.
Mata serigala itu memerah dan menatap tajam ke arah penyusup yang telah memasuki wilayahnya. Manusia ini telah menghina dirinya dan bahkan ingin membunuhnya. Ia melolong panjang, enggan, dan penuh luka dan duka.
"Mungkinkah dia memanggil rekannya? cih serigala bodoh, aku sudah membunuh semua bawahanmu, mati saja." Belati di tangan Zhang Hao menebas leher serigala mencoba menghabisinya.
"Auuuuuu!" Seluruh tubuh raja serigala salju yang melolong tanpa henti diselimuti cahaya putih, dan berhasil menangkis serangan Zhang Hao.
Dalam sekejap, Zhang Hao segera mundur dua langkah dan menatap dengan waspada.
Cahaya putih semakin terang dan perlahan berubah menjadi merah darah menyelimuti seluruh tubuhnya. Butuh beberapa saat sebelum cahaya merah itu perlahan menghilang dan menampakkan tubuh serigala tersebut.
Serigala salju seakan terlahir kembali. Tubuhnya diselimuti cahaya kemerahan samar, segera, menyerap darah pengikutnya yang telah mati.
Hasrat darahnya jauh lebih kuat dan tatapannya jauh lebih tajam karena dipenuhi kebencian.
"Sial,... Bagaimana cara melawannya!" desahnya melangkah mundur menjauh.
Raja serigala salju darah dan Zhang Hao hanya berdiri di sana, saling menatap dari kejauhan. Yang satu dipenuhi kebencian, sementara yang lain hanya berdiri di sana dengan linglung.
Perasaan terdalam Zhang Hao berkonflik. “Haruskah ia menyerah? Setelah bersusah payah menemukan gua itu dan bertarung dengannya begitu lama, ia semakin penasaran dan tak rela melepaskannya.”
Perbedaan kekuatannya sangat jelas. Meskipun Zhang Hao sedikit arogan, ia tidak bodoh, ia diam-diam memperhitungkan peluangnya untuk menang.
"Aooooo" Serigala salju darah tiba-tiba melolong panjang, lalu menerjang Zhang hao. Kecepatannya jauh lebih cepat daripada sebelumnya. Zhang Hao yang lengah terkena pukulan di dadanya.
Bomm!
Zhang Hao terpental puluhan meter, dengan luka cakar di dadanya.
Segera, dengan bijak ia memilih untuk melarikan diri dengan terbirit-birit. Serigala itu melolong dan mengejarnya, tak henti-hentinya mengejar hingga tatapan ganas.
"Sialan, kenapa serigala ini bodoh sekali." Meskipun seharusnya tidak terbebani, Zhang mulai melepas pakaiannya yang ternoda oleh darah untuk menghindari deteksi. Memalukan rasanya kabur, tapi dia tidak punya pilihan.
Satu orang dan satu serigala terus berlari seperti kucing mengejar tikus. Selama masa ini, aura darah pada serigala tersebut sedikit meredup.
Seperti yang diprediksi Zhang Hao, Serigala itu hanya memiliki kecerdasan rendah. Ketika dituntun seperti ini, ia menunggu aura merah darah memudar.
1 menit...
5 menit...
30 menit...
.
.
2 jam...
Zhang hao agak mengagumi kegigihan serigala yang telah mengejarnya selama ini. Perlahan aura darah yang mengelilinginya mulai memudar.
Zhang Hao berhenti berlari, lalu mengeluarkan belatinya. "Ini benar-benar mengasikan! Bukan?Aku akan memberimu kematian tanpa rasa sakit" kata Zhang Hao, lalu belati di tangan bersinar terang.
Slash!
Zhang Hao menenjang dan langsung memotong kepala serigala, kemudian darah berceceran membuat salju yang tadinya putih di warnai merah darah.
Swoosh!
Tiba-tiba, suara angin menderu datang dari belakangnya, dan Zhang Hao berbalik dan melihat sekumpulan beruang salju yang mendekat. Dengan panik, ia langsung kabur dan masuk ke dalam gua kecil untuk berlindung.
Satu bulan pun berlalu. Selama periode itu, Zhang Hao hanya duduk di atas lereng bersalju, menatap hamparan putih yang seolah tak berujung.
Langit di atasnya juga tak pernah berubah—selalu biru, selalu tenang. Ia tak berani mengambil risiko untuk bepergian ke tempat yang belum ia kenal. Maka dari itu, ia memilih diam di sana, hanya terus mengamati.
Memasuki akhir bulan kedua, pandangannya tertumbuk pada pemandangan lain.
Di kejauhan, ia melihat seorang gadis—lebih tepatnya, istrinya sendiri—sedang dikejar oleh puluhan tengkorak seram yang berlari cepat di belakangnya. Lebih jauh di belakang, lima sosok berjubah hitam berdiri santai, menyaksikan kejadian itu dengan senyum tipis di wajah mereka, seolah tengah menikmati sebuah permainan.
Zhang Hao terdiam, pikirannya berputar kacau.
"Haruskah aku menyelamatkannya? Tapi apa untungnya bagiku? Aku juga tidak ingin terlibat dengan masalah yang tidak perlu…”
Ia membulatkan tekad, lalu berbalik bersembunyi di dalam gua, duduk, menutup mata, mencoba menenangkan diri, namun tiba-tiba dadanya terasa sesak. Bayangan salju yang berubah merah di setiap langkah wanita itu menghantui pikirannya.
Detik demi detik berlalu, pikirannya semakin tak karuan.
“Cukup…aku hidup untuk diriku sendiri. Setiap hubungan hanya ilusi, setiap interaksi hanyalah pertukaran. Tapi… bagaimana kalau dia mati? Haruskah aku sedih…? Ahhh, sialan!”
Suara batinnya terus menggema, untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia merasakan konflik yang sulit dimengerti sekaligus diabaikan.
****
Di hamparan salju tak berujung, Mu Lanxing terus berlari sekuat tenaga. Napasnya kacau, tubuhnya gemetar hebat, setiap langkahnya meninggalkan noda darah, namun ia tetap memaksa langkahnya maju—meskipun dalam hatinya ia tahu, tidak ada harapan untuk selamat.
Dari belakang, salah satu individu berjubah hitam terkekeh pelan. “Nona Lanxing, untuk apa berjuang? Lebih baik menyerah saja.”
“Perjuangan yang sia-sia, hahahaha!” Tawa lain segera menyusul.
“Aku penasaran, seperti apa rasanya ‘Dewi Es’ terkenal dari Sekte Roh Awan?” Timpal yang lain dengan nada mengejek.
Ejekan mereka terus berlanjut, mencampur tawa dan hinaan yang menggema di tengah hamparan salju tak berujung.
Kelima sosok berjubah hitam itu menikmati penderitaan Mu Lanxing, seolah ia hanyalah mainan di tangan mereka.
Namun tiba-tiba, langit yang tadinya biru mendadak berubah merah menyala, lalu kembali biru, berulang kali berganti warna hingga memancarkan cahaya kuat yang melesat ke arah tertentu.
Di kejauhan, Zhang Hao yang tengah bersembunyi di lereng gunung mendongak kaget. Manik Api Es milikinya mulai bergetar hebat, memancarkan cahaya merah dan biru yang intens.
“Meskipun aku tahu benda ini adalah sebuah kunci, aku tidak pernah tahu... kalau reaksinya akan seperti ini” pikirnya.
Sekejap, kelima individu berjubah hitam itu berhenti mengejar, lalu saling berpandangan dengan ekspresi serius.
“Kamu tangkap gadis itu hidup-hidup,” perintah salah satu dari mereka dingin. “Itu perintah langsung dari klan.”
Tanpa menunggu jawaban, keempat orang lainnya segera melesat, mengejar cahaya manik yang bersinar di langit.
Tinggallah satu orang, sosok berjubah hitam yang ditunjuk untuk menangkap Mu Lanxing. Ia terkekeh pelan, menatap gadis itu dengan mata tajam penuh nafsu.
“Nona Lanxing, mari kita akhiri permainan ini. Sayang sekali aku tidak bisa mencicipimu… hahaha!”
Ucapan dan tawanya menggema di udara, lalu tubuhnya melesat seperti bayangan, mengejar Mu Lanxing yang kini hampir kehilangan kekuatannya.
Di sisi lain, Mu Lanxing terus berlari di atas hamparan salju, segera, pandangannya mulai kabur, nafasnya semakin kacau. Hingga akhirnya, tubuhnya terhuyung dan jatuh, terbaring lemah menatap langit biru.
Detik demi detik berlalu, salju yang tadinya putih mulai berubah merah.
“Dingin… sangat dingin…” bisiknya pelan.
“Apakah ini rasanya kesepian…?”
“Aku juga ingin merasakan kebahagiaan… seperti anak biasa….jauh dari huru hara dunia keabadian” ucapnya lirih.
“Apakah aku akan mati di sini?”
“Aku bahkan belum tahu siapa diriku sebenarnya…”
“Guru… maaf…ibu...ayah...dan...”
Kata-katanya terputus, nafasnya makin tipis, lalu kegelapan mulai menyelimuti kesadarannya.
Tiba-tiba, sebuah bayangan samar muncul dari tubuhnya. Sosok itu berdiri di samping Mu Lanxing yang terbaring menunggu kematian. Tatapannya datar, dingin, jauh dari kata emosi.
“Tugasmu belum selesai.” setiap katanya terdengar tenang namun tegas dan mutlak.
Dari ujung jari telunjuknya, sebuah cahaya tipis memancar masuk ke dalam tubuh Mu Lanxing.
Seketika, sebuah formasi persembunyian terbentuk menyelimuti dirinya. Dalam sekejap, tubuh Mu Lanxing menghilang dari hamparan salju, seolah tak pernah ada di sana.
***
Tak jauh dari tempat Mu Lanxing menghilang, Zhang Hao dan individu berjubah hitam itu tengah mengikuti jejak darah yang samar di atas salju.
Setiap langkah mereka disertai kepingan salju yang menghapus jejak sedikit demi sedikit, membuat pencarian semakin sulit.
Zhang Hao terus bergerak hati-hati, menelusuri setiap tanda yang tertinggal. Namun semakin jauh mereka melangkah, jejak itu hilang sepenuhnya, tertelan oleh salju yang turun tanpa henti.
Hening sejenak, hanya suara angin dingin yang terdengar.
Dan pada akhirnya, mereka saling berhadapan.
Tatapan tajam bertemu di tengah kabut putih, satu memancarkan kewaspadaan, yang lain tenang. Dalam keheningan, udara di antara mereka terasa berat, segera, Zhang Hao langsung melesat menyerang dengan belatinya.