"Aku tak peduli dengan masa lalu. Yang aku tahu adalah masa kini dan masa depan. Masa lalu hanya hadir untuk memberi luka, dan aku tak ingin mengingatnya!!" (Rayyan)
"Aku sadar bukan gadis baik baik bahkan kehadiranku pun hanya sebagai alat. Hidupku tak pernah benar benar berarti sebelum aku bertemu denganmu." (Jennie)
"Aku mencintaimu dengan hati, meski ku akui tak pernah mampu untuk melawan takdir."( Rani)
Kisah perjuangan anak manusia yang hadir dari sebuah kesalahan masa lalu kedua orang tua mereka. Menanggung beban yang tak semestinya mereka pikul.
Mampukah mereka menaklukkan dunia dan mendirikan istana masa depan yang indah dengan kedua tangan dan kakinya sendiri?
Atau kejadian masa kelam orang tua mereka akan kembali terulang dalam kehidupan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26.26. Dorongan semangat untuk Jennie
Arlan menarik nafas dalam. Hatinya terasa sakit mendengar cerita putrinya. Meski sosok Jennie menyebalkan dalam pandangan orang lain namun bagi Arlan gadis kecilnya itu adalah sosok yang membanggakan.
Jennie tumbuh menjadi pribadi yang baik dengan caranya. Sejak lahir, dia sudah kehilangan kasih sayang dari mama kandungnya sendiri. Bahkan Arlan yang sejak awal tak pernah mencintai mantan istrinya tak pernah mendekat kala tahu bayi tersebut dipersiapkan sebagai alat untuk mengikatnya.
Namun batinnya terenyuh mana kala mata polos anak tak berdosa tersebut selalu menatapnya dan memanggilnya papa. Ada rasa sayang yang berbeda dirasakannya hingga pada akhirnya Arlan tak mampu membendung perasaannya dan lebih memilih untuk membahagiakan anak malang tersebut.
Arlan bahkan tak segan membawa Jennie kecil untuk sekedar bermain di taman. Tentu semua itu diluar sepengetahuan Reni.
Arlan hanya tak ingin jika Jennie terus terusan dimanfaatkan oleh mantan istrinya itu.
"Ayah, ada masalah?"
Radit menatap raut wajah sang ayah. Wajah khawatir itu begitu kentara setelah lelaki tersebut mematikan panggilannya.
"Adikmu sedang dalam bahaya. Beberapa hari lalu, ada orang yang melakukan penyerangan terhadapnya. Beruntung nyawanya masih tertolong karena ada orang baik yang menolongnya."
"Apa??? tapi bagaimana bisa?. Bukankah selama ini Jennie juga mendapat pengawalan?"
Arlan menggelengkan kepalanya. Radit mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin putri konglomerat seperti Jennie tak mendapatkan pengawalan. Sebagai salah satu keturunan Darou tentu saja Jennie juga berhak mendapatkan itu semua layaknya Raja dan juga Joaquin sya, saudara tiri Jennie. Belum lagi, sebagai putri seorang Reni Daguan dan satu satunya cucu Daguan seharusnya Jennie menikmati semua itu. Namun lagi dan lagi fakta membuat Radit semakin miris terhadap nasib adik tirinya tersebut.
"Keluarga Darou tak pernah menganggapnya bagian dari mereka. Bagaimanapun kehadiran Jennie mereka anggap sebagai ancaman. Karena itulah, sejak awal masuk dalam keluarga daddy kandungnya Jennie tak pernah mendapatkan fasilitas apapun yang di khususkan untuknya. Semua masih dalam pengawasan ibu tirinya."
"Lalu, bagaimana keadaannya sekarang?"
"Dia berada ditempat yang aman untuk saat ini, nak. Ayah akan meminta om Bram untuk membantu menjaga keselamatannya, apa kau mengijinkan?"
Radit kembali mengerutkan keningnya.
"Kenapa ayah bertanya begitu?"
"Karena ayah tak ingin ada salah paham. Ayah sudah menganggap Jennie sebagai anak ayah sendiri, tapi ayah nggak mau kamu merasa ayah tak menghargaimu sebagai anak kandung ayah. Dosa ayah padamu sangatlah besar, dan selama hidup mungkin ayah tak akan bisa menebusnya."
"Aku dan Jennie mempunyai nasib yang sama ayah. Kami adalah korban dari keegoisan kalian. Tapi, semua sudah berlalu dan Radit tak pernah lagi mempermasalahkan itu. Aku cukup bangga mempunyai ayah yang baik. Jangan pernah merubah apapun karena kehadiran ku ayah. Aku ingin ayah tetap menjadi orang baik seperti selama ini."
"Terimakasih, nak. Kau memang mempunyai hati baik seperti ibumu. Terimakasih."
Radit mengusap bahu sang ayah penuh bangga. Dia tahu bagaimana kerasnya hidup Arlan selama ini.
.
.
Jennie memeluk ponsel pemberian Rayyan dengan erat. Hatinya sedikit tenang setelah berhasil berbicara dengan Arlan. Semua telah diceritakannya tanpa dia tutupi, bagaimana keadaan nya dan juga dimana dia berada sekarang.
"Terimakasih, aku masih mempunyai papa Arlan yang sangat baik dan mau menerimaku. Aku akan bangkit dan berjuang seperti yang papa Arlan katakan." Jennie mengusap air matanya.
Gadis itu bertekad jika hari ini adalah terkahir kalinya dia menangisi jalan hidupnya. Setelah ini, Jennie bertekat untuk memperbaiki hidupnya sendiri.
Setelah beberapa saat menenangkan dirinya. Jennie beranjak menuju kamar mandi, membersihkan diri dan kembali keluar kamar untuk membantu bu Tyo.
Di meja dapur, Ronald yang sedang berbicara dengan pak Tyo menoleh mendengar langkah Jennie. Sudut bibir lelaki paruh baya tersebut tertarik membentuk sebuah senyuman.
"Sore, Om."
Ronald menganggukkan kepalanya.
"Wah, non Jennie sudah bisa berjalan normal ya. Selamat ya non."
"Ini berkat bibi dan paman yang merawat Jen selama ini."
"Ah non bisa aja, itu kan memang sudah tugas kami non." Kelakar pak Tyo.
"Bibi mana paman?"
"Tuh ada disamping sedang mengantarkan pisang goreng untuk Den Rayyan dan nak Vino." Jennie mengangguk mendengar penjelasan pak Tyo.
"Duduk lah disini, nak. Cicipi pisang goreng buatan Bu Tyo, rasanya enak sekali." Ronald kembali mengambil pisang goreng yang tersedia dalam piring didepannya.
"Terimakasih, om."
"Saya permisi dulu kalau gitu ya, Tuan."
"Lo mau kemana pak?"
"Mau ke rumah anak saya di bawah, nganterin pisang hasil panen di kebun belakang untuk mereka." Jelas Pak Tyo.
"Oh ya sudah, silakan kalau gitu. Hati hati ya pak."
Pak Tyo berlalu dengan membawa karung berisi pisang untuk anak cucunya. Meninggalkan Jennie dan Ronald yang masih berada di dapur.
"Boleh om bertanya sesuatu sama kamu?"
Ronald membuka suaranya sambil menoleh ke arah gadis yang duduk diam di sampingnya yang hanya berjarak satu kursi saja.
"Iya om silakan."
"Menurutmu, tuan muda Rayyan itu orang yang bagaimana?"
Ha
Jennie terdiam, tak menyangka jika lelaki dengan tubuh tegap dan gagah itu akan menanyakan tentang Rayyan. Awalnya dia mengira jika lelaki tersebut akan menanyakan tentang asal usulnya.
"Ehm, dia baik. Hanya saja dia terlalu kaku dan dingin. Dia cuek dan juga keras tapi dibalik itu semua dia mempunyai pribadi yang misterius. Jujur saja, saya tidak begitu mengenalnya om." Jennie menundukkan kepalanya, apa yang dikatakannya adalah jawaban yang sebenarnya.
Ronald tersenyum tipis, lelaki tersebut kembali memasukkan pisang goreng yang tinggal setengah ke dalam mulutnya. Mengunyah nya dengan pelan sebelum menelannya.
"Hidupnya sangat keras diusianya yang masih muda. Dia menanggung banyak kesakitan dan beruntung dipertemukan dengan orang orang baik hingga dia pun tumbuh menjadi pemuda yang baik. Sifat keras dan juga dinginnya adalah tembok pertahanan yang dia bangun untuk menutupi kerapuhan nya."
"Tak banyak orang tahu bagaimana seorang Rayyan terbentuk. Jiwanya tak terguncang itu sudah merupakan suatu keajaiban."
Jennie mengernyap pelan, banyak teka teki dalam benaknya tentang siapa sosok Rayyan yang sebenarnya. Yang dia ketahui selama ini, Rayyan hanyalah seorang asisten kepercayaan Raka Aditama.
"Om harap, kamu bisa memaklumi sifatnya yang kadang keras." Jennie menganggukkan kepalanya pelan.
"Kalau boleh tahu, siapa sebenarnya asisten Ray itu Om." Rasa penasaran Jennie sungguh besar.
Melihat penampilan Ronald yang tak biasa dan panggilan yang lelaki paruh baya itu sematkan untuk Rayyan, membuat rasa penasarannya semakin besar.
"Dia adalah anak malang yang harus menanggung akibat dari kerasnya hidup. Suatu saat kamu pasti akan mengetahui semaunya. Om harap, kamu bisa membantunya untuk terus berjuang."
Jennie hanya mampu menganggukkan kepalanya meski belum sepenuhnya mengerti maksud dari ucapan Ronald.
"Bersabarlah, suatu saat nanti saya pasti akan menceritakan semuanya. Untuk saat ini sebaiknya kamu fokus pada kesembuhan mu. Setelah itu, om akan mengajarkanmu beberapa gerakan agar kamu bisa melindungi dirimu sendiri nantinya. Kamu mau?"
"Tentu, saya mau om. Saya nggak mau lagi menyusahkan orang lain. Saya ingin bangkit dan berdiri dengan kedua kaki saya sendiri." Jennie menganggukkan kepalanya berulang kali dengan antusias.
Keduanya terlalu asyik berbincang hingga tak menyadari ada sepasang mata yang terus saja memperhatikan interaksi mereka.
"Apa yang sedang kau perhatikan?"
"Hemm."
"Ckck, kambuh lagi nih penyakit kanebo kering." Vino menggeleng dan kembali menikmati pisang goreng tanpa lagi memperdulikan Rayyan yang sedang asyik dengan dunianya sendiri.
karena mereka berdua sama-sama menempati posisi istimewa di hati Rayyan
yang penting Daddymu selalu bersikap baik padamu toooh
koneksinya gak main-main seeeh
aaahh aku telat bacanya ya, harusnya pas maljum kemaren 😅😅😅
pasti rayyan bahagia dpet.jackpot yg masih tersegel.
wkwkw bisa langsung hamil itu kan thor, kasian para orang tua pingin punya cucu, bakal jadi rebutan pasti.
ok lah makasih ry udah buat rayyan dan jenie bahagia disini