"Pada akhirnya, kamu adalah luka yang tidak ingin aku lepas. Dan obat yang tidak ingin aku dapat."
________________
Bagaimana rasanya berbagi hidup, satu atap, dan ranjang yang sama dengan seseorang yang kau benci?
Namun, sekaligus tak bisa kau lepaskan.
Nina Arunika terpaksa menikahi Jefan Arkansa lelaki yang kini resmi menjadi suaminya. Sosok yang ia benci karena sebuah alasan masa lalu, namun juga cinta pertamanya. Seseorang yang paling tidak ingin Nina temui, tetapi sekaligus orang yang selalu ia rindukan kehadirannya.
Yang tak pernah Nina mengerti adalah alasan Jefan mau menikahinya. Pria dingin itu tampak sama sekali tidak tertarik padanya, bahkan nyaris mengabaikan keberadaannya. Sikap acuh dan tatapan yang penuh jarak semakin menenggelamkan Nina ke dalam benci yang menyiksa.
Mampukah Nina bertahan dalam pernikahan tanpa kehangatan ini?
Ataukah cinta akan mengalahkan benci?
atau justru benci yang perlahan menghapus sisa cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumachi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Parasite Terus Menempel
"Terimakasih banyak sekali lagi pak, sudah memberiku kesempatan bekerja disini dulu"
Jean menerima kotak putih terbalut pita merah yang disodorkan Nina.
"Itu bukan apa-apa, kau cukup bisa diandalkan disini"
Nina tersenyum mendengar nya.
Hari ini seperti yang sudah ia sampaikan pada Jefan kemarin, ia datang ke kafe membawa beberapa bingkisan untuk Nina berikan pada rekan kerja di kafe.
Sekaligus berpamitan pada mereka dan Jean sebagai mantan atasannya.
"Karena sekarang aku bukan atasan mu kau bisa memanggilku dengan santai, Nina"
"Ah~ itu sepertinya agak... canggung"
"Ayolah, meski sudah bukan karyawan ku lagi setidaknya jadilah temanku"
"Tapi panggilan non formal agak... "
"Kau tidak mau berteman denganku, Nina?"
"Bukan begitu pak, eh maksudnya.. "
Jean tertawa memandang Nina gelagapan "Baiklah, senyaman mu saja, tidak usah dipaksa"
Nina menggaruk lehernya yang tak gatal. Ia memang sedikit agak canggung karena pertengkaran kecil Jean dan suaminya waktu itu.
Mungkin ini hanyalah cara Jean agar Nina tak lagi canggung padanya. Tapi, tentu saja itu bukan hal mudah.
"Ngomong-ngomong apa yang kau bawakan ini"
"Aku membuat kue, mungkin tidak seenak ditoko, tapi itu cukup pantas untuk dimakan kok"
Jean membuka kotak itu perlahan, "Wah~terlihat enak"
"NINA!!"
Kedua orang itu menoleh serentak. Diujung pintu kafe berdiri sosok yang tak asing bagi Nina, namun asing bagi Jean.
Jean melirik kearah Nina yang memasang wajah tak bahagia. Ada raut takut, dan tak menyukai kehadiran sosok yang baru saja memekik nama gadis itu.
Sosok itu dengan tergopoh-gopoh mendekat, ia memegang kedua bahu Nina begitu sampai di depannya
"Akhirnya kita ketemu juga, putriku"
"Putri?" suara Jean menyela
"Halo selamat pagi, anda....??"
"Ah saya Jean, pemilik kafe ini"
Jean mengulurkan tangannya pada Deris, namun dengan cepat Nina merobohkan tangan Jean dan menghalangi tubuh lelaki itu berhadapan dengan ayahnya melalui badan kecilnya.
Jean memicingkan matanya, kenapa dirinya merasa sedang dilindungi dari orang yang berbahaya?
Tapi bukankah pria tua ini ayah Nina?
"Ada perlu apa ayah mencariku?" tanya Nina dengan wajah datar.
"Tentu saja rindu, apa perlu kau bertanya begitu pada orangtua mu sendiri nak?"
Nina menyunggingkan bibirnya, "Sejak kapan kau menemuiku karena rindu? Bukannya kau selalu menemuiku karena uang?"
"Hei~ aku ini ayahmu, kau tidak boleh kasar begitu pada orang yang membesarkanmu dengan susah payah"
Jean bergerak agak sedikit kedepan, kini dia yang berada didepan Nina. Wajah ramahnya berubah menjadi datar, dan menajam.
"Aku tidak tau hubungan ayah dan anak seperti apa kalian, tapi kurasa temanku tidak menyukaimu, jadi pergilah selagi aku bicara baik-baik"
"Jangan ikut campur anak muda, aku benar-benar hanya ingin bicara pada anak kandungku sendiri setelah sekian lama dilarang bertemu"
"Dilarang bertemu denganku?"
"Oh, kau tidak tau ya.. suamimu itu melarang ku bertemu denganmu, bahkan aku tidak boleh sedikit saja mendekatimu"
Alis Jean bertaut, bagaimana bisa seorang suami melarang mertuanya bertemu anaknya sendiri?
Kehidupan pernikahan macam apa sebenarnya yang terjadi diantara mereka?
"Kenapa Jefan melakukan itu, Nina?"
"Mungkin untuk melindungi ku" Jawab Nina tegas, pandangan tak beralih dari ayahnya yang tak tau diri ini.
"Melindungi? Entahlah... aku justru merasa dia menyewa mu padaku"
"Apa?"
"Habis, dia selalu memberiku uang bulanan sebagai imbalan tidak menemui atau mendekati mu... seperti menyewa barang padaku secara berkala ya" seringai Deris yang nyaris membuat Jean melayangkan tinju.
"Pergi kau sekarang juga dari kafeku" Jean menginstruksi dengan nada intimidasi.
Namun tentu tak mempan pada manusia judi itu. Dia tak bergeming. Wajahnya masih menatap Nina penuh seringai.
"Apa yang ayah inginkan? uang dariku? aku akan mengirim semua hasil gajiku selama bekerja disini, jadi pergi lah sekarang"
"Eii~ gajimu? mana cukup nak, ayah sudah memohon waktu itu pada suamimu untuk membantu ayah sekali saja, tapi dia bahkan tak melirik ayah sama sekali"
Nina ternganga, matanya memerah tak percaya pada sikap memalukan ayahnya ini
"Ayah memohon meminta uang Jefan? Apa ayah sudah gila?!"
"Tutup mulutmu anak sial! Berani sekali menyebutku gila! Dasar kau anak tidak tau diun... "
Jean menarik lengan Deris keluar sebelum ia menyelesaikan perkataan. Begitu sampai diluar kafe, Jean membanting tubuh gempal nya itu ke tanah.
Nina bergerak menyusul keluar. Tapi, sebelum itu ponselnya berdering, ia mengangkat walau agak ragu. Toh, dia juga akan berencana memberi taunya tentang kejadian ini.
"Halo.. "
"Halo, apa kau sud-----"
"Pergi sekarang, aku sudah hampir berada diambang kesabaran ku"
Deris mendecak, "Oh, putriku, kau memang pintar sekali ya mengibaskan ekormu dimana-mana, kau banyak mendapat arjuna tampan yang kaya"
Nina meremas tangan dan ponselnya, napasnya tak karuan memandangi ayahnya yang gila itu, dengan bibir bergetar Nina men-instruksi Jefan dengan lirih hampir tak terdengar.
Entah apa yang terjadi pada suaminya itu yang jelas telpon mereka mati begitu Nina selesai bicara.
"Lihat ini, apa ini dari mu, putriku? Begini caramu merayu mereka ya?" Deris menyerobot kotak kue dari tangan Jean.
"Hei~ kembalikan itu milikku"
"Wah apa ini? Roti? Nina kau lihai sekali sekarang... cerdas nak, pria memang suka disentuh melalui selera makanan"
Deris dengan santainya membalik kotak itu kebawah.
Jean reflek melayangkan pukulannya tepat dipipi kiri deris begitu melihat lelaki itu menumpahkan semuanya isi kotak itu ketanah.
"Ternyata, kau benar-benar bajingan gila ya"
Jean menarik kerah Deris yang baru saja tersungkur ke tanah akibat pelukannya.
"Maafkan aku Nina, aku memukul ayahmu, tapi kalau kau melarang pun, aku akan tetap memukulnya lagi"
Tubuh Nina kaku. Bukan, karean ia tak terima pada tindakan Jean, tapi karena melihat lelaki ramah dan hangat itu sangat berapi-api sekarang
Bugh!
Jean kembali melakukan hal yang sama. Ia mendesah berat begitu selesai meluapkan emosinya.
"Ah Sial~ kue ku... " lirih Jean memandangi kue dari Nina yang sudah tercecer ditanah
"A-akan saya berikan lagi nanti pak, maaf"
Jean menoleh ke arah Nina, ia kembali menghela napas panjang "Nina... ya tuhan, bagaimana kau selama ini berjalan di hidup yang seperti ini?
"Sialan!!!" pekik Deris yang berusaha bangkit dengan agak terhuyung ia berjalan mendekat ke arah Nina.
"Kapan kau akan membuat hidupku mudah sih! Kau dari dulu memang anak pembawa sial!"
Nina mengencangkan rahangnya, semua kata-kata itu sudah sangat biasa dilontarkan oleh ayahnya.
Gadis itu tak lagi kaget mendengar hal-hal gila.
Nina menekan tombol panggil diponselnya, kemudian menunjukan layar pada Deris. "Resiko ayah tanggung sendiri"
Deris berdesis. Nina menelpon polisi untuk menakutinya.
Dan untungnya itu berhasil, Deris melesat dengan kecepatan penuh menjauhi kafe.
Nina mematikan telpon daruratnya begitu melihat Deris menjauh. Ia sedikit menarik napas lega.
"Maafkan saya atas kekacauan ini pak. Padahal saya sudah tidak bekerja disini, tapi saya masih pengacau"
Jean menghela napas berat "Susah sekali melepaskan kata maaf dari mulutmu, Nina"
"Ini kan bukan salahmu" lanjut Jean
"Tapi... dia tetap ayah saya, jadi tolong maafkan saya"
"Ya ya baiklah. Tapi berikan aku kue mu lagi, aku akan menagih mu terus sampai kau memberikannya"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...