Dikhianati cinta. Ditindas kemiskinan. Ditinggalkan bersimbah darah di gang oleh kaum elit kaya. Mason Carter dulunya anak orang kaya seperti anak-anak beruntung lainnya di Northwyn City, sampai ayahnya dituduh melakukan kejahatan yang tidak dilakukannya, harta bendanya dirampas, dan dipenjara. Mason berakhir sebagai pengantar barang biasa dengan masa lalu yang buruk, hanya berusaha memenuhi kebutuhan dan merawat pacarnya-yang kemudian mengkhianatinya dengan putra dari pria yang menuduh ayahnya. Pada hari ia mengalami pengkhianatan paling mengejutkan dalam hidupnya, seolah itu belum cukup, ia dipukuli setengah mati-dan saat itulah Sistem Kekayaan Tak Terbatas bangkit dalam dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MOBIL BARU
Mason menghabiskan seluruh hari Minggu bersama Luna di rumahnya. Perawat yang dulu terkesan sedikit sulit dia kenal itu, kini berubah menjadi gadis yang lembut dan bebas, dan dia tidak bisa berpisah sebentar pun dari Mason.
Mason sendiri heran, tapi apa yang bisa dia lakukan?
Sekarang, dia bahkan sudah resmi menjadi pacarnya, setelah Luna melamarnya. Meski Mason merasa itu sedikit menjadi beban, dia tidak bisa menolaknya.
Pada Senin pagi, Mason bersiap pergi ke kantor Zintech Automobile untuk menuntaskan kesepakatan dengan mereka.
Luna akhirnya setuju untuk membiarkannya pergi sebentar, karena dia juga sedang bersiap memanfaatkan uang yang diberikan Mason.
Mereka berdua sudah merencanakan ide bisnis yang bagus untuk Luna, dengan modal sebesar 750.000 dolar.
Luna akan mendirikan sebuah merek pakaian, dengan nama yang diusulkan oleh Mason:
ESTER.
Luna sepenuhnya setuju dengan nama itu, dan kemudian tinggal melanjutkan proses pendirian mereka tersebut m. Mason sudah menghubungi beberapa perencana bisnis untuk bergabung dengannya, memastikan Luna tidak sendirian, meskipun Mason sendiri tidak bisa selalu ada membantunya langsung.
"Aku akan menelepon secepat mungkin untuk memeriksa keadaanmu," kata Mason, lalu mengecup keningnya.
Luna mengangguk sambil menggigit bibirnya, pipinya memerah.
Mason berhenti di depan pintu, seolah lupa sesuatu, lalu berbalik.
"Kau pakai pakaian apa hari ini?" tanya Mason.
"Dress biru. Itu dress favoritku. Kenapa?" tanya Luna.
"Ah tidak apa-apa, hanya ingin tahu saja, pakaian apa yang digunakan pacarku hari ini," Mason tersenyum lalu berjalan keluar.
Luna tak bisa menahan diri untuk tidak merona saat tersenyum balik, menatapnya pergi.
Begitu Mason pergi, Luna juga segera bersiap-siap. Dia ingin cepat kembali ke rumah sebelum Mason, untuk menyiapkan makan siang.
Mengenakan gaun midi biru safir yang ramping dengan potongan yang pas dan ikat pinggang yang tipis—sempurna untuk tampilan bisnis yang anggun dan berwibawa—dia keluar dari kamar sambil membawa tas tangan putih mungil.
Begitu sampai di gerbang, dia langsung melihat seorang pria berkulit pucat mendekatinya.
Pria itu mengenakan setelan jas hitam dan memegang kunci mobil di tangannya, dan wajahnya terlihat cerah saat berjalan ke arahnya.
"Selamat siang, Nyonya," sapa pria itu.
"Selamat siang," jawab Luna.
"Uhm... Ini," pria itu lalu mengulurkan kunci ke arah Luna, membuatnya membeku seketika.
"Apa? Kenapa?"
"Tuan Mason Carter sudah membayar mobil itu di sana, dan beliau mengatakan agar saya memberikan kunci mobil ini kepada wanita yang keluar dari gedung ini, mengenakan gaun berwarna biru."
"Apa-apaan... Mason... Astaga!" Luna tidak bisa menahan kegembiraan yang mengalir di pembuluh darahnya.
"Saya yakin ini untuk Anda... Jadi, silahkan ambil," pria itu menyerahkan kunci kepadanya sambil tersenyum.
Luna menerima kunci itu dengan satu tangan, sementara tangan lainnya menutup mulutnya.
Sekali lagi, dia tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi…
Dia terus bertanya-tanya mengapa Mason melakukan ini, tapi di sisi lain, dia menilai bahwa Mason memang mampu melakukannya.
"Astaga... Astaga..."
Tanpa ragu, dia langsung berlari menuju mobil yang diparkir di sisi jalan.
Itu adalah Lamborghini Aventador S, supercar dengan harga lebih dari 600.000 dolar!
Dengan semangat luar biasa, dia menekan tombol di kunci untuk membuka pintu, lalu cepat-cepat masuk.
Untungnya, dia bukan pemula dalam mengemudi mobil... setidaknya, meskipun dia belum pernah mengemudikan mobil mewah seperti ini, dia tidak akan sepenuhnya buruk dalam mengemudikannya.
Dia menyalakan mobil tanpa berpikir dua kali, ingin sekali mencoba mengemudikannya untuk pertama kali.
VROOOOOOMMMM!!!
Detik berikutnya, mobil itu meraung keras, membuat hampir semua orang menoleh ke arah itu. Di daerah tempat Mason tinggal, tidak ada yang memiliki mobil seperti itu.
Sekarang orang-orang disekitarnya tidak bisa lebih terkejut... Pertama, itu adalah Bugatti Centodieci, dan sekarang Lamborghini???
RAHHHHHΗΗΗ!
"Hati-hati di jalan!" teriak pria itu sambil melihat Luna melaju cepat, seperti seorang ratu yang berada di puncak dunia.
~ ~ ~ ~ ~
Mason tiba di kantor Zintech Automobile pada pukul 10:30 pagi, sebuah gedung yang terletak di kota utama Northwyn.
Itu adalah gedung pencakar langit yang tampaknya memiliki sembilan lantai dengan beberapa petugas keamanan berdiri di sana-sini.
Mason tidak keberatan memarkir mobilnya di area parkir dan hanya meninggalkan mobilnya di sisi aman sebelum arena gedung utama.
Jika tidak ada yang melihatnya mengemudi ke sana, mereka tidak akan tahu dia datang dengan mobil.
Itu sebenarnya yang dia inginkan sejak awal.
Petugas keamanan tidak banyak bertanya dan langsung mengarahkannya ke resepsionis di meja depan.
Resepsionis itu adalah seorang wanita muda berpakaian jas putih dengan rambut cokelat panjang.
"Selamat datang di Zintech Automobile, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" dia menyapa dengan cepat begitu dia mendekatinya.
"Saya ingin bertemu dengan Duta Besar," jawab Mason.
Resepsionis itu menatapnya sekilas, senyumnya sedikit menipis. "Boleh saya tahu nama Anda?"
"Mason. Mason Carter."
Dia mulai mengetik di komputernya, tapi sebelum sempat menjawab, suara tajam terdengar memecah suasana lobi.
"Astaga... Kau?"
Mason menoleh. Berdiri beberapa langkah darinya, berdiri di atas sepatu hak tinggi dengan mantel desainer, adalah Lynna Hartley, ibu Freya. Wajahnya langsung berubah menjadi senyum sinis begitu mengenalinya.
"Apa yang dilakukan anak miskin seperti kau di sini?" tanyanya dengan suara cukup keras untuk didengar staf dan pengunjung di sekitar.
Mason tetap diam, kedua tangannya masuk ke saku celana dengan tenang.
"Kau pikir hanya karena kau memakai jas, kau pantas berada di sini?" Lynna tertawa. "Ini bukan levelmu, anak muda. Ini Zintech. Freya jauh lebih baik sejak dia meninggalkanmu."
Mason terpukul oleh kata-kata itu tapi hanya menggelengkan kepala.
"Apa yang kau inginkan dariku, Nyonya Lynna?" tanyanya dengan suara berani, meski tenang.
Lynna melangkah mendekat, bunyi hak sepatunya terdengar nyaring di lantai marmer.
"Kamu tidak pantas ada di sini. Bahkan aku bisa memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar dalam lima detik. Kau bukan siapa-siapa disini, kau hanyalah penyusup..."
"Ada masalah di sini?"
Suara yang tegas dan tenang itu datang dari lorong di balik dinding kaca.
Pada saat itu, semua orang menoleh ke arah suara tersebut.
Sabrina Jonah, tinggi dan berwibawa dengan setelan rok navy, melangkah maju. Kehadirannya saja sudah cukup membuat semua orang terdiam.
Lynna berbalik, mulutnya terbuka setengah.
Tatapan Sabrina langsung tertuju pada Mason, lalu senyum hangat terukir di wajahnya.
Lynna hampir saja melaporkan Mason kepada Duta Besar, tetapi begitu dia merasakan kedatangannya mendekati Mason, dia membeku.
"Tuan Carter," sapa Sabrina sambil mengulurkan tangannya. "Saya sangat senang sekali Anda bisa datang."
Mason menjabat tangannya dengan percaya diri, sementara semua orang disekitarnya, termasuk tiga petugas keamanan yang semula hendak mendekat, menatapnya dengan terkejut.
"Ayo kita ke atas," lanjut Sabrina. "Dokumen terakhir sudah siap untuk Anda tanda tangani. Ketua baru Zintech tidak seharusnya menunggu."
Mason mengangguk tipis, sempat melihat ekspresi terkejut di wajah Lynna saat dia berjalan melewatinya.
‘Ketua baru Zintech? Bagaimana bisa???'
Lynna bertanya dalam hati sambil menatap tidak percaya saat Duta Besar membawa Mason Carter, si anak miskin yang dulu pernah dia kenal, menuju keruangan.
Itu memang sangat mengejutkan, tapi ada satu perasaan lain yang muncul di baliknya...
Ketakutan.
Karena jelas...
Lynna sudah tahu dia sedang dalam masalah.