Vira, seorang anak perempuan yang polos dan cantik selalu dikurung oleh ayahnya untuk menghasilkan uang dengan menjual tubuhnya.
Hingga suatu malam itu Vira mendapatkan pelanggan yang sangat berbeda dan cukup unik, berbicara lembut padanya dan bahkan memakaikan baju untuknya.
Namun, Vira tidak menduga bahwa pertemuannya itu justru mengubah nasibnya di masa depan nanti.
Siapakah sebenarnya laki-laki itu? dan takdir nasib apa yang tengah menunggunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sofiatun anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Draft
Dengan susah payah Vira memanjat tembok rumah Goro yang menghubungkan atap rumahnya yang sekarang ini tengah ia datangi, dengan sepiring makanan di tangannya, memang sangat sulit memanjat seperti itu, bahkan para peri yang hendak membantunya pun tidak boleh membantunya sama sekali.
Tentu saja Vin yang melihat hal itu cukup terkejut dan tidak mengerti apa yang sedang Vira lakukan diatas atap seperti itu. Namun, melihat apa yang tengah dibawanya sepertinya Vin bisa menebak apa yang akan dia lakukan.
Terbuai oleh gengsi, Vin mengalihkan perhatiannya dan tidak peduli walaupun Vira tengah kesusahan memanjat.
Walaupun begitu Vira akhirnya tetap bisa sampai di atap dengan piring ditangannya tanpa terjatuh sama sekali, lalu duduk di samping Vin dengan nyaman. Vira menatap Vin yang masih tidak memperdulikannya.
"Kenapa kau susah payah manjat seperti tadi? Kalau kau ingin aku makan tunggu saja sampai aku bosan" ujar Vin dengan nada kesal yang terlihat jelas di wajahnya yang sama sekali tidak mau menatap lawan bicaranya.
Sementara Vira tidak menjawab atau mengatakan sesuatu, ia hanya diam termenung dengan piring berisi makanan di pangkuannya.
Melihat hal itu, Vin pun semakin kesal dan akhirnya menyerah.
"Berikan itu padaku" pinta Vin mengulurkan tangannya walaupun dengan wajah yang ia palingkan agar tak bertatapan dengan Vira yang langsung memberinya sepiring makanan yang ia bawa.
"Aku makan ini bukan karena aku ingin ya, aku hanya tidak ingin kau terus berada di sini. Pergilah, aku akan memakannya kau puas sekarang?"
Sambil melahap makanannya di depan Vira, Vin berharap Vira segera pergi setelah ia makan makanannya. Tapi justru Vira tak beranjak sama sekali dari tempatnya, bahkan setelah ia sudah melihat Vin makan dengan lahap, ia tetap berdiam diri di sana tanpa mengganggu Vin makan dengan mengalihkan pandangannya.
"Kau ini..." ingin memarahi Vira pun tidak ada gunanya, bahkan setelah ia memarahinya dengan keras ia tidak mau mendengarkan dan terus diam tanpa suara seperti itu hanya agar tidak mengganggu saja. Namun, justru bagi Vin kehadirannya saja susah sangat mengganggunya.
Dan akhirnya ia pun tidak bisa berbuat apapun selain menghabiskan makanannya dengan ditemani Vira tanpa suara apapun.
Selama Vin makan tidak ada percakapan, atau suara sedikitpun. Penasaran Vin melihat ke sampingnya, dimana Vira masih setia di sana dengan kebisuannya yang kini terlihat seperti tengah menerawang sesuatu.
"Hei, aku... Mau berterima kasih untuk apa yang kau lakukan pada Rina, maaf juga aku memarahi mu seperti itu" ucap Vin tiba-tiba tanpa memalingkan wajahnya dari piring yang kini sudah bersih.
"Waktu itu aku penuh dengan emosi dan tidak mencerna kejadian dengan baik. Waktu itu... Jelas-jelas aku melihat bagaimana kau menyembuhkan Rina, tapi saat melihat Rina yang kesakitan seperti itu membuatku marah"
Vira menatap Vin dan mendengarkan dengan baik tanpa menyela, ia juga cukup terkejut Vin akan mengatakan maaf dan terimakasih padanya.
Eh? Apa dia baru saja bilang maaf?
"Hanya saja... kau tidak seperti yang aku pikirkan tentang anak dalam ramalan itu"
Ya, itu benar, Vira juga sebenarnya sudah mengerti apa yang selama ini Vin pikirkan tentangnya, terutama tentang mimpi yang menjadi tonggak kepercayaan Vin tentang anak dalam ramalan.
"Hei Vira..." Saat tiba-tiba peri merah memanggil Vira dan melambaikan tangannya agar Vira mendekat padanya.
Memang aneh bagi Vin melihat bagaimana para peri itu justru berbisik-bisik pada Vira yang kalaupun terdengar, jelas tidak akan bisa dimengerti, ingin menegur pun bukan urusannya juga, pikir Vin.
Setelah selesai berbisik-bisik, Vira kembali menatap Vin.
"Apa kau sudah selesai? Aku sudah mengatakan apa yang aku ingin katakan sekarang, sebelum aku menarik kata-kataku tadi. Pergilah..." ucap Vin dengan nada mengusir, dan membuat para peri kesal ingin memukul wajahnya andai saja Vira tidak menghentikan mereka.
"Ayo Vira... Lakukan saja sekarang. Saya sudah tidak tahan lagi dengannya..." para peri terus mendesak Vira sambil memukul-mukul udara yang mereka harap adalah wajah Vin.
Vira pikir yang para peri katakan tidak seharusnya ia lakukan, ia tidak bisa melakukannya dan tidak perlu melakukan hal seperti itu hanya untuk mendapat kepercayaan Vin.
Dan lagipula, dengan berbagi ingatan bisa saja membuat Vin juga ikut melihat ingatannya, dan itu sama sekali tidak bagus.
Vira pun memilih untuk kembali turun dari atap, tanpa dipedulikan oleh Vin yang memang berharap demikian. Walaupun tidak dengan para peri yang sudah berseru kesal dengan Vira yang tiba-tiba turun tanpa melakukan apapun yang mereka suruh.
"Hei Vira! kenapa kau turun... Ayo tunjukan padanya kalau kau benar-benar anak dalam ramalan..."
"Saya sudah muak dengan sikap sombongnya itu, benar-benar keras kepala!" para peri terus menggerutu kesal yang tidak dipedulikan oleh Vira sama sekali.
"Dengar, saya juga ingin pangeran percaya, dan... Itu bukan ide yang bagus" batin Vira kemudian masuk ke dalam rumah sambil mengabaikan para peri yang masih menginginkan penjelasan lebih.
***
"Ratu Diana... Apa anda bisa menjelaskan semua ini?"
"Kami sudah mendengar semuanya dengan jelas"
Selepas pesta dibubarkan lebih awal, ratu Diana pergi memenuhi panggilan para tetua yang pastinya sudah mendengar kejadian hari ini di pesta.
"Sebelumnya saya ingin meminta maaf atas keegoisan saya yang ingin mengadakan pesta di tengah-tengah kondisi saat ini, saya tidak pernah menduga semua itu" ucap ratu Diana dengan tenang dan cukup merasa bersalah.
"Kami mengerti hal itu Diana... Jika anda hanya ingin menyambut anak itu dengan baik, sebaiknya pikirkan lebih banyak lagi"
Ratu Diana pun hanya bisa menunduk dalam, mendengar bahwa ia memang meminta izin untuk menyambut anak dalam ramalan yang memang sudah diketahui oleh para tetua kedatangannya. Awalnya pesta yang ia inginkan hanya untuk menyambut anak itu, tapi pikirnya lebih dari itu.
"Dan kami juga tidak menyangka sosok hitam itu bisa masuk tanpa ketahuan, dan lagi ia datang bukan hanya sendiri" para tetua mulai membicarakan masalah lain masing-masing.
Dan itu membuat ratu Diana semakin tersinggung dengan semua kejadian hari ini.
"Diana... Kami hargai keputusan anda dengan mengusir selir Linda dari istana sebagai hukuman, tapi jelas-jelas itu tidak berpengaruh sama sekali"
"Selir Linda sudah mengkhianati kerajaan dan memihak pada kegelapan, bahkan merencanakan hal gila yang bisa merugikan seluruh negeri, jelas bahwa dia adalah ancaman dan seharusnya dihukum mati"
"Bukan" ratu memotong dengan keras membuat para tetua kini saling berbisik-bisik satu sama lain.
"Bukan... Selir Linda... Bukanlah ancaman" sambil memantapkan hatinya untuk menerima segala reaksi dari para tetua, ratu menatap mereka dengan serius.
"Apa maksud anda bukan ancaman?"
"Apa anda memang sudah disihir oleh wanita tak beradab itu hingga tidak bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah?"
"Kami tahu anda selalu menghormatinya dan peduli padanya, tapi justru karena kepedulian anda itu membuatnya semakin memberontak hingga kini ia justru bergabung merencanakan kehancuran negeri ini dengan para sosok hitam itu"
Ratu Diana sedikit menghela nafas sebentar sebelum menatap para tetua dengan mantap yang juga dibalas balik oleh mereka.
"Bukan... Saat saya mengenal selir Linda untuk beberapa tahun saya mengerti mengapa ia memilih jalan yang sekarang ia pilih"
Tatapan ratu Diana pun kini berubah menjadi lebih gelap menatap mereka.
"Bahwa tidak semua kebaikan dipandang baik oleh beberapa orang"
***