Kepergok berduaan di dalam mobil di daerah yang jauh dari pemukiman warga membuat Zaliva Andira dan Mahardika yang merupakan saudara sepupu terpaksa harus menikah akibat desakan warga kampung yang merasa keduanya telah melakukan tindakan tak senonoh dikampung mereka.
Akankah pernikahan Za dan Dika bertahan atau justru berakhir, mengingat selama ini Za selalu berpikir Mahardika buaya darat yang memiliki banyak kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30.
"Nggak bisa gitu dong, mah." Abil mengutarakan protesnya.
"Kalau memang kamu nggak mau mama dan papa membawa Zaki ke Amerika, maka jadilah ayah yang bisa memberikan kebahagiaan seutuhnya untuk putramu, nak!. Carilah pendamping hidup agar Zaki bisa merasakan kasih sayang seorang ibu!. Walaupun faktanya wanita yang akan kau nikahi nanti bukanlah ibu kandung bagi Zaki, tetapi dengan kamu menikah lagi Zaki bisa merasakan seperti teman-temannya yang memiliki seorang ibu." Papa Abimana yang sejak tadi hanya diam saja akhirnya angkat bicara.
Mama Livia tersenyum dalam hati, secara tidak langsung suaminya tercinta berada di pihaknya. Sebelumnya mama Livia sudah sering meminta Abil untuk mencari pendamping hidup setelah tiga tahun Kematian istrinya, tapi jawaban putranya itu tetap saja sama, ia bisa menjadi ibu sekaligus ayah untuk Zaki. Setiap kali teringat jawaban putra semata wayangnya tersebut membuat mama Livia jadi sebal sendiri. Jujur, ia ingin Zaki memiliki saudara kandung agar tidak seperti ayahnya yang merupakan anak tunggal. Bukan apa-apa, mama Livia tidak ingin cucunya merasakan apa yang dirasakan oleh ayahnya, karena menjadi anak tunggal pasti sedikit kesepian berbeda jika memiliki adik. Pasti Zaki tidak akan merasa kesepian di masa sekarang dan di masa depannya nanti jika memiliki saudara.
"Abil akan memikirkannya, pah." sebenarnya Abil malas membahas tentang urusan menikah lagi, akan tetapi ia pun tak rela jika putranya diajak serta oleh kedua orang tuanya ke luar negeri. Zaki adalah buah cintanya bersama mendiang istrinya dan Abil tak mau jauh-jauh dari Putranya itu.
Obrolan mereka pun berakhir ketika mobil Abil memasuki gerbang utama rumah sakit.
Mama Livia yang begitu merindukan cucu kesayangannya, langsung beranjak turun dari mobil. berjalan meninggalkan area basement, menuju pintu utama rumah sakit. dengan menaiki lift, mama Livia, papa Abimana dan juga Abil tentunya, kini tiba di lantai empat, di mana kamar VVIP tempat Zaki di rawat
"Cucu Oma, kasian banget kamu, nak." Mama Livia menggenggam tangan Zaki yang terlelap dalam tidurnya.
Detik selanjutnya, mama Livia beralih pada putranya.
"Coba kamu lihat wajah teduh putramu, Abil! Apa kamu tidak kasihan melihatnya tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu, karena keegoisan kamu yang tidak ingin menikah lagi?."
Abil tak dapat menepis ucapan ibunya, karena apa yang dikatakan oleh ibunya benar adanya, Hingga saat ini ia sama sekali tidak kepikiran untuk menikah lagi. Bagi seorang Syabil Fahreza menikah lagi sama dengan mengkhianati cinta mendiang istrinya. Abil jadi Frustasi, di satu sisi ia tidak ingin mengkhianati cinta istrinya dengan menikah lagi, tetapi ia juga tak mau sampai Zaki di bawa oleh kedua orang tuanya ke luar negeri.
"Mah, apa kita tidak terlalu berlebihan menekan Abil seperti ini? Papa khawatir Abil malah frustrasi memikirkan semua ini." Tanya papa Abimana setelah putranya berlalu meninggalkan kamar perawatan tersebut. Memiliki anak tunggal tentunya memiliki banyak plus minusnya, dan salah satunya adalah kekhawatiran berlebihan dan sepertinya hal itulah yang kini dirasakan oleh papa Abimana. Pria itu tidak ingin putranya frustrasi akibat merasa tertekan.
"Papa tenang saja, mama yang melahirkan Abil, mama tahu betul dengan sikap anak itu. Kalau kita tidak menekannya seperti ini, Abil pasti akan terus mempertahankan status dudanya, pah." balas mama Livia.
Pada akhirnya papa Abimana hanya bisa mengangguk pasrah, percaya jika keputusan yang diambil oleh istrinya adalah yang terbaik bagi mereka semua, terutama bagi Abil dan Zaki.
Oma yang duduk di sofa memilih diam saja. Dalam hati ia ikut mendukung apa yang menjadi keputusan menantunya, menekan Abil agar bersedia menikah lagi.
Tak lama kemudian, Oma teringat pada salah satu cucunya, Zaliva, yang juga bekerja di rumah sakit tersebut.
"Oh iya, Abi, keponakan kamu Zaliva, ternyata dia bekerja di rumah sakit ini. Setelah menikah Za pindah ke kota ini, ikut bersama suaminya." beritahu Oma. Abi merupakan panggilan akrab papa Abimana. Dan nama Abil sendiri diambil dari singkatan Abimana, Livia.
"Za bertugas di ruangan IGD." Imbuh Oma.
Mendengar informasi ternyata salah seorang keponakannya bekerja di rumah sakit tersebut, papa Abimana pun hendak menemuinya. Namun Oma kembali menyampaikan bahwa jadwal dinas Za pagi sampai dengan sore hari. Jika ditanya mengapa bisa diatur sedemikian rupa sementara seharusnya ada jadwal rolling, maka tak perlu dijawab sebab Papa Abimana sendiri tahu bahwa pria yang menikahi keponakannya merupakan pemilik saham terbesar di rumah sakit ini, semua pasti bisa diatur sesuai dengan keinginannya.
"Oh iya pah, bukannya pria yang menikahi Zaliva masih memiliki hubungan keluarga dengan Thalia?." pertanyaan mama Livia dijawab anggukan oleh papa Abimana.
"Jodoh pasti menemukan caranya sendiri untuk mempertemukan dua insan yang ditakdirkan bersama." Tutur papa Abimana dan kini giliran mama Livia yang mengangguk, membenarkan perkataan suaminya. "Suaminya Zaliva juga merupakan anak tunggal, sama seperti Abil." papa Abimana sedikit menambahkan.
Di saat kedua orang tuanya sedang membicarakan tentang adik sepupunya, Abil justru disibukkan dengan berbagai macam polemik yang mengisi kepalanya.
"Apa aku memang harus menikah lagi untuk mencegah mama dan papa membawa serta Zaki ke luar negeri?." batin Abil yang kini tengah duduk merenung di bangku besi bercat putih di depan kamar perawatan putranya.
"Kalaupun aku bersedia menikah lagi, tapi dengan siapa? Sementara selama ini aku tidak pernah dekat dengan wanita manapun." Abil melamun jauh, hingga pada akhirnya seruan ibunya yang meminta dirinya mengantarkan Oma pulang ke rumah menarik kesadaran Abil dari lamunannya.
Keesokan paginya.
"Selamat pagi dok..." sapa salah seorang perawat ketika dokter Yuli baru saja tiba di ruangan staff tim medis yang berada di lantai empat, lantai untuk kamar perawatan VVIP khusus anak-anak.
"Pagi..."Balas Dokter Yuli dengan senyum ramahnya. Kemudian menempati kursinya, membuka satu persatu map berisikan reka medik sebelum nantinya melakukan visit pada pasien.
Masih di gedung yang sama namun di ruangan yang berbeda, Zaliva sedang melakukan pemeriksaan pada salah seorang pasien yang baru saja tiba di ruangan IGD. Usia memeriksa kondisi pasien, Za meminta Hilda yang ikut bersamanya memasang selang infus pada pasien tersebut. Selanjutnya, Za menghubungi perawat yang bertugas di kamar perawatan guna menyampaikan jika pasien akan segera di pindahkan ke sana.
"Kamu kenapa sih, dari tadi kok mukanya kecut begitu? lagi putus cinta apa gimana?." Goda Za melihat mimik wajah Hilda tak seceria biasanya.
"Aku lagi teringat pria menyebalkan yang tidak sengaja bertemu denganku semalam, dok. Sudahlah sombong, menyebalkan pula... pokoknya seumur hidup baru kali ini aku bertemu dengan pria seperti itu." Hilda berpikir, mungkin berbagi cerita dengan Za bisa sedikit mengurangi rasa kesalnya pada pria asing semalam. Sebenarnya bukan karena sangat menginginkan kemeja semalam yang membuat Hilda kesal, tapi karena sikap pria itu yang dianggapnya sombong sekaligus menyebalkan.
semoga rajin up nya ya ka
lope2