Kirana berusaha menjaga keluarga, sementara Riana menyimpan rahasia. Cinta terlarang menguji mereka. Antara keluarga dan hati, pilihan sulit menanti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak Langkah Di atas Kanvas
Mentari pagi menyelinap masuk melalui celah gorden The Kalindra, membangunkan Riana dari tidurnya yang lelap. Ia meregangkan tubuhnya, merasakan otot-ototnya yang kaku mulai rileks. Pagi ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada secercah harapan yang bersemi di hatinya, menggantikan kesedihan yang selama ini menghantuinya.
Setelah mandi dan berpakaian, Riana menuju ke balkon apartemennya. Ia menarik napas dalam-dalam, menghirup udara segar yang memenuhi paru-parunya. Pemandangan kota yang terhampar di hadapannya tampak lebih indah dari biasanya. Ia merasa seperti melihat dunia dengan mata yang baru.
Riana teringat akan keputusannya untuk fokus pada pemulihan emosional dan pertumbuhan pribadi. Ia tahu, perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi ia bertekad untuk menghadapinya dengan berani dan tegar.
Langkah pertama yang diambil Riana adalah mencari seorang terapis. Setelah melakukan riset dan membaca beberapa ulasan, ia memutuskan untuk menghubungi seorang psikolog wanita bernama Dr. Amelia. Ia merasa nyaman berbicara dengan seorang wanita yang mungkin lebih memahami perasaannya.
Sesi terapi pertama Riana dengan Dr. Amelia berlangsung selama satu jam. Riana menceritakan semua yang telah terjadi padanya, mulai dari hubungannya dengan Raka, pengkhianatan Kirana, hingga perasaan marah, kecewa, dan sedih yang ia rasakan. Dr. Amelia mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa menghakimi atau menyela.
Setelah Riana selesai bercerita, Dr. Amelia memberikan beberapa saran dan masukan. Ia menjelaskan bahwa Riana sedang mengalami trauma akibat pengkhianatan dan kehilangan. Ia menyarankan Riana untuk fokus pada penyembuhan diri, memaafkan diri sendiri, dan menerima kenyataan yang ada.
Selain terapi, Riana juga memutuskan untuk mencari hobi baru yang bisa membantunya mengalihkan perhatian dari kesedihannya. Ia teringat bahwa dulu ia sangat suka melukis, tetapi ia telah lama meninggalkan hobinya itu karena kesibukan kerja dan hubungan dengan Raka.
Riana pergi ke toko alat seni dan membeli semua perlengkapan yang ia butuhkan: kanvas, cat, kuas, dan palet. Ia merasa seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru. Ia tidak sabar untuk segera mulai melukis.
Kembali ke apartemennya, Riana meletakkan kanvas di atas meja dan mulai memencet cat ke atas palet. Ia memilih warna-warna cerah yang bisa membangkitkan semangatnya: biru, hijau, kuning, dan merah. Ia tidak memiliki rencana khusus untuk lukisannya. Ia hanya ingin mengikuti perasaannya dan membiarkan tangannya bergerak bebas di atas kanvas.
Awalnya, Riana merasa canggung dan kesulitan untuk memulai. Ia merasa seperti sudah lupa bagaimana cara melukis. Namun, setelah beberapa saat, ia mulai merasa lebih nyaman dan percaya diri. Ia membiarkan emosinya mengalir melalui kuasnya, menciptakan sapuan-sapuan warna yang ekspresif dan dinamis.
Setelah beberapa jam melukis, Riana akhirnya menyelesaikan lukisannya. Ia menatap karyanya dengan perasaan campur aduk. Lukisan itu tampak abstrak dan tidak jelas, tetapi ia merasa bahwa lukisan itu mencerminkan perasaannya saat ini: kacau, berantakan, tetapi juga penuh dengan harapan dan potensi.
Riana memutuskan untuk memajang lukisannya di dinding apartemennya. Setiap kali ia melihat lukisan itu, ia teringat akan perjalanannya dalam mencari penyembuhan dan pertumbuhan pribadi. Ia tahu, ia masih memiliki jalan yang panjang untuk ditempuh, tetapi ia yakin bahwa ia akan sampai di sana.
Malam itu, Riana merasa lebih tenang dan damai dari sebelumnya. Ia berbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar, dan tersenyum. Ia tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi, tetapi ia siap untuk menghadapi masa depan dengan berani dan tegar. Ia siap untuk menulis ulang takdirnya.
************