NovelToon NovelToon
EXONE Sang EXECUTOR

EXONE Sang EXECUTOR

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Dunia Lain
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aegis zero

Seorang penembak jitu tewas kerena usia tua,dia mendapatkan dirinya bereinkarnasi kedunia sihir dan pedang sebagai anak terlantar, dan saat dia mengetahui bahwa dunia yang dia tinggali tersebut dipenuhi para penguasa kotor/korup membuat dia bertujuan untuk mengeksekusi para penguasa itu satu demi satu. Dan akan dikenal sebagai EXONE(executor one) / (executor utama) yang hanya mengeksekusi para penguasa korup bahkan raja pun dieksekusi... Dia dan rekannya merevolusi dunia.



Silahkan beri support dan masukan,pendapat dan saran anda sangat bermanfaat bagi saya.
~Terimakasih~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis zero, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

relax

Matahari tepat berada di puncak langit saat rombongan Arya kembali melanjutkan perjalanan. Setelah beristirahat selama enam jam, mereka kini duduk bersama di dalam kendaraan yang perlahan melaju di jalan berbatu. Tawa dan candaan memenuhi kabin, mengalir begitu alami, seolah mereka bukan kelompok pejuang, melainkan keluarga kecil yang sedang bertamasya.

"Gamma tertawa riang dan mengangkat tangan tinggi-tinggi. "Hehehe! Aku menang lagi, Kak Dina!" serunya dengan bangga.

Dina berlutut dramatis sambil memegangi kepalanya. "Kuhhh... ngeselin banget sih kamu, Gamma-chan!" ratapnya.

"Kamu belum bisa juga ngalahin Reisa-chan? Hahaha!" ejek Venus sambil tertawa puas.

Dina melirik tajam.

"Diamlah, gumpalan lemak!"

"Apa?!" Venus langsung berdiri, marah.

"Gamma hebat sekali!" puji Yui dengan tulus, matanya berbinar.

"Aku juga mau ikut main!" seru Raius dengan semangat yang tak kalah membara.

Arya hanya tersenyum melihat tingkah mereka. Ada kehangatan di balik tatapannya, seolah kebisingan ini justru menjadi sumber kedamaian dalam hatinya.

“Baiklah,” katanya akhirnya. “Kebetulan aku baru selesai membuat permainan baru. Dan ini bisa dimainkan oleh enam orang.”

Semua langsung menoleh bersamaan.

"Apa?!" teriak mereka serempak.

“Keliatannya seru tuh,” ucap Venus sambil menyeringai.

"Aku mau main, bro!" sahut Gamma antusias.

"Aku juga!" ujar Yui, ikut ceria.

“Aku juga mau!” sambung Raius, matanya bersinar-sinar.

Dina mendekat dan berbisik ke Arya dengan nada ragu.

“Hei, Ar… kali ini aku bisa menang, nggak?”

Arya tertawa pelan. “Hahaha. Tenang saja, Dina. Kali ini permainan ini cukup bergantung pada keberuntungan.”

Ia lalu mengangkat satu set kartu.

“Namanya kartu Remi. Baiklah, aku akan jelaskan dulu cara bermainnya.”

“Bermain apa, Bro?” tanya Gamma penasaran, sambil mendekat lebih dekat.

Arya mengangkat satu kartu dan menunjukkannya ke arah semua orang. “Namanya *High Card Dare*. Kita semua akan mengambil satu kartu secara acak. Siapa yang mendapatkan angka paling rendah, dia akan dihukum. Tapi hukumannya dipilih oleh yang lain.” arya menjelaskan tentang masing masing kartu.

Gamma bersorak. “Uwah, ini pasti seru banget!”

“Jadi... cuma tarik kartu dan kena hukuman?” tanya Raius, mengerutkan dahi.

“Tidak semudah itu,” jawab Arya tenang. “Kita tarik kartu bersamaan. Lalu yang kalah harus siap menanggung ‘konsekuensi’. Tapi aku janji, semua hukuman hanya sebatas konyol, bukan menyakitkan.”

Dina langsung menyilangkan tangan. “Kalau aku kalah lagi, aku bakal...”

“Jangan khawatir, ini soal keberuntungan,” potong Arya sambil menyodorkan tumpukan kartu. “Sekarang, semua ambil satu.”

Mereka satu per satu mengambil kartu. Suasana yang semula riang berubah jadi hening sesaat, penuh ketegangan palsu yang malah membuat mereka makin antusias.

“Buka kartunya sekarang,” perintah Arya.

Satu per satu kartu dibuka serempak.

Gamma: King.

Yui: Queen.

Venus: 10.

Arya: Jack.

Dina: 7.

Raius: 3.

“Hahaha! Aku menang lagiiii!” teriak Gamma sambil melompat di tempat duduk.

Raius menatap kartunya dengan raut syok. “T-tiga... itu... terendah ya?”

Arya mengangguk sambil tersenyum lembut. “Selamat datang di dunia penderitaan, adikku.”

“Yui, kasih hukumannya!” seru Venus.

Yui menatap Raius dengan polos, lalu menatap ke atas, berpikir keras. “Hmm… kamu harus... ngomong seperti bayi selama 2 menit!”

Gamma langsung meledak tertawa. “Aduh! Raius jadi baby!”

Raius menutup wajahnya dengan tangan, mendesah putus asa. Tapi perlahan, dengan muka kaku, ia membuka mulut dan berkata dengan suara cempreng,

“Uwaaa... kakak Arya... gendong akuuu~”

Suasana kabin langsung pecah. Tawa terdengar dari semua arah. Dina sampai membanting bantal ke wajahnya sambil berguling. Venus tertawa terbahak sambil menepuk-nepuk paha, dan Gamma hampir tersedak karena tertawa terlalu keras.

“Udah, cukup!” Arya berkata sambil menahan tawa. “Dia bisa pingsan karena malu.”

Yui menepuk bahu Raius. “Bagus banget! Suaramu imut sekali!”

Raius menatap kosong ke depan. “Hidupku... berakhir di sini…”

Arya tersenyum lebar. “Oke, ronde kedua. Siap?”

“SIAPPP!” jawab mereka serempak, dengan semangat yang kembali menyala-nyala.

Kendaraan pun terus melaju di jalan berbatu, tapi yang terdengar di dalamnya bukan deru mesin, melainkan tawa dan kehangatan sesuatu yang jauh lebih berharga dari kemenangan.

Matahari telah melewati puncaknya ketika rombongan Arya memutuskan berhenti sejenak. Udara segar dari hutan sekitar menyapa mereka begitu keluar dari kendaraan. Setelah dua hari perjalanan tanpa henti, ini adalah waktu yang tepat untuk beristirahat, sekaligus melatih dua anggota termuda mereka—Raius dan Yui.

"Baiklah, coba gunakan barriermu seperti sebelumnya," ujar Arya sambil menatap Raius.

"Baik! Barrier!" Raius mengangkat tangannya dan menciptakan lapisan pelindung berbentuk setengah lingkaran. Namun...

Krakk! Sebuah serangan kecil dari Arya membuat barrier itu langsung retak.

"Ketahanannya kurang. Fokus lagi!" perintah Arya, kali ini dengan suara lebih tegas.

Ia lalu melirik ke arah Dina. "Dina, coba kamu yang melatih Raius. Aku mau melatih Yui dulu. Tapi jangan diserang terlalu keras."

"Iya iya," sahut Dina malas, lalu berjalan ke arah Raius. Dengan semangat berlebihan, Dina mengangkat tangan dan menghantam barrier Raius. Krakk! Lagi-lagi retak. "Kurang kokoh, Raius!" teriaknya lantang.

"Baik, Kak!" Raius buru-buru menciptakan barrier baru, kali ini lebih fokus.

Sementara itu, Arya menghampiri Yui yang sedang duduk di dekat semak kecil, mencoba menggunakan sihir penyembuhnya.

"Bagaimana penyembuhanmu, Yui?"

Tangan Yui menyentuh daun layu dengan hati-hati. "Tumbuhan ini masih layu, Kak Arya..." jawabnya lirih, nada sedih terdengar jelas.

Arya tersenyum lembut. "Hahaha. Jangan buru-buru."

Gamma datang menghampiri, membawa cemilan. "Makan dulu, Yui. Nih!" Ia menyodorkan bungkusan kecil ke tangannya.

"Terima kasih, Gamma," jawab Yui dengan senyum malu-malu sebelum memakannya.

Gamma melirik ke arah Arya. "Emangnya bisa pakai tumbuhan layu kayak gini, Kak?"

"Bisa," jawab Arya sambil berjongkok di sebelah Yui. "Tumbuhan juga makhluk hidup. Mereka bisa sakit dan bisa disembuhkan dengan sihir Heal, sama seperti manusia."

"Ooh, begitu ya!" sahut Gamma dengan ekspresi kagum yang khas.

Ia menoleh ke Yui sambil mengepalkan tangan, memberi semangat. "Semangat, Yui! Kamu pasti bisa!"

"Terima kasih, Gamma." Yui kembali fokus. Perlahan, warna daun yang semula kusam mulai menghijau. Ia menatap Arya penuh harap. "Kak Arya! Lihat ini! Ini berhasil, kan?!"

Arya mengangguk bangga. "Bagus, Yui. Pertahankan dan tingkatkan perlahan." Tangannya mengusap lembut kepala Yui.

"Hebat! Tumbuhan itu nggak layu lagi!" seru Gamma, matanya berbinar.

"Hehehe!" Yui tersenyum kecil, puas dengan pencapaiannya.

Sesi latihan pun berakhir dengan hasil yang menjanjikan. Mereka kembali naik ke kendaraan dan melanjutkan perjalanan. Suasana kabin terasa hangat dan riuh. Venus tidur tengkurap karena mabuk perjalanan, Gamma dan Yui bermain catur dengan serius, Raius melatih sihir barrier sendirian di sudut, Dina asyik ngemil tanpa peduli sekitar, dan Arya duduk di depan, memperhatikan jalanan sambil sesekali melirik kaca spion, memastikan semuanya baik-baik saja.

Dua hari berlalu.

Dari kejauhan, Arya melihat siluet kota yang mulai muncul di ujung jalan.

"Kita sudah sampai. Berhenti di sini saja," ucapnya tenang sambil memutar kendali.

Gamma langsung bangkit. "Kali ini nggak ada eksekusi, Kak?" tanya dengan polos.

Arya tersenyum kecil. "Tidak. Kata orang-orang, kota ini cukup damai. Kita hanya akan mengisi ulang persediaan."

Dina keluar dari kamarnya dengan rambut acak-acakan. "Hooaam... Jadi nggak ada kegiatan gitu kali ini?" tanya setengah sadar.

"Enggak. Keluar dulu, mandi sana," jawab Arya sambil berjalan ke arah kamar Raius dan Yui. "Raius, Yui! Bangun!"

"Iya, Kak!" jawab mereka serempak.

Arya lalu mengetuk pintu satu lagi. "Venus! Oi, bangun!"

Venus membuka pintu dengan wajah kusut dan rambut berantakan. "Ah?... Baiklah..." gumamnya setengah tidur.

Arya berdiri di tengah lorong kendaraan. "Baik, semuanya mandi dulu. Raius, pakai kamar mandi di kendaraan saja."

"Baik..." sahut mereka bersamaan dengan nada lesu.

Setelah mandi, mereka semua bersiap untuk ke kota tersebut.

Kota kecil itu tampak damai. Bangunan kayunya bersih dan berjajar rapi, pasar dipenuhi suara tawa anak-anak dan aroma roti hangat yang baru dipanggang. Udara sejuk menyambut langkah mereka saat turun dari kendaraan.

“Kita hanya singgah untuk mengisi persediaan. Jangan terlalu lama.” ujar Arya sambil memasukkan kendaraannya ke penyimpanan.

“Siap, Kak Arya!” seru Gamma, langsung menggandeng tangan Yui dan berlari kecil ke arah pasar.

“Duh, anak-anak.” gumam Dina sambil menyusul dan menguap.

Arya membagi tugas singkat. Dina bertugas mencari peralatan kecil dan bahan makanan kering, Raius diminta mencari buku sihir, sementara dirinya akan mengurus logistik utama. Venus, pergi membeli bir.

Tak butuh waktu lama. Gamma kembali dengan pipi menggembung karena terlalu banyak mencicipi kue sampel. Di tangannya ada sekantung herbal dan permen. Yui membawa seikat bunga kecil yang diselipkannya di rambut Gamma.

“Cantik, kan?” katanya polos.

“Hehe, iya!” Gamma tertawa, lalu menoleh ke Dina. “Kak, mau juga?”

"Tidak. Enakan makanan." komentar Dina sambil menaruh tas belanjaan di lantai kendaraan.

Raius kembali sambil memeluk dua buku sihir tipis. “Aku nemu teori barrier tingkat dasar!” katanya antusias.

Arya datang terakhir, membawa persediaan yang dibutuhkan. Ia memeriksa satu per satu barang bawaan mereka. Setelah memastikan semuanya lengkap, ia menatap ke arah matahari yang mulai condong ke barat.

“Sudah cukup. Istirahat selesai.”

Yui mengangguk sambil menggenggam bunga kecilnya. Gamma masih sibuk mengunyah. Venus menyerahkan bungkusan kecil.

“Aku beliin ini. Roti isi daging. Kamu belum makan, kan?” ucapnya malas.

Arya hanya mengangguk. “Terima kasih.”

Mereka masuk ke kendaraan dan mulai berkendara ke utara menuju kota selanjutnya bernama LATREL, perjalanan berlangsung selama 3 hari.

Dan di suatu ruangan.

"Aku akan ke kota LATREL." ??? Suara berat.

"Yakin? Apakah butuh bantuan?" ??? Suara dingin.

"Terserah kalian." ??? Suara datar.

"..." ???

"..." ???

———

1
luisuriel azuara
Karakternya hidup banget!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
Ani
Gak sabar pengin baca kelanjutan karya mu, thor!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!