Jihan Hadid, seorang EO profesional, menjadi korban kesalahan identitas di rumah sakit yang membuatnya disuntik spermatozoa dari tiga pria berbeda—Adrian, David, dan Yusuf—CEO berkuasa sekaligus mafia. Tiga bulan kemudian, Jihan pingsan saat bekerja dan diketahui tengah mengandung kembar dari tiga ayah berbeda. David dan Yusuf siap bertanggung jawab, namun Adrian menolak mentah-mentah dan memaksa Jihan untuk menggugurkan kandungannya. Di tengah intrik, tekanan, dan ancaman, Jihan harus memperjuangkan hidupnya dan ketiga anak yang ia kandung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Seminggu kemudian dimana Jihan sudah diperbolehkan pulang.
Sesuai janji mereka bertiga yang akan mengajak istrinya untuk bulan madu.
Adrian memapah tubuh istrinya dan membawanya kedalam mobil.
"Kita jadi ke Bali sekarang?" tanya Jihan yang melihat banyak barang di dalam mobil.
"Iya sayang, kita berangkat sekarang." jawab Adrian.
Jihan mencari keberadaan Selim yang dari tadi tidak kelihatan.
"Dimana Kak Selim?" tanya Jihan.
Adrian menunjuk tangannya ke arah mobil yang baru saja datang.
Selim turun dari mobil dan berjalan menuju ke arah mereka.
"Kak Selim, dari mana saja?" tanya Jihan.
"Kakak menyiapkan semua pakaian dan perlengkapan lain yang kamu butuhkan saat di Bali nanti." jawab Selim.
Mereka bertiga mengernyitkan keningnya saat mendengar perkataan dari Selim.
"Selim, aku sudah menyiapkan barang-barang untuk Jihan. Kamu..."
"Adrian, Kak Selim hanya membantuku." potong Jihan.
David dan Yusuf saling pandang saat Jihan malah membela Selim.
"David, lekas lajukan mobilnya.." pinta Adrian
David menghidupkan mesin dan melajukannya menuju ke bandara.
Selim naik ke mobilnya sendiri dan mengikuti dari belakang.
Di mobil mereka bertiga, Jihan melihat Adrian yang tiba-tiba diam.
"Kamu marah?" tanya Jihan.
Adrian menutup matanya dan tidak menghiraukan perkataan dari Jihan.
David dan Yusuf melihat dari kaca spion dimana Adrian cemburu dengan Selim.
"Kalian berdua juga marah sama aku?" tanya Jihan.
"Untuk apa kita marah? Bukankah kamu sudah nyaman dengan Selim." jawab Adrian dengan nada sinis.
Jihan menatap wajah Adrian yang baru saja sedikit menyindir nya.
"Aku hanya menghargainya karena sudah menolongku," ucap Jihan.
Adrian membuka matanya dan memandang wajah Jihan.
"Menghargai? Lalu, apakah kamu pernah menganggap kita bertiga sebagai suami kamu? Kamu selalu menempel pada Selim, Jihan!" ucap Adrian sedikit emosi.
Jihan menangis sesenggukan saat mendengar perkataan dari Adrian.
Yusuf pindah duduk ke belakang dan memeluk tubuh istrinya.
"A-aku tidak bermaksud seperti itu, Adrian." ucap Jihan.
Adrian menghela napas berat, mencoba mengendalikan emosinya.
“Aku hanya takut kehilangan tempat di hatimu, Jihan." ujar Adrian dengan suara yang mulai melembut.
“Ad, kita semua sama-sama takut. Tapi jangan ucapkan sesuatu yang bikin dia makin tertekan,” tegurnya pelan.
Jihan menghapus air matanya dengan punggung tangan.
“Kalian bertiga adalah hidupku dan aku tidak akan pernah menggantikan kalian dengan siapa pun, apalagi dengan Selim,” ucapnya, suaranya bergetar.
Adrian memeluk tubuh istrinya dan meminta maaf karena sudah berkata seperti itu.
"Aku mencintaimu, sayang. Jangan lakukan hal itu lagi." ucap Adrian sambil mencium bibir istrinya.
"Aku juga mau, Adrian." ujar Yusuf yang kemudian menarik pinggang istrinya dan langsung memberikan ciuman khasnya.
David hanya bisa menghela nafas panjang saat melihat mereka mencium Jihan.
"Bagianku nanti malam saja, Jihan." ucap David sambil mengedipkan sebelah matanya.
Jihan hanya tersenyum tipis pada David, pipinya masih memerah akibat ciuman bertubi-tubi dari Adrian dan Yusuf.
“Aku nggak kemana-mana, kalian bertiga nggak perlu rebutan,” katanya sambil tersenyum malu.
David menggeleng pelan, lalu fokus kembali ke jalan.
Tak berselang lama David menghentikan mobilnya di parkiran Bandara.
Mereka turun dari mobil sambil membawa koper masing-masing.
Mereka melihat Selim yang sudah didalam sambil melambaikan tangannya.
Jihan menggenggam tangan suaminya dan mereka segera menghampiri Selim.
"Jeti pribadiku sudah siap disana, ayo kita kesana." ajak Yusuf.
Mereka berjalan menuju hanggar pribadi tempat jet milik Yusuf sudah menunggu.
Angin sore berhembus pelan, membawa aroma bahan bakar yang khas.
Selim berjalan di depan sambil mendorong koper Jihan, membuat Adrian makin menahan diri untuk tidak bersuara.
Begitu menaiki tangga jet, Jihan sempat berhenti dan menoleh ke arah mereka bertiga.
“Kalian bertiga harus duduk di sebelahku nanti,” ucapnya sambil tersenyum kecil, berusaha mencairkan suasana.
“Kalau aku, pasti duduk di sebelah kamu,” sahut Adrian cepat, membuat David dan Yusuf saling pandang lalu terkekeh.
Di dalam jet, tempat duduk kulit berwarna krem tertata rapi, dengan meja kecil berisi minuman dan camilan. Selim membantu menata barang bawaan Jihan di kompartemen atas, sementara Adrian diam-diam memperhatikan gerak-geriknya.
Perjalanan pun dimulai. Jihan duduk diapit Adrian dan Yusuf, sedangkan David duduk di kursi seberang. Selim memilih duduk di bagian belakang, namun sesekali matanya menatap ke arah mereka.
Saat pramugari menawarkan minuman, Selim tiba-tiba berdiri dan mendekat.
“Jihan, jangan minum jus jeruk, nanti perutmu kembung. Minum ini saja,” katanya sambil menyodorkan teh hangat.
Adrian langsung memegang tangan Jihan sebelum ia menerima gelas itu.
“Aku tahu apa yang istriku mau, terima kasih,” ucapnya datar.
Jihan menatap Adrian dan Selim bergantian, lalu mengambil teh itu dan menyeruputnya perlahan.
“Terima kasih, Kak Selim,” ujarnya lirih.
Adrian memalingkan wajah, menatap keluar jendela.
Di dalam dadanya, rasa cemburu yang tadi sempat mereda kini kembali memanas lagi.
Jihan menggenggam tangan suaminya dan memintanya untuk tidak cemburu.
"Aku mencintaimu, Adrian. Tolong, percaya sama aku." ucap Jihan sambil memeluk tubuh suaminya.
"Untuk kali ini aku percaya, tapi kalau dia berikan mesra seperti ini lagi. Aku akan pergi menjauh, Jihan." ujar Adrian.
Jihan menganggukkan kepalanya sambil mengelus-elus dada suaminya.
Adrian menepuk-nepuk punggung istrinya agar tidur.
Dari kursi belakang Selim tersenyum kecil saat melihat mereka bertiga mulai cemburu.
Selim memegang kalung pemberian Seyla kekasihnya.
Selim memandang kalung itu lama, jari-jarinya mengusap liontin kecil yang menggantung.
Bayangan Seyla wanita yang pernah ia cintai, terlintas jelas di benaknya.
"Aku hanya ingin melindungimu, Jihan… sama seperti aku pernah melindungi Seyla." batin Salim lirih, senyum kecilnya berubah getir.
Di sisi lain, Jihan sudah terlelap di pelukan Adrian, kepalanya bersandar di bahu sang suami.
Yusuf mengambil selimut dan menutup tubuh istrinya, sementara David memperhatikan mereka dari seberang dengan pandangan tenang namun penuh arti.
“Kalau kita begini terus, Jihan bisa tertekan,” ucap David pelan.
“Aku tahu. Tapi aku nggak bisa pura-pura baik-baik saja kalau Selim terus ikut campur.”
Yusuf menghela napas panjang, lalu menatap Jihan yang tertidur pulas.
“Kita buktikan saja, kalau kita bertiga cukup untuk membuatnya bahagia." ucap Yusuf.
Yusuf mencium kening Jihan yang sudah tertidur pulas.
David kembali duduk di samping tempat duduk Selim.
Sesekali ia melirik ke arah Selim yang memejamkan matanya.
Kamu masih belum bisa melepaskan masa lalu, kan?” tanya David.
Selim membuka matanya perlahan, pandangannya kosong ke arah jendela.
“Kalau kamu kehilangan seseorang yang kamu cintai, kamu akan mengerti, David."
David tidak mau membalas dan ia memejamkan matanya.
"Selim, aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan. Tapi, aku janji akan menjaga Jihan." ucap David dalam hati.
Di dalam pesawat jet pribadi, hanya Yusuf yang masih membuka matanya.
Yusuf menggenggam dan mencium tangan Jihan.