Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Xadewa
Berita penangkapan Licy dan Angin telah tersebar luas di media, bahkan menjadi topik utama di seluruh negeri. Di setiap sudut, orang-orang membicarakannya dan tidak sedikit yang meluapkan kemarahan terhadap Angin, Licy, dan semua kaki tangannya yang terlibat dalam pemerintahan.
Besarnya kasus ini dan meluasnya kabar membuat jalannya persidangan sudah pasti akan disaksikan oleh seluruh rakyat. Angin tidak akan bisa lagi bernegosiasi atau melarikan diri dari pertanggungjawaban. Ia kini tidak memiliki apa-apa lagi selain dirinya sendiri, istri, dan anak-anaknya. Yang bisa ia lakukan hanyalah terdiam di ruang isolasi.
Kondisi Licy pun tidak jauh berbeda. Sosok yang kemarin begitu lantang kini membisu, matanya sembab, dan ia enggan makan jika tidak dipaksa. Entah ia begitu ketakutan dengan tuntutan yang akan dijatuhkan, ataukah sedang merencanakan sesuatu. Sebab, kini ia justru terkekeh kecil sembari bergumam dalam hati bahwa Nufus, si pembawa sial, akan segera tiada.
Di sisi lain,
Kedua putra Angin sedang mengikuti kerja bakti. Sebenarnya mereka belum memiliki kewajiban untuk ikut karena belum resmi menjadi narapidana. Namun, rasa bosan di dalam sel membuat keduanya memilih untuk bergabung dalam kegiatan tersebut.
Kesempatan itu Xadewa manfaatkan untuk merenung. Ia bergerak sambil melamun, mungkin sedang memikirkan Nadia yang tengah mengandung anaknya. Hatinya terasa miris. Betapa kasihan Nadia, harus menjalani masa ngidam, bahkan mungkin sampai melahirkan, tanpa dirinya di sisi.
Dalam lamunannya yang diselingi kerja bakti, pandangan Xadewa tiba-tiba bersirobok pada sebuah keributan. Ia melihat Nufus sedang dipukuli oleh beberapa napi lain. Tanpa pikir panjang, Xadewa langsung bergerak. Ia menarik salah satu napi bertampang preman yang sedang memukul Nufus. Hanya dengan satu tarikan keras, napi itu terjengkang ke tanah lalu dihajar habis-habisan oleh Xadewa.
Nufus segera bangkit dari tanah, mengusap ujung bibirnya yang pecah. Sekali lagi sang kakak datang dan melindunginya. Setelah membuat si preman tidakk berkutik, Xadewa memberikan peringatan tegas.
"Jangan gangguin dia lagi. Kalau masih nekat, lu berurusan sama gua."
Napi yang dihajarnya itu menatap Xadewa lekat-lekat, lalu meludah ke tanah dengan kesal sebelum pergi begitu saja.
Xadewa pun berlalu dari tempat itu setelah memastikan Nufus tidak mengalami luka serius. Tapi perlakuan kakaknya itu justru membuat hati Nufus terasa tertampar. Kenapa dia selalu harus dilindungi?
Sementara itu, napi sok jago yang tadi menyerang Nufus langsung menyampaikan pesan rahasia kepada Licy bahwa rencananya gagal.
Mendengar itu, Licy langsung terlihat sangat geram. Entah apa yang membuatnya masih menyimpan kedongkolan terhadap Nufus, Meskipun ia tahu laki-laki itu sudah dengan rela menggantikan posisi bahaya Xadewa. Apa mungkin anak sang suami yang terlahir bukan dari rahimnya memang tidak pantas mendapatkan keramahannya?
...***...
Beberapa waktu kemudian.
Nadia akhirnya bisa menjenguk Xadewa. Proses penyidikan telah selesai, dan kini Xadewa hanya tinggal menunggu sidang terakhir yang biasanya berisi pembacaan tuntutan dan pembelaan sebelum vonis dijatuhkan.
Hari itu, Nadia datang dengan perut yang sudah mulai membuncit. Ia ditemani oleh kedua orang tuanya. Sejak mengetahui putri mereka hamil, orang tua Nadia memilih tinggal di rumah Xadewa, menjaga dan menemani selama masa ngidam.
Pernah suatu malam, Nadia mengidam ingin memanjat pohon dan memetik buah langsung dari atas sana. Dengan sigap sang ayah menemaninya, menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan.
Lain waktu, di malam menjelang dini hari Nadia menginginkan makanan yang tidak dijual di mana pun. Sang ibu pun langsung turun tangan, memasakkan apa yang diminta.
Andai Xadewa tahu semua itu, pasti hatinya lebih tenang.
Dan hari ini, Nadia akhirnya bisa menatap wajah sang suami lagi.
"Bang Dewa,"
"Iya, Nad. Ada yang mau lu ceritain?"
"Kangen." Jawab Nadia. Siapa yang tidak rindu kepada suami disaat-saat ingin dimanja. Apalagi putusan Xadewa belum ditentukan, membuat kepastian kapan Xadewa pulang masih belum pasti.
"Gua juga kangen lu sama anak kita." Sambil mengecup kening Nadia di depan mertuanya. "Gimana kabar kalian? Sehat-sehat kan?"
"Sehat Bang. Cuma aku kadang ngidamnya agak ekstrem. Manjat-manjat pohon, larian-larian nggak tahu kenapa kepengen lari muterin rumah. Pokoknya banyak deh bang kemauannya yang sebenarnya bikin aku khawatir sama kandungan ini. Takut kenapa-kenapa. Apalagi sekarang aku juga kepikiran kamu."
Xadewa tersenyum, "Lu nggak usah khawatir Nad, ni anak gen dari gua. Kuat dia mah mau diajak lari atau manjat-manjat. Percaya sama gua, dia baik-baik aja. Malah dia nanti ngereog kalau lu diam aja di rumah nggak ngapa-ngapain."
Nadia tertawa, begitupun dengan mertuanya. Melihat senyum keluarganya, Xadewa menjadi berubah tekad. Ia ingin lekas keluar dari sini lalu habis itu dia akan berjuang demi Nufus di luar sana. Soal ayah dan ibunya, dia masih mantau perkembangan.
Xadewa kini menatap mertuanya, mengucapkan terima kasih tulus karena telah merawat Nadia dan calon cucu mereka selama ia tidak ada. Ia berjanji akan mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan setelah ia bebas nanti.
Mertuanya menanggapi dengan hangat, mengatakan bahwa tanpa diminta pun, mereka akan selalu menjaga anak dan cucu mereka, dan Xadewa tidak perlu mengganti apa pun. Namun, Xadewa bersikukuh, merasa itu adalah tanggung jawabnya. Untuk menengahi, Nadia kemudian mengungkapkan bahwa ia kini memiliki penghasilan Rp2,3 miliar per bulan dari usaha Xadewa yang ia kelola, ditambah pendapatannya sebagai tengkulak. Xadewa pun teringat dan merasa lega, karena ia sempat meninggalkan bisnis halal yang bisa dimanfaatkan Nadia. Suasana pun menjadi lebih tentram.
"Nadia, gua pengen meminta satu hal. Boleh nggak?" tanya Xadewa.
"Apa, Bang?"
"Nanti kalau anak kita sudah lahir, tolong bawa ke sini sekali saja, sewaktu ia masih bayi. Setelah itu nggak usah dibawa lagi. Gua nggak pengen dia punya ingatan melihat ayahnya di penjara."
"Iya, Bang. Mudah-mudahan kamu cepat keluar dari sini."
Xadewa dan yang lainnya mengamini perkataan Nadia. Waktu besuk pun berakhir, mereka berpisah dengan senyum. Wajah Xadewa selalu tampak ceria setiap kali bertemu Nadia, tanpa ia sadari bahwa saat ini hukuman mati tengah menghampiri Angin dan Licy.
.
.
Bersambung.
aku tunggu up nya
"Kamu salah orang... salah orang.. kamu salah orang...
lah gw jadi nyanyi /Facepalm/
tpi ini beda,,,
Kekurangan seseorang dijadikan bahan ledekan