Kehidupan Elena awalnya baik-baik saja, tapi semuanya berubah saat dia melihat adiknya--Sophia berselingkuh dengan kekasihnya.
Tak hanya itu, Sophia juga memfitnahnya dengan tuduhan pembunuhan terhadap Kakek mereka. Hal itu membuat Elena harus mendekam di dalam penjara selama 5 tahun. Dia kehilangan semuanya dalam sekejap mata.
Elena akhirnya menyadari bahwa Sophia telah merencanakan semuanya sedari awal. Sang adik menggunakan kepribadian yang manis untuk menjebaknya dan mengambil alih harta keluarga mereka.
Setelah keluar dari penjara, dia bertemu dengan seorang pria yang membawa perubahan besar dalam hidupnya. Apakah Elena bisa memulihkan namanya dan membalaskan dendamnya pada sang adik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHIBEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 - Apa kamu tau bagaimana perasaanku?
Mendengar permintaan itu, Matthew menggeleng. "Aku tidak bisa memberitahumu. Jika aku mengatakannya, Elena akan membenciku seumur hidup," jawabnya, dia menarik rambutnya frustasi.
Andreas mengepalkan tangannya, "John! Hubungi profesor Sam, dia pasti punya jalan keluar," perintahnya pada sang asisten.
"Baik, Bos."
Johnny menjauh untuk menghubungi profesor Sam, Andreas duduk di kursi tunggu dengan pikiran campur aduk, sedangkan Matthew menyandarkan tubuhnya di dinding, berharap semuanya akan berjalan dengan baik.
Malam itu, profesor Sam bergegas datang ke rumah sakit bersama timnya yang berpengalaman, mereka berhasil membawa kembali Ken dari ambang kematian.
Setelah operasi yang dilakukan selama 3 jam lebih, Ken di bawa keluar. Selang oksigen terpasang di hidungnya, kedua mata kecilnya tertutup rapat.
Kedua orang yang menunggu sedari tadi mendekati ranjang anak itu. Matthew berlutut di samping ranjang, "Ken, bagaimana kabarmu? Buka matamu dan lihat Paman," ucapnya pelan.
"Ken, Ken!" panggil Andreas, dia menyentuh tangan Ken yang dingin.
Profesor Sam yang baru keluar dari ruang operasi mendekati Andreas. "Berhenti, An. Anak ini masih dibawah pengaruh bius, tidak ada gunanya memanggil namanya. Biarkan di rawat di ruang ICU untuk satu malam, jangan khawatir."
"Bukankah dia sudah berhasil diselamatkan? Kenapa masih di bawa ke ICU?" balas Andreas. "Bagaimana keadaannya, Prof?"
Profesor Sam menepuk pundak Andreas, "Jangan khawatir, dia dalam bahaya karena kehilangan banyak darah. Sekarang dia sudah menerima transfusi darah, seharusnya tidak ada masalah lagi," jelasnya.
Ranjang Ken di dorong untuk menuju ruang ICU, Matthew ikut mengantarkan ke sana. Profesor Sam melanjutkan penjelasannya pada Andreas.
"Tetapi dia masih sangat kecil, kita tidak bisa menjamin tubuhnya tidak menolak transfusi darah itu. Karena itu aku akan memantaunya di ICU, jika keadaannya membaik kita bisa memindahkan ke ruang rawat biasa."
Andreas akhirnya bisa menghembuskan napas lega, "Syukurlah."
"Terima kasih untuk hari ini, Prof. Jika ada yang bisa aku lakukan, tolong beritahu aku. Aku akan mengingat kebaikanmu ini seumur hidup," ucapnya pada profesor Sam.
Profesor Sam melambaikan tangannya, "Tidak perlu, dulu ketika cucuku diculik, kaulah yang menolongku. Akulah yang berutang budi padamu, tidak perlu memikirkanku," balasnya.
"Ngomong-ngomong, kenapa kamu tidak memberitahuku jika sudah memiliki anak? Jika kamu tidak memanggilku hari ini, apa kamu akan tetap menyembunyikannya dariku selamanya?" sambungnya.
Andreas mengerutkan alisnya, "Kenapa kamu berpikir dia adalah anakku?"
"Dia bukan anakmu?" jawab profesor Sam bingung. "Wajah kalian terlihat mirip, apalagi bagian mata. Dia terlihat mirip denganmu saat masih kecil, bukankah tipe darahmu juga O?"
"Jika kamu bukan ayahnya, kenapa kamu tidak mendonorkan darahmu padanya dan malah meminta bantuan ku?" sambungnya.
"Aku sangat panik hingga lupa, yang ku ingat hanyalah kamu seorang ahli di bidang ini." jawab Andreas yang jelas adalah kebohongan.
Profesor Sam terkekeh, "Baiklah, aku akan menganggap ini adalah kebenaran. Tapi An, aku sarankan untuk melakukan tes DNA, tidak ada yang benar-benar sebuah kebetulan di dunia ini."
Setelah mengatakan itu, Profesor Sam pergi menuju ICU untuk memantau Ken,
meninggalkan Andreas yang masih berpikir keras di tempat.
...****************...
Setelah merenung lama di ruang tunggu rumah sakit, Matthew berjalan ke arah ruang rawat Elena untuk melihat keadaan temannya itu.
Saat dia ingin menarik kenop pintu, Andreas yang datang entah dari mana tiba-tiba menghentikannya. Matthew yang awalnya merasa cukup tenang kini jantungnya kembali berpacu dengan kencang.
Pria itu langsung menatap lantai karena tidak berani menatap tatapan mengintimidasi yang diberikan Andreas.
"Matthew, aku tidak ingin memaksamu untuk mengatakan yang sebenarnya. Aku akan menyelidikinya sendiri," ucap Andreas. "Tapi aku tidak ingin kamu memberitahu Elena dan menghalangi jalanku, mengerti?"
"Kita akhiri di sini, kamu juga korban. Ken akan baik-baik saja, kamu tidak perlu khawatir. Pulanglah dan beristirahat di rumah, aku akan menjaga Elena."
Matthew menaikkan wajahnya dan mengulas senyum, "Aku mengerti, aku akan melihat Ken sebentar, aku tidak akan mengganggumu malam ini."
Setelah kepergian Matthew, Andreas masuk ke dalam ruang rawat Elena. Dari ambang pintu dia melihat wanita itu sudah bangun dan duduk di atas kasur.
"Kamu di sini?" tanya Elena saat melihat kedatangannya, dia mengulas senyum kearah pria itu.
Andreas mendekat dan memegang bahu Elena, "Kamu harus beristirahat sebanyak-banyaknya setelah operasi, kenapa sudah duduk?"
"Jangan khawatir, aku setangguh batu karang, bahkan Sophia tidak berhasil membunuhku dulu. Hal seperti ini tidak memengaruhiku sama sekali," balas wanita itu masih dengan senyum di wajahnya.
Andreas tentu paham itu hanyalah kata-kata penenang untuknya. "Apakah masih terasa sakit?" tanyanya, dia menaruh telunjuknya di atas perban yang membungkus dahi Elena.
"Tidak, tapi ada benjolan di kepalaku. Itu akan membaik dalam beberapa hari."
Andreas memijat pelipisnya, "Kamu mendapatkan 6 jahitan di kepalamu, dan pakaianmu penuh darah saat di bawa ke ruang operasi. Bagaimana kamu bisa bersikap seolah-olah baik-baik saja?"
"Kamu tidak perlu cemas, aku berhasil menghindari mobil tepat pada waktunya. Itu hanya luka kecil di kepalaku, lengan dan kakiku masih baik-baik saja, lihat sendiri jika kamu tidak percaya." jawab Elena masih berusaha mengelak.
"Berhenti bercanda, tdak bisakah kamu menunjukkan sisi lemahmu padaku?"
Elena tidak menjawab, dia justru berniat turun dari atas kasur. Andreas yang melihatnya berusaha menghentikannya, tapi terlambat, "Elena, apa yang ingin kamu lakukan? Kamu baru saja keluar dari meja operasi!"
Elena sudah berdiri di sisi ranjang dan menatap Andreas, "Lihat? Aku sudah baik-baik saja. Ini hanya operasi kecil, kenapa kamu begitu cemas?"
Wanita itu berjalan dengan memegangi tepian ranjang. "Bau obat-obatan di sini terlalu kuat, aku akan berjalan-jalan keluar sebentar. Jangan mengikutiku," ujarnya.
Andreas berdiri di depan Elena, "Apa kamu ingin pergi untuk melihat Ken?" tanyanya.
"Kenapa kamu bertanya kemana aku akan pergi? Biasanya kamu tidak secerewet ini," balas wanita itu. Dia melanjutkan langkahnya dengan pelan menuju pintu.
"Elena!" panggil Andreas dengan keras. Dia segera mendekati Elena dan memegangi bahunya, " Apa kamu suda gila? Bagaimana mungkin kamu bisa berjalan-jalan dengan keadaan seperti ini?"
"Aku menemani Ken selama proses operasinya, dia baik-baik saja. Jika kamu menjenguknya sekarang, kamu mungkin akan memperburuk keadaan," sambungnya.
Elena terdiam, tangannya masih memegang kenop pintu. Di tengah isi pikirannya yang sedang berperang, tubuhnya terasa melayang. Andreas menggendongnya di depan.
"Tetap disini bersamaku, jangan pernah berpikiran untuk meninggalkan kamar ini!"
Elena berontak di dalam gendongan, "Biarkan aku pergi! Aku ingin keluar! Biarkan aku melihat Ken! Apakah kamu tidak mendengarku!" teriaknya.
"Ken masih berada di ICU! Tidak ada seorang pun yang bisa masuk! Tidak ada gunanya pergi ke sana!" jawab Andreas dengan keras dan tegas.
Ekspresi wajah Elena berubah sendu, dia mencengkeram kuat jas yang melekat di tubuh Andreas. "Anakku baru saja kecelakaan, apakah kamu tau apa yang aku rasakan?! Aku melihatnya terlempar ke atas aspal, aku melihatnya berlumuran darah!"
Wanita itu terus berontak, berharap bisa turun dan melihat keadaan sang anak. "Dia baru berusia 3 tahun, kenapa kamu malah mencegahku untuk melihatnya?!"
"Dia juga anakku! Aku tau dan aku paham! Saat kalian berdua tidak sadarkan diri, aku begitu khawatir pada kalian berdua!" kata Andreas, dia menaruh kembali Elena di atas kasurnya.
"Apakah kamu tau bagaimana perasaanku saat menunggu di luar ruang operasi!"
Emosi yang berusaha pria itu tahan sejak tadi akhirnya keluar juga.
Bersambung
Terima kasih sudah membaca 🤗