NovelToon NovelToon
One Night Stand

One Night Stand

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Fatzra

Aruna terjebak ONS dengan seorang CEO bernama Julian. mereka tidak saling mengenal, tapi memiliki rasa nyaman yang tidak bisa di jelaskan. setelah lima tahun mereka secara tidak sengaja dipertemukan kembali oleh takdir. ternyata wanita itu sudah memiliki anak. Namun pria itu justru penasaran dan mengira anak tersebut adalah anaknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fatzra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Anak buah Julian membantu para karyawan yang mulai bekerja. Mereka bingung kenapa hari ini banyak pekerja baru di restoran. sementara Aruna masih merasa pusing dengan tingkah pria itu.

Ia menatap ke arah depan. "Dia benar-benar perduli padaku atau sebenarnya sedang mengejekku?" batinnya bertanya-tanya.

Entahlah, Aruna bisa berpikir seperti itu. Mungkin karena ia tidak mau terlihat lemah di hadapan orang lain. Selama ini ia hanya perduli kepada Raven, sampai lupa kalau dirinya juga butuh perhatian dan selalu memaksakan pekerjaannya. Tidak perduli sedang sehat ataupun sakit, yang penting ia bisa mencari uang untuk menghidupi keluarga kecilnya. Ia sangat menyayangi anak itu. Tak jarang ia memaksakan membelikan barang-barang mahal untuk anaknya dengan bekerja keras. Padahal secara fisik ia tidak SE kuat itu. Beruntung ia jarang sekali sakit, kalaupun sakit paling cuma sehari dua hari sudah sembuh.

Seorang pria salah satu dari anak buah Julian mendatangi Aruna dengan segelas susu hangat dan sandwich. "Ini sarapan buat, Nona. Silakan di makan," ucapnya, lalu meletakkan makanan ke meja.

Aruna menatapnya lekat. "Apa dia yang menyuruhmu melakukan semua ini?" tanyanya dengan wajah datar.

"Iya, Tuan yang menyuruhku untuk memastikan Nona menjaga pola makan, jadi saya berinisiatif untuk membuatkan sarapan," jelas pria itu, lalu tersenyum kikuk.

Aruna mengayunkan tangan, memberi isyarat agar orang itu pergi dari hadapannya. Tidak bisa di pungkiri segelas susu dan sandwich sangat menggoda untuk di makan. Kebetulan pagi ini ia tidak sempat sarapan di rumah. Cacing di perutnya pun, seakan memberi aba-aba agar ia segera makan.

"Kau sangat perduli kepadaku, padahal aku sudah egois memisahkan mu dari anak kita. Jika kau tahu kebenarannya pada suatu hari nanti, aku berharap kau tidak pernah membenciku," gumamnya di dalam hati.

Dengan terpaksa ia menyuapkan sandwich ke mulutnya. Matanya terbelalak, ternyata rasa sandwich buatan pria itu sangat enak. Aruna curiga kalau orang tadi koki pribadi Julian. Ia makan dengan lahap, lalu meneguk minumannya. setelah merasa kenyang, ia melihat ke dapur, ternyata koki yang biasa memasak di restoran itu sekarang memiliki asisten dadakan.

Dapur restoran, pun, tampak bersih, walau sedang di gunakan. Aruna bingung harus berbuat apa lagi, tidak ada aktivitas yang bisa di kerjakan. Akhirnya ia memilih pergi ke ruang kerjanya untuk mengevaluasi pendapatan akhir tahun restoran.

Sementara di tempat yang berbeda Julian sedang asyik menunggu Raven di sekolahnya. Dari luar ia bisa melihat anak laki-laki itu sedang bermain bersama teman-temannya.

Raven membawa salah satu mainan yang di belikan Julian ke sekolah. Teman-temannya tampak kagum, karena mereka tidak memilikinya. Kalau, pun minta sama orang tuanya pasti tidak di belikan harganya sangat mahal.

Julian tidak berhenti tersenyum memandangi anak itu, ia merasakan kebahagiaan yang terpancar dari dalam diri Raven. Seandainya ia bisa membuatnya seperti itu setiap hari, pasti ia sangat bahagia.

Tidak sengaja Raven menoleh ke arah Julian dan menyadari kalau itu adalah Ayah barunya, lantas anak itu berlari ke arahnya. "Ayah," ucapnya dengan wajah sumringah.

Julian tersenyum lebar, menyambut Raven dengan pelukan hangat. "Anak pintar, bagai mana sekolahmu hari ini?" tanyanya.

Raven menatapnya. "Aku baik-baik saja hari ini. Mereka suka mainanku," celoteh anak itu dengan ekspresi wajah yang lucu.

Julian terkekeh, lalu mengusap lembut pipi anak itu. "Baiklah, nanti kita beli banyak mainan. Kau mau?" tanyanya.

Raven menggelengkan kepalanya. "Tidak, Ayah. Mainanku sudah banyak, nanti kalau terlalu banyak aku bingung yang mana yang akan ku mainkan," jawab Raven, lalu tersenyum.

Ternyata Raven punya pemikiran sedewasa itu. Julian tidak menyangka anak itu sangat pintar. Pasti karena didikan ibunya yang berhasil membuatnya seperti ini, atau karena keadaan yang sudah biasa ia terima untuk tidak memiliki apa, pun secara berlebihan. Yang pasti pria itu merasa sangat senang, bisa bertemu Raven di dalam hidupnya.

Julian mengerutkan kening. "Em... Bagai mana kalau kita beli hadiah untuk mama, kau setuju?" tanyanya, lalu tersenyum.

"Ya, aku setuju," jawabnya dengan binar wajah bahagia.

Bel tanda waktu istirahat telah berbunyi, anak itu melambaikan tangan ke arah Julian, lalu berlari menyusul langkah temannya yang akan masuk ke kelas. Julian hanya tersenyum menyaksikannya, anak itu sangat lucu jika berlari dengan tubuhnya yang agak berisi.

Julian menyandarkan tubuhnya ke mobil, menatap punggung Raven yang semakin lenyap dari pandangannya. "Mungkinkah, dia anakku?" gumamnya lirih nyaris tak terdengar.

Julian merasakan bagai mana kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya, dari awal bertemu mereka sudah sangat akrab, wajahnya pun sangat mirip. Rasanya tidak perlu tes DNA untuk memastikan dia anaknya atau bukan. Bila di sandingkan keduanya bak pinang di belah dua, hanya saja dengan versi muda dan dewasa.

ponsel Julian bergetar di dalam saku celananya, ia mengeluarkan benda pipih itu. Ia menggulir layar, lalu membaca pesan masuk. Ternyata dari anak buah Julian yang hari ini berada di restoran.

"Seseorang membuat kekacauan di restoran." begitulah bunyi pesan singkat itu.

Julian mengepalkan tangan, menahan amarah dengan rahang mengeras. Disisi lain ia juga mencemaskan Aruna. Mau bergegas ke restoran, tapi Raven belum keluar juga dari sekolahnya. Dengan tatapan tegas ia menelpon anak buahnya yang ada di restoran.

"Kendalikan situasi di sana. Pastikan Aruna tidak terluka. Kalau pengacau itu masih berulah, kau tahu apa yang harus di lakukan! Jangan mengandalkanku kali ini, aku ada kepentingan," ucapnya dengan tegas, lalu mematikan telponnya.

"Ayah, aku sudah pulang," ucap Raven yang tiba-tiba sudah ada di belakang Julian.

Julian mengembuskan napas lega. "Syukurlah, kau sudah pulang. Ayo kita menemui mama, aku sudah menyiapkan hadiah di dalam mobil," ucapnya, lalu menggendong Raven masuk ke mobilnya.

"Vincent, kita langsung ke restoran saja. Ada sedikit masalah di sana."

Vincent hanya menganggukkan kepalanya, lalu melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Ia penasaran ada masalah apa di restoran, wajah Julian terlihat panik.

Setelah hampir tiga puluh menit mereka sampai di restoran. Julian langsung turun dari mobil seraya menggendong Raven, di susul oleh Vincent yang membawa buket bunga mawar merah.

Saat masuk ke dalam yang dilihatnya banyak barang berserakan di lantai, sementara Aruna duduk terdiam tampak shock. Para pengacau itu sudah pergi beberapa anak buah Julian berhasil mengurusnya. Beberapa karyawan membereskan restoran.

Julian berlari ke arah Aruna, menurunkan Raven ke sebuah kursi, lalu membungkukkan badan. Ia menepuk pipi wanita itu dengan panik. "Aruna, kau tidak apa-apa, ada yang terluka? Aruna aku benar-benar minta maaf tadi tidak langsung datang ke mari, aku menjemput Raven," ucapnya dengan nada bergetar, ia mencemaskan wanita di hadapannya itu.

Tiba-tiba Aruna memeluk Julian dan menangis. "Aku, takut," ucapnya lirih.

Perlahan Julian mengulurkan tangannya membalas pelukan itu, ia mendekap tubuh Aruna dengan kencang. "Tenang, ya. Aku sudah ada di sini," ucap Julian nyaris berbisik.

Untuk pertama kalinya Aruna menghadapi situasi sulit seperti ini, bahkan salah satu pengacau tadi sempat mengacungkan senjata tajam. Beruntung anak buah Julian gercep mengatasi itu. Aruna jadi shock berat, sementara Raven hanya terdiam bingung dengan keadaan ibunya.

Julian memberi isyarat kepada Vincent, agar meletakkan buket bunga itu di samping Aruna. "Coba lihat ke sana, itu untukmu," ucap Julian.

Aruna melepaskan pelukannya, lalu menoleh ia meraih buket bunga itu. "Ini untukku?" tanyanya heran.

Julian tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. "Ya. Hadiah dari Raven, bukan begitu Raven?" ia mencubit lirih hidung anak itu.

"Iya, Ma. Itu untuk Mama," jawabnya seraya tersenyum.

Aruna mengusap pucuk kepala anaknya seraya tersenyum. "Terima kasih, ya."

"Aruna sebaiknya, kau dan Raven pulang. Biar Vincent yang mengantar kalian," ucap Julian, ia khawatir dengan kondisi wanita itu.

aruna tersenyum tipis, lalu menganggukkan kepalanya. Ia bersiap mengambil tas jinjingnya yang berada di dalam ruangannya. Namun, sesuatu mencuri perhatiannya, sebuah bingkisan tergeletak di meja. Ia mencoba meraihnya dengan ragu-ragu, lalu membukanya.

"Aaaa...."

1
Fatzra
Halo semuanya, terima kasih yang sudah membaca cerita ini. jangan lupa follow + like+ komen, ya. biar Author semangat updatenya 🥰
Terima kasih.
Ritsu-4
Datang ke platform ini cuma buat satu cerita, tapi ternyata ketemu harta karun!
Sterling
Asik banget bisa nemuin karya yang apik seperti ini.
Murasaki Kuhouin
Jauh melebihi harapanku.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!