NovelToon NovelToon
Kelas Tujuh Untuk Zahrana

Kelas Tujuh Untuk Zahrana

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem
Popularitas:995
Nilai: 5
Nama Author: DUOELFA

Aku menunggu jawaban dari bu Nirmala dan bu Zahira, namun hingga dua hari ini berikutnya, aku belum mendapatkan jawaban dari masalah tersebut.

"Bu, Andai aku tak cerita tentang masalah bullying ini pada ibu, aku mungkin masih sekolah di sekolah X ya bu," ucap Zahrana padaku saat kami tengah makan bersama.

Aku memandang putri sulungku tersebut.

"Bila kamu tidak bilang pada ibu, ibu yakin, Allah akan menunjukkan jalan lain agar ibu bisa mengetahui masalahmu nduk. Wis nggak usah dipikirkan lagi. Ayo cepat makannya. Nanti keburu dihabiskan mas," ucapku mengalihkan pembicaraan.

Aku berusaha tak terlalu mendengarkan perkataan Zahrana karena aku masih menunggu penjelasan dari bu Zahira dan bu Nirmala dan pengakuan dari Ghania agar semua menjadi jelas. Akankah Zahrana tetap bisa sekolah disana atau tidak pun tidak, akupun tak tahu jawabannya karena aku akan mempertimbangkan semua dari beberapa sisi, dan aku pasti akan memilih sisi yang paling aman untukmu, Zahran

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SAMBANGAN PERTAMA KE MA'HAD PART 2

Kami, aku, Zahrana, Mumtaz dan Arsenio makan bersama di lapangan yang letaknya tak jauh dari sekolah X. Meskipun hanya makan nasi dan berlaukan gorengan saja, hatiku merasa senang. Bisa melihat mereka makan sambil tertawa bersama saja, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasa bahagia. 

Hatiku merasa senang sekali bisa bertemu dengan Zahrana. Tapi entah mengapa aku melihat Zahrana begitu berbeda saat ini. Ia tak mau difoto seperti biasanya. Padahal biasanya ia sangat suka sekali berfoto. Ia juga selalu melihat ke arah lain saat saat berbicara denganku. Ia juga tidak mau melihat wajahku saat kami sedang makan bersama. Terlihat pula beberapa kali ia menundukkan wajahnya agar aku tidak bisa melihat wajahnya. 

"Mbak, gimana di ma'had? Krasan nggak di sana?" Tanyaku pada Zahrana 

Zahrana terdiam sesaat dan menjawab pertanyaanku. 

"Aku krasan Bu, " ucap Zahrana dengan lemah.

"Benar sudah krasan?" tanyaku  meyakinkan Zahrana. 

Zahrana terdiam sesaat dan menjawab

"Sudahlah Bu. Jangan tanya itu lagi," elak Zahrana. 

Wajah Zahrana terlihat murung. 

"Ada apa?" aku bertanya pada Zahrana. 

Zahrana terdiam sesaat, kemudian melanjutkan perkataannya. 

"Bu, aku ingin pulang sebentar. Aku kangen rumah. Boleh nggak ya Bu? Aku juga kangen sama kucingku. Molly, " rengek Zahrana.

Aku melihat Zahrana dan tak tega mendengar keinginannya untuk pulang ke rumah barang sebentar saja. Aku melihat jam digital yang berada di pergelangan tanganku sebelah kiri yang ternyata sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Tak terasa kami sudah duduk-duduk di lapangan ini selama dua jam. 

"Mengapa pengen pulang?" Tanyaku menyelidik

"Aku sangat kangen rumah bu. Sebentar saja. Nanti aku akan kembali lagi ke asrama setelah  berada di rumah meskipun hanya sebentar. Entah mengapa pikiranku terasa berat sekali saat ini," ucap Zahrana padaku

Perkataan Zahrana tersebut membuatku semakin tak tega. Ia terlihat seperti agak tertekan dengan kondisi di asrama selama seminggu ini. Aku memikirkan waktu perjalanan ke rumah yang membutuhkan waktu kurang lebih satu jam perjalanan. Kami baru akan sampai pada pukul dua belas siang. Selanjutnya kami hanya bisa di rumah selama kurang lebih dua puluh hingga tiga puluh menit saja karena kami harus kembali ke ma'had pada pukul dua belas lebih tiga puluh menit atau paling lambat pukul satu siang. Bila berangkat kembali menuju ma'had melebihi jam tersebut, bisa dipastikan kami akan telat sampai di ma'had dan aku tak mau itu terjadi. Aku pasti akan mendapat teguran dari para dewan ma'had. 

Aku merasa tak tega melihat Zahrana dalam kondisi seperti ini. Aku segera mengemasi seluruh barangku yang berada di lapangan tersebut kemudian melajukan motorku dengan kecepatan agak sedang agar segera bisa sampai ke rumah. 

Sesampainya di rumah, Zahrana terlihat bahagia. Ia menemui molly, kucing persia kesayangannya berwarna hitam putih. Kucing kesayangan pemberian mas Badrus, pemilik toko makanan hewan dekat sekolah yang telah dirawat dari kecil. 

"Bu, meskipun rumah ini kecil, berantakan seakan tak pernah dibersihkan karena ulah kedua adikku, tapi aku merasa nyaman sekali di rumah ini. Pikiranku saat ini sudah kembali tenang. Terima kasih Bu," ucap Zahrana padaku. 

Zahrana terlihat diam sesaat sebelum melanjutkan perkataannya. 

"Bu, aku ingin tidur sebentar. Nanti tolong bangunkan aku pada pukul  setengah satu siang atau maksimal jam satu siang dan kita segera berangkat ke ma'had," ucap Zahrana padaku sembari berjalan ke arah kamarnya yang terletak disamping ruang tamu. 

Aku hanya menanggapi perkataan Zahrana dengan anggukan kepala saja. 

Tak lama kemudian, aku melihat Zahrana tidur begitu pulas dikamarnya. Sepertinya ia tidak bisa tidur dengan nyenyak selama di ma'had tersebut. Aku belum berani untuk menanyakan lebih lanjut tentang apa yang ada di pikirannya saat ini. Aku masih ingin ia berada di ma'had karena sekolah X adalah sekolah impiannya.

Dengan Zahrana berada di ma'had, setidaknya ia tidak mengetahui keadaanku yang begitu menyedihkan seperti saat ia berada di rumah. Dengan jauh dari rumah, aku juga berharap agar Zahrana tidak memikirkan keadaan rumah tanggaku dengan mas Anton yang semakin lama, semakin tak tahu entah akan dibawa kemana. Untuk mengajukan perceraian ke pengadilan, aku merasa masih begitu sulit karena belum memiliki cukup uang untuk mengajukan perceraian tersebut. Tapi bila boleh jujur, sebenarnya aku juga sudah tidak kuat bila menanggung keadaan seperti ini terlalu lama. Keadaan rumah tangga yang tanpa kepastian masa depan sama sekali. Bila aku meminta mas Anton untuk kembali, aku juga tak tahu, apakah ia akan berubah lebih baik ataukah tidak. Bila ia bisa berubah, sungguh aku sangat bersyukur sekali. Tapi, bila mas Anton tidak mau berubah, ia hanya akan menambah beban bagiku saja. Aku harus membangunkannya untuk berangkat kerja setiap pagi. Untuk membangunkannya, tak cukup satu atau dua kali saja. Butuh beberapa kali membangunkan hingga ia bangun membuka kedua matanya dengan lebar dan memiliki kesadaran penuh. Praktis, saat mas Anton dirumah, setiap pagi aku tidak bisa melakukan kegiatan apapun selain membangunkan Mas Anton. Itu sungguh sangat menyita waktuku untuk hal yang lain. Saat pagi, aku seharusnya sudah bisa memasak makanan, mencuci pakaian, membersihkan rumah atau melakukan kegiatan yang lain, aku sama sekali tidak bisa melakukan itu semua karena aku harus membangunkan Mas Anton. Bila tidak membangunkannya, aku takut ia akan terlambat pergi ke tempat kerja. Bila ia terlambat kerja, bisa-bisa bosnya mengirimkan pesan padaku agar mas Anton telah terlambat dan harap segera berangkat kerja. Aku sangat malu karena pasti bosnya mengira bahwa aku tidak membangunkan mas Anton.

Selain belum memiliki cukup uang untuk mengajukan perceraian, aku juga takut untuk bercerai dengan mas Anton karena kedua anakku, Mumtaz dan Arsenio sangat membutuhkan sosok lelaki sebagai panutan mereka. Tapi berkali-kali aku menanyakan ke hatiku, apakah Mas Anton bisa dijadikan sebagai panutan yang baik untuk kedua anakku? Entahlah aku juga tak tahu jawabannya. Tapi yang pasti, masih aku ingin semua anakku tetap bisa bertemu dengan mas Anton, ayah kandungnya. 

Jarum panjang sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. Aku segera membangunkan Zahrana agar ia bersiap  untuk berangkat ke ma'had. Tak lupa aku segera menurunkan motor matic kehalaman, menyelah dan menlajukan motor tersebut dengan kecepatan sedang karena aku tak ingin terlambat ke ma'had. 

Saat di perjalanan menuju ke ma'had, aku sedikit melambatkan laju kendaraan dengan kecepatan rendah agar aku bisa sedikit berbincang dengan Zahrana. 

"Nduk, kamu krasan atau belum di sana? Bila ada apa-apa, jangan lupa cerita sama ibu ya karena Ibu tidak bisa menemanimu di sana selama dua puluh empat jam. Aku hanya bisa mengetahui keadaanmu saat sambangan seperti ini dan saat pulang saja. Ibu mau kamu bercerita seperti biasanya. Ceritalah padaku tanpa merasa sungkan atau takut karena Ibu tak bisa memahami dengan bail bila kamu tidak bicara apapun. Ibu mohon bicaralah bila ada sedang masalah dan jangan berusaha untuk menutupi satu masalah pun dari ibu," pesanku pada Zahrana. 

Zahrana terdiam. 

"Aku akan bercerita bila aku sudah merasa siap untuk menceritakan semuanya bu. Sungguh aku tak akan menutupi semua dari ibu karena aku tahu, suatu saat ibu pasti juga akan tahu. Aku akan berusaha untuk krasan di asrama. Bukankah sekolah disini juga keinginanku? Ibu sudah sangat berusaha sekali menyekolahkankanku disini, aku juga harus berusaha untuk krasan bu," ucap Zahrana.

1
ibuke DuoElfa
semangat
ibuke DuoElfa
selamat membaca
kozumei
Wow, luar biasa!
ibuke DuoElfa: Terima kasih kak
semoga suka dengan cerita saya
total 1 replies
Eira
Ingin baca lagi!
ibuke DuoElfa: sudah update 2 bab kak
masih proses review
semoga suka dengan cerita saya ya

selamat membaca
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!