Takdir hidup memang pilihan, lalu bagaimana kalau takdir itu yang memilihmu?
"Disaat takdir sudah memilih mu, aku sudah siap dengan segala resikonya!"
Bekerja sebagai pengasuh anak berkebutuhan khusus, membuat Mia harus memiliki jiwa penyabar yang amat besar.
Bagaimana reaksi Mia, saat anak yang diasuhnya ternyata pria berusia 25 tahun?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Defri yantiHermawan17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SA BAB 30 Sidang 2
"Jelaskan, apa maksud Januar tadi. Kenapa putra ku menyebutmu sebagai calon istri?"
Tubuh Mia membeku, dia sudah yakin kalau Nyonya Arista pasti akan membahas hal ini. Kepala Mia berdenyut, dia tidak tahu harus menjawab apa.
Harusnya Sang Nyonya bertanya langsung pada Januar, bukan padanya. Tanyakan kenapa pria itu menyebutnya sebagai calon istri, apa maksudnya? kenapa Januar sangat mudah memberikan klaim padanya.
"S-saya juga tidak mengerti kenapa Janu-,"
"Tidak akan ada asap, kalau tidak ada api!" tukasnya, menyela ucapan Mia.
Mia menghela napas pelan, memangnya siapa yang bermain api? bahkan dirinya tidak pernah membawa korek atau pun sejenis pemantik api lainnya. Mia bermain aman, walaupun terkadang ada rasa tidak tahu diri tiba tiba muncul, Mia selalu menampiknya.
Mia tahu kalau semua itu tidak akan pernah terwujud. Januar terlalu tinggi untuk dia jangkau, walaupun pria berwajah baby face itu memiliki kekurangan- namun kekurangan itu begitu tertutupi oleh kesempurnaan alami yang dimiliki Januar.
"Tapi saya tidak pernah bermain apa, Nyonya Arista. Saya cukup tahu diri, siapa saya dan siapa putra anda!"
Tidak! Mia tidak bisa direndahkan seperti ini walau tidak secara terang terangan. Untuk apa Kakak serta Kakak iparnya menyekolahkannya setinggi mungkin, kalau akhirnya dia hanya bisa diam saat ada orang yang merendahkannya.
Mia paham dengan semua perumpamaan yang Nyonya Arista ucapkan. Secara tidak langsung wanita Rajendra itu mengingatkan kalau jarak diantara dirinya dan Januar sangatlah jauh.
"Januar tidak akan berkata seperti tadi, kalau tidak ada yang memancing dan mengulangnya berkali kali. Kau tahu kan bagaimana sifat anak autis, mereka akan mengucapkan sesuatu yang selalu dia dengar setiap saat dan berulang kali!"
Nyonya Arista menjeda, kedua netranya menatap Mia layaknya seorang tersangka utama.
"Aku yakin kau paham maksudku," imbuhnya.
Mia menunduk, dia tidak tahu harus berkata apa pun lagi. Ucapan Nyonya Arista terdengar menuduhnya, dan Mia tahu- bahkan sangat tahu bagaimana sifat anak yang memiliki riwayat autis.
Pengulangan!
"Saya paham Nyonya! saya juga mengerti apa maksud dari perkataan-,"
"Aku rasa tidak ada yang salah dengan itu Arista. Memangnya kenapa kalau cucu ku menyebut Mia sebagai calon istrinya? apa itu merugikan seseorang, atau mungkin merugikan mu sendiri?"
Mia dan Nyonya Arista tersentak, seorang wanita paruh baya bersanggul tengah menatap serius pada menantunya. Terlihat tenang namun begitu berwibawa, perawakan tenang itu membuat Mia semakin menunduk.
"Ibu, Januar tidak akan paham apa itu ca-,"
"Kalau cucu ku tidak paham, mana mungkin dia berkata seperti itu!" tukas Sang Eyang Putri tajam.
Wanita sepuh itu melangkah maju, mengikis jarak pada Mia dan Nyonya Arista. Eyang Putri melirik pada Sang Pengasuh, satu tangannya terulur untuk mengusap pucuk kepalanya.
"Janu mencari kamu. Temui dia, Eyang enggak yakin kalau anak itu diam sekarang,"
Mia mendongak, kedua matanya berkedip pelan. Dia ragu, sudut matanya melirik pada Arista- Mia yakin kalau Sang Nyonya tidak akan membiarkan dirinya pergi.
"Pergilah, biar Eyang yang akan menyelesaikannya!"
Mia menghela napas, gadis itu mengangguk- Mia juga sempat menunduk pada Nyonya Arista sebelum dia keluar.
Selepas Mia keluar, Eyang Putri terlihat menatap datar pada menantunya.
"Kamu memang orang yang merawat cucu ku sedari dia kecil, tapi kamu tidak berhak mengatur hidup cucu ku, Arista.'
Eyang Putri mendudukkan diri di kursi yang sempat di tempati Mia tadi. Garis keriput di wajahnya tidak mampu menghilangkan aura kecantikan serta wibawanya.
"Aku hanya ingin yang terbaik untuk putra ku, Ibu!"
Eyang Putri tersenyum tipis, wanita sepuh itu menegakan tubuhnya- menyorot serius pada sang menantu.
"Terbaik? aku mau melihat apa pilihan mu memang terbaik untuk Januar, atau malah menjadi yang terburuk," Eyang Putri menjeda.
Wanita bersanggul itu bangkit, berbalik meninggalkan Nyonya Arista yang terdiam di tempatnya.
"Tapi jangan pernah sekali pun kamu berani memisahkan mereka, kalau kamu tidak ingin kehilangan Januar dan kepercayaannya!" imbuhnya lagi, sebelum Eyang Putri benar benar pergi meninggalkan Sang Nyonya Rajendra.
**UHUUIII NYAMPERIN DEDE JANU
SEE YOU TOMORROW
BABAYYY MUUUAAACCHH😘😘**
jadi pengasuh malah 🤗