Ayah kandung yang tega menjadikan putra keduanya bayang-bayang untuk putra pertamanya. Menjerumuskan putra kedua menuju lembah kehancuran yang menimbulkan dendam.
Ayah dan saudara yang di cari ternyata adalah sosok manusia namun tak berperasaan. Sama seperti iblis yang tak punya hati.
"Rahmat Rahadian"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neng Syantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JACK MASUK PERANGKAP
Satu bulan telah berlalu, sejauh ini, rencana Jack berjalan dengan lancar. Brahma pun sangat mempercayai dirinya. Selama itu pula, Jack terus-terusan mengumpulkan kelemahan perusahaan A milik Brahma. Sedikit lagi, usaha Jack akan sampai pada titik inti.
Malam itu, Jack sedang berada di markas bersama Argo, Joe, Iwan dan Erick.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Jack pada Erick.
“Masih sama, Tuan. Dia masih saja besar mulut seperti sebelumnya,” jawab Erick sambil berjalan sedikit tergesa agar dapat mengimbangi langkah Jack yang memasuki markas itu.
“Bagaimana keadaanmu? Tuan Muda pertama?” Jack tersenyum mengejek ke arah Marco yang terlihat kacau.
“Lepaskan aku, Rahmat. Aku adalah kakakmu, bagaimanapun di dalam tubuh kita, mengalir darah yang sama,” ucap Marco dengan wajah penuh lebam akibat pukulan Joe.
“Joe, kemari!” panggil Jack, Joe pun segera berjalan berlenggok bak seorang model di harapan Jack.
“Kau apakan wajahnya? Kenapa menjadi jelek seperti itu?” Jack menunjuk wajah Marco.
“Aku hanya memberinya sedikit pelajaran, setiap kali dia berteriak-teriak. Teriakannya itu membuat telingaku sakit,” jawab Joe dengan kepala tertunduk. “Dan benar saja, setelah aku memberinya pelajaran dengan satu pukulan, dia tidak berani lagi bersuara,” kata Joe. Selanjutnya, dengan percaya diri ia mengangkat kepalanya yang tertunduk itu.
Jack memijat batang hidung perlahan. “Kenapa dia bisa diam?” tanya Jack yang berdiri tepat di harapan Marco.
“Karena dia pingsan, hahahak,” Joe tertawa terbahak. Kelakuannya sama konyol nya dengan Sam. Namun mereka berdua berbeda dalam keahlian.
“Berani sekali, anak itu!” guman Erick.
“Masih tahan berapa lama kau disini, Kak?” tanya Jack kepada Marco, bukan asli ingin bertanya, tapi lebih tepatnya berniat mengejek.
“Kau sungguh pantas untuk di bunuh, Rahmat!” geram Marco, ia berjalan maju untuk meraih tubuh Jack.
Dengan cekatan Jack mundur beberapa langkah. “Jika aku memang pantas untuk kau bunuh, maka lakukan lah jika kau mampu,” kata Jack.
“Suatu saat, aku akan bebas. Dan aku pastikan, aku akan membunuh orang-orang terdekatmu lebih dulu,” maki Marco. “Agar kau menderita, aku akan membuat mu tetap hidup tapi merasakan mati!”
“Itu jika kau masih hidup, bagaimana jika aku menghabisimu sekarang?” Jack mengeluarkan belati kecil dari dalam selipan kaos kaki yang ia pakai.
“Kau bisa apa sekarang?” Jack memainkan belati yang ada di tangannya itu.
Dret dret drett.. Getar ponsel yang ada di sakunya.
“Ckk.. Sialan, siapa yang menelpon. Menganggu saja,” geram Jack. Ia pun segera menerima panggilan itu. Yang ternyata panggilan dari Sam.
“Cepatlah, kami sudah menunggumu sejak tadi,” kata Sam yang berasa di seberang telpon.
“Baik lah..”Jack segera mematikan sambungan telpon itu, niat ingin menakut nakuti saudara kembarnya itu. Malah gagal karena panggilan telpon.
Ia pun segera menyimpan belati nya kembali.
.
.
.
“Dia sudah pergi ke bar, itu. Bos!” isi pesan seseorang kepada Bosnya.
“Bagus. Campurkan obat yang ku berikan tadi,” balasan pesan Seseorang yang di sebut sebagai Bos.
“Jika ingin menghancurkannya, harus melalui gadis itu terlebih dahulu!” seseorang yang di sebut Bos itu, kembali mengirimkan pesan.
.
.
.
Jack telah tiba di Club Malam, tempat biasa ia menjadi Marco dan juga menjadi Jack. Yaitu Cium Malam Butterfly.
Seperti biasa, jika bersama dengan Dean dan Juga Sam. Ia akan mengenakan topeng, ia tidak ingin orang mengetahui, jika wajahnya dan Marco sama, sebelum misinya terselesaikan.
“Dari mana saja, kau?” ketus Dean.
“Aku dari markas, baru saja ingin memberikan hadiah pada Marco. Tapi Sam, menggangu ku,” kata Jack sambil duduk di sebelah Dean.
Sedangkan di Bar Club itu, “Campurkan bubuk ini, pada minuman pria yang menggunakan topeng itu!” seseorang memerintah pelayan wanita dengan ancaman sebuah pistol.
Mau tidak mau, wanita muda itu menuruti perintah pria yang mengancamnya.
Wanita itu berjalan ke arah Jack, Dean dan juga Sam dengan membawa tiga gelas minuman dan juga dua botol yang utuh.
Setelah memberikan minuman kepada pelanggan dan memastikan Jack menerima gelas yang tepat. Wanita itu segera meninggalkan tempat itu.
Wanita itu pun pergi untuk menemui seseorang yang telah mengancamnya tadi.
“Sa-saya sudah melakukannya seperti yang Tuan minta,” ucap wanita itu di ruangan sepi yang masih bagian dari Club.
“Bagus, ini bayaranmu!” orang itu memberikan uang yang cukup banyak kepada si wanita.
“Terimakasih, Tuan!” wanita yang tadinya ketakutan, kini berubah senang setelah orang itu memberinya banyak uang.
“Sekarang pergilah,” wanita itu segera berbalik dan yang terjadi setelahnya adalah.
Sreekk..! Orang itu menyembelih si wanita dari belakang.
“Arrhhkk..” teriak wanita itu sebelum akhirnya meregang nyawa.
Darah muncrat kemana-mana dan mengalir di lantai ruangan yang gelap itu.
“Enak saja, kau pikir bisa pergi dengan membawa uangku. Aku memang akan melepaskan mu, tapi bukan di dunia ini. Melainkan ke neraka,” orang itu menyimpan kembali pisaunya dan segera pergi meninggalkan tempat itu.
Kembali pada Jack, Jack sudah menghabiskan minumannya. “Kenapa kepalaku sedikit pusing?”
“Kau kenapa, Jack?” tanya Dean yang melihat Jack memegangi kepalanya.
“Tidak tau, kepalaku agak pusing,” ucap Jack. “Aku akan pulang lebih dulu,” kata Jack sambil beranjak dari tempat itu.
“Biar ku antar, Kak,” tawar Sam.
“Tidak usah, kau temani saja Kak Dean. Kau tau sendiri kan, dia suka mabuk,” kata Jack. Sam yang sudah berdiri kembali duduk di tempatnya.
“Kak, aku akan pulang ke apartemen saja malam ini,” Setelah berbicara seperti itu, Jack segera pergi meninggalkan Club Malam.
“Kenapa tubuhku seperti ini? Bukan hanya kepalaku yang pusing, tapi seluruh tubuhku merasakan hawa yang aneh,” batin Jack. Ia segera menancap gas mobilnya menuju apartemen. Rencananya ia akan beristirahat di sana sekalian meminta Mbok Jum merawatnya.
Detik dan menit terus berjalan, namun perasaannya semakin tidak karuan. Hawa aneh semakin menjalar ke tubuhnya, membuat ia semakin tidak tahan.
“Arhkkk.. Kenapa dengan tubuhku?” Keluh Jack, tangannya sudah tidak fokus menyetir. Dengan kasar ia melepaskan topeng yang masih melekat di wajahnya. Dan membuka kancing kemejanya dengan paksa.
“Aku harus segera sampai!” ia menambah kecepatan laju mobilnya. Dan tak lama kemudian, ia sampai di depan pintu apartemen.
“Mbok Mbok..” Jack menggedor gedor pintu, padahal salah satu kunci apartemen itu ada padanya sendiri.
“Ya tuhan, Tuan Muda.” Mbok Jum yang mendengar suara pintu di gedor dan memanggilnya itu segera membuka pintu. Dan alangkah terkejutnya wanita paruh baya itu, melihat Tuannya.
“Di mana Mayang, Mbok? Rahmat butuh Mayang,” Jack berjalan melewati Mbok Jum begitu saja, ia terus berjalan sempoyongan menaiki anak tangga apartemen itu. Bahkan ia dua kali berhenti dan terduduk di tengah-tengah anak tangga.
Mbok Jum yang melihat hak itu, menjadi khawatir dan cemas. Pasalnya, wajah Jack tidak seperti biasanya. Wajah berubah merah serta seluruh tubuhnya di banjiri oleh keringat.
Mohon maaf, bila alur semakin tidak jelas dan juga bertebaran typo di mana-mana.