Rania Kirana seorang penjual cilok berprinsip dari kontrakan sederhana, terpaksa menerima tawaran pernikahan kontrak dari Abimana Sanjaya seorang CEO S.T.G. Group yang dingin dan sangat logis.
Syarat Rania hanya satu jaminan perawatan ibunya yang sakit.
Abimana, yang ingin menghindari pernikahan yang diatur keluarganya dan ancaman bisnis, menjadikan Rania 'istri kontrak' dengan batasan ketat, terutama Pasal 7 yaitu tidak ada hubungan fisik atau emosional.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!!
FOLLOW ME :
IG : Lala_Syalala13
FB : Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PKCD BAB 29_Retakan dalam Menara Kaca
Rania berdiri tepat di samping Abimana, ia merasakan tangan Abimana gemetar halus dan tanpa ragu ia meraih tangan pria itu, menggenggamnya erat di depan semua orang.
"Tuan-tuan yang terhormat," Rania memulai, suaranya jernih dan tenang, "Dokumen yang Anda lihat memang benar adanya dan itu adalah draf awal yang kami buat saat kami memulai hubungan ini. Saya tidak akan menyangkalnya." ucap Rania dengan tenang.
Gumam riuh rendah memenuhi ruangan, wajah para direksi tampak semakin keras saja dengan fakta apa yang mereka dengar.
"Tapi," lanjut Rania.
"Apakah Anda semua tidak pernah memulai sesuatu dengan keraguan? Apakah bisnis besar di ruangan ini tidak dimulai dengan kontrak yang kaku sebelum akhirnya tumbuh menjadi kemitraan yang saling percaya? Pernikahan kami memang berawal dari sebuah kesepakatan. Saya membutuhkan bantuan untuk pengobatan ibu saya, dan Abimana membutuhkan seseorang yang jujur untuk mendampinginya." lanjutnya Rania mencoba meyakinkan para direksi di sana.
Rania menoleh ke arah Abimana sejenak, lalu kembali menatap dewan direksi semuanya sambil menghela nafas sejenak sebelum dia kembali berbicara.
"Namun apa yang tidak tertulis di dalam dokumen itu adalah apa yang terjadi setelahnya. Kontrak bisa direncanakan, tapi perasaan tidak, jika pernikahan ini murni bisnis, mengapa saya menyumbangkan satu-satunya harta peninggalan ayah saya untuk yayasan anak jalanan? Jika ini hanya sandiwara, mengapa suami saya tetap menjaga saya saat saya kesulitan, dan saya merawatnya saat dia sakit tanpa ada kamera yang melihat?" tutur Rania yang terdengar masuk akal.
Amelia berdiri, wajahnya memerah. "Itu hanya pembelaan emosional! Buktinya ada di kertas!" bantah Amelia, dia tidak akan membiarkan Rania selamat begitu saja.
"Kertas itu mati nona Amelia dan yang hidup adalah apa yang kami jalani setiap hari," balas Rania tajam.
"Jika kalian ingin menghakimi Abimana karena dia mencoba melindungi keluarganya dan perusahaannya dengan cara yang tidak biasa silakan, tapi jangan sebut pernikahan ini palsu karena tidak ada kepalsuan yang sanggup bertahan di bawah tekanan sebesar ini." ujarnya dengan tegas.
Abimana yang sejak tadi diam tiba-tiba angkat bicara, suaranya kini kembali berwibawa, lebih kuat dari sebelumnya.
"Rania benar, saya memulai ini dengan logika. Saya pikir saya bisa mengendalikan segalanya dengan kontrak. Saya pikir saya bisa memisahkan urusan hati dari urusan bisnis, tapi saya salah karena Rania adalah variabel yang tidak bisa saya hitung. Dia bukan pion, dia adalah jantung dari alasan mengapa saya ingin Proyek Bali ini berhasil yaitu agar saya bisa membangun sesuatu yang nyata, sesuatu yang memiliki integritas, seperti dirinya." jawab Abimana menguatkan alasannya.
Abimana menatap Tuan Kusuma. "Jika Dewan Direksi merasa saya tidak lagi layak karena kehidupan pribadi saya tidak sesuai dengan standar Anda yang 'suci', silakan ajukan mosi tidak percaya, tapi saya tidak akan membiarkan Anda menghina istri saya atau kejujuran yang kami miliki sekarang." tegasnya.
Suasana ruangan menjadi sangat hening kemudian salah satu direktur senior, seorang pria tua yang sejak tadi hanya diam, akhirnya angkat bicara.
"Sejujurnya, Abimana... Proyek Bali memberikan keuntungan yang belum pernah kami lihat dalam sepuluh tahun terakhir. Dan citra Nyonya Rania di mata publik sangat membantu. Jika ini memang berawal dari kontrak, namun berujung pada komitmen nyata... bukankah itu justru menunjukkan kemampuan negosiasi dan kepemimpinan yang luar biasa?" ucap salah satu direksi di sana yang merasa apa yang dikatakan Abimana dan Rania betul juga.
Gumam persetujuan mulai terdengar, rencana Amelia untuk menghancurkan Abimana melalui skandal ini mulai goyah.
Masyarakat dan pemegang saham lebih menyukai cerita "cinta yang tumbuh dari keadaan sulit" daripada sekadar penipuan bisnis.
Rapat itu akhirnya ditunda untuk memberikan waktu bagi tim hukum S.T.G. Group menyusun pernyataan resmi.
Amelia dan ayahnya meninggalkan ruangan dengan wajah penuh amarah, sementara para direksi mulai menyalami Abimana satu per satu sebelum keluar.
Kini hanya tinggal Rania dan Abimana di ruangan besar itu, sinar matahari sore menembus kaca jendela, menyinari butiran debu yang menari di udara.
Abimana masih memegang tangan Rania, ia belum melepaskannya juga dari tadi.
"Kenapa kamu melakukan itu, Rania? Setelah semua yang aku katakan semalam... setelah aku menyakiti mu dengan penolakan itu," bisik Abimana.
Rania melepaskan genggamannya perlahan, ia berjalan menuju jendela, menatap pemandangan kota yang mulai menyala oleh lampu-lampu jalan.
"Karena aku tidak melakukan itu untuk kontrak, Abi. aku melakukan itu karena aku tahu siapa kamu di balik jas ini. aku melakukan itu karena... karena aku tidak bisa melihat orang yang aku cintai dihancurkan oleh kebohongannya sendiri," jawab Rania tanpa menoleh.
Abimana berjalan mendekat, berdiri di belakang Rania, ia bisa mencium aroma sabun mawar dari rambut Rania, aroma yang kini terasa begitu akrab dan menenangkan.
"Rania, aku minta maaf, aku adalah orang paling bodoh dengan gelar pendidikan paling tinggi. Aku mencoba memenjarakan perasaanmu dalam pasal-pasal, padahal akulah yang sebenarnya terjebak dalam ketakutanku sendiri," ucap Abimana lirih.
Ia memutar tubuh Rania agar menghadapnya, mata Abimana yang biasanya dingin kini tampak basah.
"Tadi di depan mereka semua... saat aku bilang kamu adalah jantung dari alasanku bekerja... aku tidak berbohong. Aku tidak sedang berakting, aku benar-benar tidak tahu bagaimana caraku menghadapi hari esok jika kamu benar-benar pergi setelah kontrak ini selesai."
Rania menatap mata Abimana, ia melihat kejujuran yang murni, tanpa ada perhitungan untung rugi di sana.
"Lalu apa sekarang, Abi? Apakah kita akan tetap bersembunyi di balik dinding kaca ini?" tanya Rania.
Abimana menggeleng, ia mengambil pena kayu yang terselip di saku jas Rania yaitu pena yang tadi pagi Rania bawa.
"Kontrak itu sudah bocor dan dunia sudah tahu, jadi mari kita buat sesuatu yang baru. Sesuatu yang tidak punya tanggal kadaluwarsa," kata Abimana.
Ia menarik Rania ke dalam pelukannya, kali ini tidak ada kamera, tidak ada wartawan, tidak ada direksi.
Hanya ada dua jiwa yang selama ini saling mengejar dalam kegelapan, kini akhirnya menemukan cahaya.
Rania menyandarkan kepalanya di dada Abimana, mendengar detak jantung pria itu yang berdegup kencang dimana detak jantung yang kini terasa sangat nyata, sangat manusiawi.
Retakan dalam menara kaca itu tidak menghancurkan mereka namun justru melalui retakan itulah, kebenaran akhirnya bisa masuk dan mencairkan es yang selama ini membeku.
Malam itu, mereka kembali ke penthouse. Namun kali ini Rania tidak berjalan menuju kamar tamu dan Abimana tidak lagi duduk sendirian di ruang kerjanya.
Mereka duduk bersama di sofa ruang tamu, menyelimuti diri dengan selimut tenun Bali yang sama, menatap bintang-bintang Jakarta yang mulai muncul di balik kabut yang kini telah sirna.
Sandiwara telah berakhir dan kehidupan yang sesungguhnya baru saja dimulai sekarang, entah rintangan apa yang aman mereka lewati nanti.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
ayak ayak wae...
di tunggu updatenya