Dari sekian banyak yang hadir dalam hidupmu, apa aku yang paling mundah untuk kau buang? Dari sekian banyak yang datang, apa aku yang paling tidak bisa jadi milikmu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AYU 19
Sabtu, hari yang akan jadi melelahkan karena hanya ada satu mata kuliah hari ini. Nanggung banget kan? Mending tidur!
Gue menghela napas panjang disepanjang perjalanan pulang ke kos. Harusnya tadi ngga usah berangkat kalau cuma setengah jam terus kuliah dibatalkan?! Oh astaga! Sementara kelas lain seperti milik Lia justru ada dua hari ini.
Gue menghentikan langkah tak jauh dari gerbang masuk kos, menampilkan seorang pria dengan Ibu pemilik kosan yang tengah bercakap.
"Itu, panjang umur"
Kedua manusia itu menoleh tepat diarah gue yang membeku. Entah apa yang sedang Abiyan lakukan disini, setelah pemilik kosan masuk, pria itu justru melemparkan senyuman tipisnya.
"Bi?" Gue melangkah mendekat. Pria yang sudah lama tidak gue temui sekarang ada tepat dihadapan gue. Berdiri dengan tatapan dingin dan sedikit canggung.
"Sama siapa?" Gue masih setia menatap manik pria itu, dengan suara sedikit bergetar gue berusaha tersenyum. Tidak ada siapapun yang menemani Abiyan sekarang dan gue pastiin dia memang datang sendirian.
"Sendiri, Na"
"Ken,"
"Gue kangen sama lo"
Gue beroh ria walau agaknya canggung menguasai. Sebelum memintanya masuk dan duduk di ayunan yang biasa digunakan anak anak kos nongkrong.
"Mau minum apa?"
Biyan mengheleng, pria itu berubah dengan potongan rambut undercut nya. Stelan kemeja terbuka dengan kaus hitam didalamnya.
Sudah lama semenjak terakhir kali kita bertemu, pria itu sama sekali tidak berubah.
"Mau makan indomie?"
Bukannya menjawab, pria itu tersenyum sambil mengusap anak rambut gue kebelakang telinga.
"Lo kenapa ngga bales chat gue? Telfon gue di reject terus?"
Gue tersenyum simpul, entah apa yang harus gue jawab. Gue hanya bisa diam menatap ekspresi gelisah Abiyan, seakan tengah menunggu jawaban valid untuk pertanyaannya barusan.
"Kata Kara,"
Biyan kali ini menatap gue, seakan menunggu apa yang akan gue ucapkan selanjutnya.
"Lo deket sama cewek di kampus, dipesta Laras lo asik sama dia?"
"Bunda nitip brownis, gue ambil dulu ya?"
Kali ini gue tersenyum, gue tau dia menghindar atas apa yang gue tau sendiri jawabannya. Kali ini berharap apa lagi, Na?
Hidup akan tetap berjalan, hidup gue berjalan sesuai apa yang gue mau, dan hidup Biyan berjalan sesuai apa yang dikehendaki dirinya sendiri. Banyak waktu yang sama sama kita habiskan di tempat masing masing, tidak akan menutup kemungkinan bertemu orang baru. Menjalin relasi atau hubungan bersama orang baru adalah hal yang pasti.
Gue menghela napas panjang, menatap pria itu kembali duduk disebelah gue dengan sekotak brownis titipan bunda.
"Salam buat tante"
Pria itu mengangguk samar. Hanya keheningan tercipta setelah pengalihan pembicaraan tadi. Sepoi angin Bandung dan jangan lupa beberapa kicauan burung beterbangan dipohon. Rasanya Bandung hari ini leboh gloomy dari biasanya.
"Gimana kuliahnya?"
"Lo berharap gimana emangnya?"
Abiyan terkekeh, "menyenangkan ngga kuliah di Bandung?"
"Cukupan" gue menoleh. Menatap bibir Biyan yang tersenyum cukup lebar. Kali ini Biyan mengusap puncak kepala gue, sebelum kembali memilih topik yang cocok untuk siang ini.
"Jangan menghindar"
"Gue sibuk sama tugas, ngga ada menghindar, Bi"
"Jakarta sepi tanpa lo" Biyan kali ini mengalihkan pandangannya. Menyelipkan beberapa kata kerindukan saat dia keluar rumah dan ngga ada gue yang lagi nyiram tanaman lagi. Ngga ada lagi yang bisa dia gumami saat gadis ini bertengkar dengan kakaknya. Ngga ada lagi yang bisa ngebuatin dia kopi hitam pas main game sama Jihan. Ngga ada senyuman yang kata Biyan selalu jadi semangat dia buat sholat shubuh di masjid.
Rasanya sudah terlalu lama dan cukup menguras rasa rindu sampai dia benar benar datang tanpa perrencanaan. Abiyan bahkan sesekali menghela napas resah saat menceritakan bagaimana beratnya kuliah di universitas ternama di Jakarta.
"Padahal itu impian semua orang, Bi"
Biyan menoleh, "gue yakin semua orang itu juga akan ada di posisi gue sekarang kalo kuliah disana, Na"
"Ikhtiar, serahin semua sama Tuhan"
"Kalau itu pasti"
"Semua pasti bakal ada jalannya,"
"Lo kapan balik ke Jakarta lagi?"
"Belum tau, tapi liburan akhir tahun gue balik"