NovelToon NovelToon
The Path Of The Undead That I Chose

The Path Of The Undead That I Chose

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Roh Supernatural / Kontras Takdir / Summon
Popularitas:402
Nilai: 5
Nama Author: Apin Zen

"Dalam dunia yang telah dikuasai oleh iblis, satu-satunya makhluk yang tersisa untuk melawan kegelapan… adalah seorang yang tidak bisa mati."



Bell Grezros adalah mantan pangeran kerajaan Evenard yang kini hanya tinggal mayat hidup berjalan—kutukan dari perang besar yang membinasakan bangsanya. Direnggut dari kematian yang layak dan diikat dalam tubuh undead abadi, Bell kini menjadi makhluk yang dibenci manusia dan diburu para pahlawan.

Namun Bell tidak ingin kekuasaan, tidak ingin balas dendam. Ia hanya menginginkan satu hal: mati dengan tenang.

Untuk itu, ia harus menemukan Tujuh Artefak Archelion, peninggalan kuno para dewa cahaya yang dikabarkan mampu memutuskan kutukan terkelam. Dalam perjalanannya ia menjelajah dunia yang telah berubah menjadi reruntuhan, menghadapi para Archfiend, bertemu makhluk-makhluk terkutuk, dan menghadapi kebenaran pahit tentang asal usul kekuatannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Misterius

Langkah-langkah Bell, Lythienne, dan Eryndra terhenti di kaki menara yang menjulang tinggi namun setengah runtuh. Dinding batu yang retak dan pahatan kuno yang hampir hilang dimakan waktu memberi kesan bahwa bangunan ini pernah menjadi pusat kejayaan—sebelum perang dan kegelapan menelannya.

Udara di sekitar terasa berat, seperti membawa aroma besi dan debu yang lama terkubur. Bell memandang ke sekeliling, matanya yang redup memantulkan kilatan merah samar. “Kita tidak sendirian di sini,” gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar, namun cukup untuk membuat Lythienne merapatkan genggamannya pada tongkat sihirnya.

Di pintu masuk yang retak, mereka menemukan jejak kaki yang masih segar di debu. Tidak hanya satu—setidaknya ada lima pasang, sebagian besar ukuran besar dan berat, seolah pemiliknya mengenakan pelindung logam.

Eryndra mengamati tanda-tanda itu dengan wajah tegang. “Orang-orang ini masuk belum lama. Jika mereka pemburu fragmen juga…” Ia tak melanjutkan kalimatnya, tapi semua mengerti maksudnya.

Dari dalam menara terdengar suara samar, seperti gesekan logam melawan batu. Bell mengangkat tangannya, memberi isyarat agar yang lain diam. Ia melangkah perlahan ke ambang pintu, merasakan hawa dingin yang menyelusup ke tulangnya—dingin yang berbeda dari kematian yang sudah lama menjadi bagian dirinya.

Tiba-tiba, sebuah bayangan melintas cepat di lorong gelap. Lythienne hampir mengucapkan mantra, tapi Bell menahannya. “Belum,” katanya datar.

Mereka masuk ke dalam, hanya untuk menemukan simbol-simbol iblis yang diukir tergesa di dinding. Darah kering menempel di sela-sela ukiran itu, menandakan ritual yang sudah dimulai.

“Apa pun yang mereka cari, mereka sudah dekat,” bisik Eryndra, matanya menyapu setiap sudut.

Bell memandang ke atas, menembus gelapnya lorong spiral menara. “Kalau begitu,” katanya sambil meletakkan tangannya di gagang pedang, “kita naik. Dan kita pastikan mereka tak sempat menemukannya.”

Namun, sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, suara langkah berat mulai terdengar dari atas—mendekat, perlahan, tapi pasti.

Langkah berat itu semakin jelas. Setiap hentakan seolah mengguncang batu-batu tua menara, mengirimkan getaran dingin ke ujung kaki Bell. Lythienne menggenggam tongkatnya lebih erat, tatapannya terpaku pada kelam lorong di atas. Eryndra, dengan tangan di gagang belatinya, mengatur napas perlahan seperti pemburu yang siap menerkam mangsa.

Dari kegelapan, sebuah siluet mulai terbentuk. Tubuh tinggi, berselimut jubah robek yang baunya bercampur antara tanah basah dan darah lama. Wajahnya tersembunyi di balik topeng logam yang memantulkan cahaya remang, dihiasi ukiran menyerupai senyum yang terlalu lebar untuk ukuran manusia.

“Bell Grezros…” Suara itu berat, serak, dan terasa seperti datang dari dua arah sekaligus—dari mulutnya dan dari sesuatu yang jauh di luar ruangan ini. “Akhirnya kita bertemu.”

Bell tidak bergerak. Matanya yang pucat hanya menatap lurus, mencoba membaca lawannya. “Kau mengenalku. Itu tidak selalu kabar baik.”

Sosok bertopeng itu melangkah lebih dekat, memperlihatkan jari-jarinya yang panjang dengan kuku seperti bilah obsidian. “Aku sudah mengamatimu sejak kau meninggalkan Evenard. Sejak kau menolak ‘hadiah’ yang diberikan padamu.”

Lythienne menoleh cepat ke Bell, tapi ia tidak bicara. Eryndra sedikit maju, berdiri di sisi Bell, matanya menyipit curiga. “Siapa kau?”

Topeng itu menoleh ke arahnya, tapi tidak menjawab. Sebaliknya, ia mengangkat tangannya, dan udara di sekitar mereka mendadak menjadi berat. Simbol-simbol iblis di dinding berpendar samar, memancarkan cahaya merah darah.

“Aku di sini bukan untuk melawanmu… belum,” katanya pelan. “Fragmen yang kau cari… dan yang kucari… adalah satu dan sama. Tapi jalanku tidak seharusnya bersinggungan dengan jalanmu. Untuk saat ini.”

Bell mengerutkan kening. “Dan jika kita bertemu lagi?”

“Kalau itu terjadi…” sosok itu tertawa pelan, suaranya memantul di seluruh menara. “Salah satu dari kita tidak akan meninggalkan tempat itu hidup-hidup. Atau mati-hidup.”

Dalam sekejap, tubuhnya mulai memudar seperti asap yang terseret angin, meninggalkan aroma besi dan abu yang menempel di udara.

Hening kembali menguasai lorong menara. Bell hanya berdiri diam, menatap ke titik kosong di mana sosok itu menghilang. “Kita harus lebih cepat,” gumamnya. “Atau dia akan sampai di fragmen sebelum kita.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!