Ayunda Nafsha Azia, seorang siswi badung dan merupakan ketua Geng Srikandi.
Ia harus rela melepas status lajang di usia 18 tahun dan terpaksa menikah dengan pria yang paling menyebalkan sedunia baginya, Arjuna Tsaqif. Guru fisika sekaligus wali kelasnya sendiri.
Benci dan cinta melebur jadi satu. Mencipta kisah cinta yang penuh warna.
Kehadiran Ayu di hidup Arjuna mampu membalut luka karena jalinan cinta yang telah lalu dan menyentuhkan bahagia.
Namun rumah tangga mereka tak lepas dari badai ujian. Hingga membuat Ayu dilema.
Tetap mempertahankan hubungan, atau merelakan Arjuna kembali pada mantan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 18 Doi
Happy reading
Ayu menggeser layar gawai begitu mendengar suara notif pesan. Rupanya ada chat masuk dari Nofiya dan ia pun segera membaca pesan itu.
Nyet
Jari lentik Ayu bermain di atas layar gawai, mengetik pesan balasan untuk Nofiya.
Apa? Udah selesai ngobrol-nya sama Ryuga?
Tulisan 'mengetik' muncul di layar. Menandakan jika Nofiya tengah mengetik pesan balasan.
Belum. Ni dia lagi curhat.
Gimana, berhasil nggak ngehibur dia?
Berhasil. Conal ada di sonoh?
Ada
Dia lagi ngapain?
Lagi ngupil
Ck, jijay
Makanya, nggak usah naksir sama kang ngupil!
Sapa juga yang naksir?
Heleh, nggak mau ngaku. Kita saudara se-ampela, pastinya aku tau sapa yang kamu taksir
Pffttt
Dah lah, nggak usah naksir dia.
Emang kenapa?
Nggak boleh!!!
Jangan bilang, kamu mo nyomblangin aku sama Ryu!!! 👊🏻
Bukannya gitu, Nyit. Besok aku kasih tau, gimana kelakuan kang ngupil
Ogeh
Ya udah, sonoh dengerin curhatan si doi dulu
Asem lu, Nyet! Dia bukan doi ku
Bentar lagi juga bakal jadi doi
👊🏻👊🏻👊🏻
Emot tangan meninju yang dikirim oleh Nofiya membuat Ayu tertawa dan mendorong Arjuna untuk bertanya.
"Chat an sama siapa?"
"Sama Nyit-Nyit."
"Pantesan ketawa sendiri."
"Habisnya lucu."
"Kamu tambah manis kalau lagi ketawa, Ay." Arjuna menoleh ke arah Ayu sambil tersenyum.
Ayu terdiam dan sedikit menundukkan wajah. Ia berusaha menekan rasa yang hadir karena pujian Arjuna.
"Woah, bisa barengan gitu. Dari mana aja kalian?" Winata melontarkan pertanyaan begitu Arjuna dan Ayu masuk ke dalam ruangan.
"Dari kamar mandi. Kebetulan tadi ketemu di depan pintu." Arjuna menjawab dengan logat khas nya yang terdengar santai.
"Kebetulan yang disengaja." Winata tertawa kecil, lalu menyeruput Espresso yang tinggal setengah cangkir.
Arjuna kembali duduk di tempatnya, begitu juga Ayu.
Suasana yang semula hening terpecahkan oleh celotehan Dirgantara.
"Ehem, Pak Winata. Nggak ada niat buat ngenalin kita-kita sama adiknya ya?"
"Adik?" Winata menarik satu alisnya ke atas dan melayangkan tatapan penuh tanya.
"Iya. Yang pake jilbab biru." Dirgantara menunjuk Aini dengan gerakan mata lalu memasang senyum termanis, berharap sosok yang didamba akan melihat dan terpesona.
"Uhuk, kiyu ... kiyu." Dimas menimpali dan mencuri pandang. Pesona Hawa berjilbab biru yang duduk bersebelahan dengan Atika sungguh tak bisa dinafikan olehnya.
"Ehem." Arjuna berdehem dan berusaha menahan tawa kala menyaksikan ekspresi wajah Winata. Kentara sekali jika pria berkumis tipis itu merasa tidak terima wanita-nya digoda oleh anak didik mereka.
"Pak, kasih tau dong nama adiknya. Sapa tau kami bisa ta'aruf dan jadi adik ipar Pak Winata."
"Bener, Pak. Kata orang, kalau tak kenal maka ta'aruf." Dimas kembali menimpali ucapan Dirgantara sambil tertawa kecil.
Winata menghembus napas kasar dan melayangkan tatapan tajam ke arah dua anak didiknya yang telah lancang menggoda istri keduanya--Najwa Aini.
'Aini' panggilan sayang yang disematkan oleh Winata untuk istri keduanya, karena memiliki makna yang terkesan manis dan romantis. Yaitu 'mata' atau 'kekasihku'.
"Pak, jangan posesif sama adik sendiri. Kasihan kalau nggak dapet-dapet jodoh --"
"Aini bukan adikku." Winata memangkas ucapan Dimas dengan sedikit meninggikan intonasi suara.
"Owh, namanya Aini." Dimas manggut-manggut. Ia belum menyadari jika nada suara Winata menyiratkan amarah.
"Kalau bukan adik, berarti keponakan Pak Winata?" imbuhnya.
"Bukan."
"Sahabat?"
"Bukan juga?"
"Teman tapi mesra?" Dirgantara menyahut.
"Bukan."
"Murid?"
"Ck, bukan."
Dirgantara dan Dimas saling melempar tatap. Mereka berusaha memecahkan teka-teki yang masih belum bisa diraba.
"Adik, bukan. Keponakan, bukan. Sahabat, bukan. Teman tapi mesra, bukan. Murid juga bukan. Lantas siapanya Pak Winata?" Dimas kembali bertanya. Ia menyerah untuk memecahkan teka-teki yang sukses membuat kepalanya berdenyut.
Aini dan Atika sedikit menundukkan wajah. Mereka berusaha menahan tawa yang ingin terlepas dengan melipat bibir.
"Aini ... istriku. Sama seperti Tika."
Speechless
Pengakuan Winata berhasil membungkam mulut Dirgantara dan Dimas.
Kedua remaja itu terdiam dan menyembunyikan wajah dengan menundukkan kepala karena rasa malu yang luar biasa.
Bagaimana bisa mereka menggoda istri Winata--guru mereka sendiri.
"Kalian masih ingin berkenalan dan ta'aruf?"
Dimas dan Dirgantara kompak menggeleng kepala. Mereka tak punya nyali untuk mengangkat wajah yang masih menunduk.
"Pfftttt." Ayu, Machan, dan Ririn tak kuasa menahan tawa yang dengan lancangnya mengudara.
Andai Nofiya berada di tengah-tengah mereka, pasti akan bertingkah super heboh.
Bukan hanya tertawa hingga keluar air mata, Nofiya juga pasti akan mengeluarkan banyolan yang semakin mengundang gelak tawa.
"Astaga, kalian berani banget godain istri Pak Winata," ujar Machan begitu tawanya mereda.
"Lain kali, bertanyalah dengan cara yang lebih sopan. Supaya tidak mempermalukan diri sendiri." Arjuna bertutur dan diindahkan oleh kedua anak didiknya, Dimas dan Dirgantara.
Kedua remaja itu lantas meminta maaf pada Winata atas kelancangan mereka.
Winata pun memaafkan dan berusaha memaklumi. Ia juga menyalahkan diri sendiri karena terlupa mengenalkan Aini--istri muda yang baru dinikahinya dua bulan lalu.
"Kalau boleh tau, kenapa Pak Winata bisa mempunyai dua istri? Apa, satu aja kurang cukup?" Ririn memberanikan diri untuk bertanya.
Winata menerbitkan senyum, lantas menjawab pertanyaan yang dicetuskan oleh Ririn. "Dulu, tulang rusuk saya patah menjadi dua sewaktu diambil untuk diciptakan jodohnya. Karena itu saya memiliki dua istri."
Ririn manggut-manggut dan berusaha menelaah jawaban yang diberikan oleh Winata.
"Woah, jawaban cerdas." Dimas memuji. Ia sependapat dengan jawaban itu dan berharap tulang rusuknya pun patah menjadi dua ketika diambil untuk diciptakan jodohnya. Atau mungkin menjadi empat sekalian. Supaya kelak, dia memiliki dua atau empat istri.
Pujian yang dilontarkan oleh Dimas membuat Winata berbangga diri dan merasa jika dirinya memang cerdas.
"Saya memang cerdas, beda kelas dengan Pak Juna." Winata melirik sekilas ke arah Arjuna sambil tersenyum dan hanya berniat untuk mencandai.
"Jelas beda kelas!" Ayu tiba-tiba menyahut. Nada suaranya terdengar datar. Namun penuh penekanan.
"Jawaban Pak Winata tadi, bukan jawaban cerdas. Melainkan pembodohan dan alibi yang ngadi-ngadi," sambungnya.
"Akan sangat berbahaya jika jawaban Pak Winata dipake' sama pria yang hobi ngerentengin istri. Mereka pasti bakal bilang, tulang rusukku patah jadi dua atau patah jadi sembilan sebelum diciptain jodohnya. Makanya punya istri banyak."
Ucapan Ayu mencipta senyum di bibir Arjuna. Ia sudah menduga jika Ayu akan menyahut ucapan Winata dengan kata-kata yang lebih cerdas untuk membelanya.
"That's right. Makanya, jawaban tadi terkhusus untuk saya. Bukan untuk yang lain." Winata menimpali ucapan yang dicetuskan oleh Ayu.
"Jawaban yang paling tepat bukan karena tulang rusuk Pak Winata patah jadi dua sebelum diciptain jodohnya.Tapi, karena Pak Winata maruk."
“Saya ini kan manusia biasa. Satu istri bikin saya sabar. Dua istri bikin saya lebih sabar. Jadi, ini semua latihan spiritual. Bukan karena saya maruk atau serakah." Winata tak mau kalah.
"Kalau emang karena itu, kenapa bukan Bu Diana atau janda jompo aja yang Pak Winata nikahin? Pastinya, bisa bikin Pak Winata lebih ekstra sabar."
Arjuna tak kuasa menahan tawa kala mendengar kata-kata yang tercetus dari bibir Ayu. Begitu juga Machan, Ririn, Dimas, dan Dirgantara. Mereka tertawa dan membenarkan perkataan Ayu.
Berbeda dengan Atika dan Aini. Mereka hanya tersenyum dan menggeleng pelan. Entah perkataan siapa yang dibenarkan oleh kedua istri kesayangan Winata itu. Ayu atau suami mereka.
Winata menyerah dan memilih untuk bungkam. Karena semakin ia beralibi, maka Ayu akan membalasnya dengan rangkaian kata yang bisa diterima logika dan dibenarkan oleh banyak orang.
Kini Winata mengerti, kenapa Arjuna menikahi Ayu--murid SMA Jaya Bangsa yang dikenal badung dan gemar berkelahi.
Meski pun badung, Ayu juga memiliki pemikiran yang cerdas.
🍁🍁🍁
Bersambung
Apa dia masih sempat bobok siang dgn tugas sebanyak itu.
Mas Win juga CEO..ya kali cuma suamimu aja
Dia tetap Deng Weiku.
Di tik tok aku udah banyak saingan. masa di sini juga
Ayu udah gak perawan.
Dan dia perawani oleh gurunya sendiri...😁😁
mandi berdua juga harusnya.
khilaf lagi ntar. Fix gak ke sekolah mereka hari ini