Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.
Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.
Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.
Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?
Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29. KEUSILAN TUAN BRAM
Semakin dekat ia melangkah, semakin tajam pula tatapan itu menusuk ulu hati Kania.
Tubuhnya bergetar saat berdiri di hadapan Tuan Bram, kepalanya tertunduk rendah, jemari saling bertaut dan berganti-ganti dimainkan, menampakkan gugup yang tak mampu ia sembunyikan.
“UntUk apa kamu datang menghadap? Jangan coba-coba lagi memerintah ku… awas saja kalau berani!” suara penuh ancaman, membuat Kania semakin terhimpit oleh ketakutannya sendiri.
Kania masih diam, bimbang, tak tahu harus memulai dari mana.
“Tuli, atau memang sejak awal kau tidak bisa mendengar?!” Suara itu kembali meledak, semakin nyaring hingga menembus gendang telinga Kania.
Kania menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan, mencoba meredam gejolak dalam dirinya.
"Saya mau ikut dalam pelelangan proyek yang sebentar lagi adakan perusahaan."
Tuan bram mengernyit, lalu tertawa mengejek mendengar perkataan Kania.
“Baru sebatas kepala pemasaran, tapi gayamu sudah seperti pebisnis handal. Sebenarnya apa yang kamu tahu tentang proyek?”
Dengan mengumpulkan segenap keberaniannya Kania menyampaikan bahwa meskipun belum pernah menjalankan proyek besar, ia sudah memiliki pengalaman belajar langsung dari almarhumah ibunya. Ibunya dahulu sering menjalankan proyek kecil-kecilan, di mana Kania ikut mengamati dan terlibat.
Dari situ Kania memahami alur proyek, mulai dari perencanaan, pengadaan bahan, penggunaan tenaga kerja, hingga penyelesaian pekerjaan tepat waktu.
Apa yang dipaparkan Kania ternyata 80% benar, terbukti dari anggukan kecil Tuan Bram. Setelah itu, pria itu menatapnya serius, lalu bertanya lagi tentang tujuan Kania mengikuti lelang proyek tersebut.
Dengan mantap Kania menjawab, bahwa dirinya ingin mengembangkan bakat sekaligus memperluas pengetahuan tentang dunia bisnis. Ia ingin belajar lebih jauh agar mampu berdiri di garis depan, bukan sekadar menjadi penonton melainkan pelaku itu sendiri.
"Tidurlah, jangan terus berhalusinasi dengan kebodohanmu." Tuan Bram kembali menunduk menatap layar laptop, melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.
Dengan langkah gontai tanpa semangat, Kania akhirnya menuruti perintah Tuan Bram. Ia merebahkan diri, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
Beberapa saat kemudian, tuan Bram berdiri dari kursinya, menutup laptop dan memadamkan lampu. Ikut berbaring melepaskan letih setelah seharian bekerja menguras tenaga dan pikiran.
Tidak terasa, pagi kembali menjemput.
Sinar matahari yang menyelinap lewat celah tirai perlahan membelai wajah Kania. Ia membuka mata dengan berat, tubuhnya masih terasa kaku seakan semalam tak benar-benar beristirahat.
Tuan Bram sudah bangun lebih dulu. Pria itu berdiri di depan jendela, menatap keluar memandangi sekawanan rusa yang sedang menyantap rumput hijau yang ada di taman belakang mansion.
Kania hanya bisa berdiam, memeluk selimut lebih erat, seolah ia tidak ingin melakukan apa pun hari ini selain tidur.
"Mau kerja atau tidak." suara itu tegas tapi mengancam.
Dengan langkah malas, Kania menuju kamar mandi. Suara air yang mengalir terdengar dari dalam, menandakan ia mulai menjalani rutinitas paginya.
Tuan Bram duduk di kursi kerjanya, memeriksa segala kebutuhan kantor sebelum berangkat. Belum beberapa saat ia duduk, tiba-tiba terdengar suara Kania memanggilnya.
"Tuan, tolong ambilkan baju saya di lemari, rak bagian atas."
Tuan Bram mengernyitkan kening, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Sepanjang hidupnya, baru ada orang yang berani memerintahnya.
Kania terus memohon agar tuan Bram mengambilkan pakaiannya, karena ia merasa sangat kedinginan.
Emosi Tuan Bram memuncak, dan ia berdiri lalu melangkah ke lemari pakaian Kania. Sepasang pakaian kerja tergeletak di rak atas, di atasnya terdapat bra dan pakaian dalam lainnya.
Terbersit senyuman jahat di bibir pria dingin itu. Dengan langkah pasti, Bram meraih pakaian Kania dan membawanya, seakan setiap geraknya sudah direncanakan.
Mendengar langkah kaki berhenti di depan pintu, sedikit demi sedikit Kania membuka pintu dan mengintip di sela-sela, tampak tuan Bram berdiri angkuh seperti pembawaannya selama ini.
Kania memohon dengan suara pelan agar tuan Bram memberikan pakaiannya. Tanpa menoleh, pria itu menyodorkan pakaian dengan satu tangan, secepat kilat ksian mengambil pakaian itu, sebelum menutup pintu dia tidak lupa mengucapkan terima kasih.
Begitu masuk kamar mandi, Kania menarik napas panjang. Ia lega karena tak perlu mempermalukan diri keluar tanpa busana, tetapi pikirannya terusik oleh satu pertanyaan, kenapa Tuan Bram begitu baik padanya? Dengan Tangan sedikit gemetar, ia buru-buru mengenakan pakaian.
Hati Kania gelisah, seolah ada sesuatu yang hilang. Ia menepuk keningnya, menyadari keteledorannya. Bergegas ia membuka pintu untuk mengambil barang yang terlupakan. Namun sebelum pintu benar-benar terbuka, Kania terkejut, tuan Bram ternyata masih berdiri di sana, seakan memang sedang menunggunya.
"Kenapa tuan masih ada disini?" tanya Kania heran.
"Apa kamu masih melupakan sesuatu?" ucap pria itu, tatapannya tegas sementara tangannya terangkat, memperlihatkan sepotong kain mungil berwarna pink.
“Dasar mesum!” Kania mendesis, lalu dengan gerakan cepat merampas kain itu yang tak lain celana dalamnya.
Kania keluar dari kamar mandi dengan perasaan yang campur aduk, marah sekaligus malu. Betapa bisa pria dingin itu mempermainkannya seperti itu? Ia berjalan menunduk, tak peduli dengan apa yang ada di Sekelilingnya.
Bruk........
Tubuh kecil Kania terpental dan menabrak sesuatu yang keras, bak beton.
"Makanya jalan pake mata, cepak keluar ini sudah jam berapa."
Tuan Bram menyerahkan tas kerjanya kepada Kania, lalu melangkah pergi meninggalkannya. Dengan langkah tergesa, Kania berlari mengejarnya dari belakang
Setelah sarapan pagi dan berpamitan dengan Nyonya Marlin, keduanya masuk ke dalam mobil. Mobil yang dikemudikan Sekretaris Bams melaju menembus padatnya jalan ibu kota. Suara klakson, kendaraan yang saling mendahului, semuanya berpacu dengan waktu untuk sampai ke tujuan masing-masing.
Menempuh perjalanan panjang yang cukup melelahkan akibat kemacetan, akhirnya mobil yang mereka tumpangi tiba di depan perusahaan. Sekretaris Bams memarkir kendaraan seperti biasa, lalu berlari kecil membuka pintu untuk Tuan Bram, sementara Kania membuka pintu untuk dirinya sendiri.
Para karyawan menyambut Tuan Bram dengan hormat, namun sesekali mata mereka mencuri pandang ke arah Kania. Siapa sebenarnya perempuan itu? Setiap kali Tuan Bram muncul, Kania selalu ada di dekatnya. Beberapa di antara mereka mulai berspekulasi, apakah Kania seorang wanita terselubung, atau wanita penggoda yang sengaja ditempatkan di sini Untuk menutupi kebusukannya.
Ketiganya keluar dari lift. Kania buru-buru melangkah menuju ruangannya untuk bertemu sahabat barunya, Mawar. Namun langkahnya terhenti, sekretaris Bams memanggilnya, meminta ia masuk ke ruang tuan Bram.
Dengan wajah lesu, Kania berbalik dan mengikuti mereka dari belakang. Ia yakin Tuan Bram pasti ingin menyampaikan sesuatu padanya. Dalam hati, ia berdoa semoga yang akan disampaikan adalah hal baik, bukan malah sebaliknya.
Kania berdiri bak patung di depan meja kerja Tuan Bram, menunggu instruksi selanjutnya. Tuan Bram tampak sibuk membuka laci mejanya. Tak berselang lama, ia mengeluarkan sebuah dokumen penting bertuliskan “TERATAI Grup.”
Sekretaris Bams yang berdiri di belakangnya mengenal betul perusahaan itu. Anak perusahaan MARLIN grup itu sudah lama tidak beroperasi. Beberapa karyawan dari perusahaan kecil itu telah di-PHK dengan pesangon yang tinggi, sementara sebagian lain yang dianggap potensial dipindahkan ke MARLIN Grup termasuk salah satunya Mawar.
Dalam hati, Sekretaris Bams bertanya-tanya, untuk apa Tuan Bram memunculkan kembali perusahaan yang sudah lama tidak beroperasi itu?
apa perlu Kania pergi jauh dulu baru menyadari perasaan nya, kan selalu seperti itu penyesalan selalu datang terlambat aseekk..
tapi aku juga penasaran sama kanaya yng mirip Kania apakah mereka kakak adek?
akhirnya ada second lead aku harap si Bram liat interaksi Dirga sama Kania
jangan sampe nanti Tuan Bram menyesal klo Kania pergi.