Ketika Liora terjebak dalam malam penuh kesialan, ia tak pernah menyangka hidupnya akan berubah selamanya setelah bertemu Felix Dawson, Sang CEO yang dingin sekaligus memikat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourhendr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Penolakan yang Manis
“Apa kau benar-benar yakin bisa melupakan kejadian semalam, Nona Liora Jolie?”
Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Felix Dawson, namun rasanya seperti petir yang menyambar tepat di atas kepala Liora.
Bulu kuduk wanita itu berdiri serentak. Seluruh tubuhnya seakan diguyur es. Pandangannya kosong, lidahnya kelu, dan pikirannya mendadak buntu. Ia menelan salivanya dengan susah payah, mencoba berpura-pura tegar, padahal hatinya sudah kacau balau.
Seluruh karyawan menoleh ke arah mereka. Beberapa bisik-bisik, beberapa lagi berusaha menebak apa yang sedang terjadi. Sementara itu, di antara tatapan ingin tahu tersebut, ada juga sorot mata Stella Fleur—Direktur Utama perusahaan—yang tampak heran dan penuh tanya.
Sial, pikir Liora. Kalau saja ada mesin waktu, ia ingin segera berlari ke masa lalu dan menghapus semua kebodohannya.
“A-aku …” bibir Liora bergetar. Ada ribuan kata yang ingin ia ucapkan, tetapi semuanya berhenti di tenggorokan. Nafasnya tercekat, seolah paru-parunya menolak untuk bekerja sama.
Felix hanya tersenyum samar, sebuah senyum yang lebih terasa seperti ejekan dibanding keramahan. Pria itu menunduk sedikit, mendekatkan wajahnya hingga napas hangatnya menyapu telinga Liora. Suaranya rendah, parau, dan nyaris seperti bisikan godaan.
“Kenapa kau hanya terdiam, hm? Tidak ada yang ingin kau katakan padaku?”
Tubuh Liora langsung merinding. Seluruh syarafnya berdenyut tak karuan, membuat tangannya dingin dan basah oleh keringat. Ia mencoba menjaga ekspresi tetap tenang, tapi jelas ia gagal.
Sebelum suasana semakin aneh, Stella menyelamatkan keadaan dengan pertanyaan yang meluncur lugas.
“Tuan Dawson, apa Anda sudah mengenal Liora sebelumnya?”
Pertanyaan itu membuat semua kepala kembali menoleh. Liora semakin pucat. Hatinya berdegup keras, menunggu jawaban Felix.
Felix menatap Liora cukup lama—sorot matanya tajam, menusuk, seolah sedang mengingat-ingat sesuatu yang sebenarnya tak pernah ia lupakan. Kemudian ia mengalihkan pandangan pada Stella.
“Aku salah mengenali orang,” ucapnya tenang. “Kupikir aku pernah bertemu dengannya, tapi ternyata tidak.”
Jawaban itu membuat bahu Liora merosot lega. Ia nyaris ingin bersyukur setengah mati karena Felix memilih menutup mulut. Kalau saja pria itu benar-benar mengungkapkan apa yang terjadi semalam, mungkin saat ini Liora sudah tak sanggup menahan rasa malu.
“Oh, baiklah.” Stella mengangguk singkat. “Kalau begitu, mari saya antar Anda berkeliling perusahaan sekaligus melihat ruang kerja Anda.”
Felix menerima tawaran itu dengan anggukan singkat. Sebelum ia melangkah mengikuti Stella, sempat ia menoleh sekilas ke arah Liora. Lirikan itu tajam, sarat makna, dan jelas bukan lirikan biasa.
Liora menunduk buru-buru. Jantungnya makin menggila. Untung aroma parfum maskulin pria itu segera menjauh. Barulah ia bisa bernapas sedikit lega.
“Liora?” suara Rose memecah lamunannya. Rekan kerjanya itu menghampiri dengan langkah tergesa. “Kau kenal dengan Tuan Felix Dawson?”
“Tidak!” jawab Liora terlalu cepat. “Dia salah lihat orang. Aku bahkan tidak mengenalnya.”
Bibirnya tersenyum tipis, tapi jelas-jelas ia sedang berbohong.
Rose masih belum puas. Ia ikut masuk ke dalam lift, menatap Liora penuh selidik. “Kau yakin tidak menyembunyikan sesuatu?”
Liora meraih segelas air di mejanya, meneguknya perlahan untuk mengulur waktu. “Aku tidak berbohong. Sudahlah, lebih baik kau kembali bekerja. Kita sama-sama banyak pekerjaan.”
Rose melirik jam tangannya, lalu menghela napas. “Baiklah. Tapi ingat, kalau kau menyembunyikan sesuatu, aku akan marah padamu.”
Liora hanya menggerutu, menyuruhnya cepat pergi. Begitu Rose benar-benar keluar, ia menghempaskan tubuh ke kursi kerja. Matanya terpejam, menarik napas panjang.
Tidak mungkin aku bisa menceritakan ini pada siapa pun, batinnya. Bagaimana mungkin aku mengakui bahwa aku tidur dengan CEO baruku?
Pikiran itu menghantui sepanjang hari. Bahkan ketika jam makan siang tiba, saat ia bersama Rose di kafe, Liora tetap tak tenang. Perasaan bersalah dan takut ketahuan terus menghantui kepalanya.
Baru saja ia kembali ke perusahaan, Stella menghampirinya.
“Liora, tolong antar dokumen ini ke Tuan Dawson. Aku harus bertemu dengan klien.”
Liora terbelalak. “Kenapa harus aku, Nyonya? Tidak bisakah Rose saja?”
“Rose sedang menyiapkan laporan keuangan lima tahun terakhir. Kau lebih menguasai kondisi perusahaan, jadi kalau Tuan Dawson bertanya, kau bisa menjawab.” Stella menepuk bahu Liora, lalu pergi begitu saja tanpa memberi kesempatan untuk menolak.
Liora menggigit bibir bawahnya keras-keras. Sial! Bagaimana ini?
Ia tahu tak bisa menolak. Kalau membangkang, ia bisa kehilangan pekerjaannya—sesuatu yang tak mungkin ia biarkan terjadi.
Dengan napas berat, ia melangkah menuju ruang kerja Felix. Setiap langkah terasa seperti seribu beban. Dalam hati ia berulang kali mengingatkan diri untuk tetap profesional, berpura-pura tidak mengenalnya.
Ketika sampai di depan pintu, ia mengetuk perlahan. Dari dalam, terdengar suara bariton khas Felix, “Masuk.”
Liora membuka pintu, masuk dengan sopan, lalu berdiri agak jauh dari meja. “Selamat siang, Tuan Dawson. Ini dokumen dari Nyonya Stella.”
Felix bangkit dari kursinya. Senyum samar muncul di bibirnya. Ia berjalan mendekat dengan langkah tenang, lalu menerima dokumen itu. Namun, alih-alih langsung membukanya, ia menatap Liora cukup lama.
“Kau bisa memanggilku Felix kalau kita hanya berdua,” ucapnya pelan.
“Tidak sopan, Tuan. Anda CEO di sini,” jawab Liora cepat, mencoba menjaga jarak.
Felix hanya terkekeh tipis. Ia meletakkan dokumen di atas meja, lalu menatapnya lagi. Liora buru-buru hendak berpaling, namun tangannya lebih dulu ditangkap. Dalam sekejap, ia terangkat dan terduduk di atas meja kerja pria itu.
“Akhhh!” pekiknya lirih. Jantungnya serasa meloncat ke tenggorokan.
Felix berdiri di depannya, tubuhnya menjulang, membatasi ruang gerak Liora. Pria itu begitu dekat, terlalu dekat. Liora berusaha mendorong dadanya, tapi lengan Felix sekuat baja.
“Lepaskan aku! Kalau ada yang melihat—”
“Tenang saja,” potong Felix sambil meraih dagunya, memaksa Liora menatapnya. “Aku hanya ingin jawaban darimu. Semalam kau begitu antusias, tapi pagi ini kau berpura-pura tidak mengenalku. Apa kau benar-benar menganggap semua itu hanya angin lalu?”
Mata Liora berkilat dingin. “Aku mabuk. Anggap saja kita hanya melakukan one night stand. Itu berarti selesai sampai di situ. Tidak ada kelanjutan.”
Felix terkekeh rendah, seolah ucapan itu hanya candaan di telinganya. “One night stand dengan seorang gadis polos yang menyerahkan ke perawanannya sepertimu? Kau pikir aku tidak tahu?”
“Siapa bilang aku masih perawan?” Liora membentak, wajahnya merah karena malu.
Felix membelai bibirnya pelan, membuat Liora semakin resah. “Aku sadar penuh semalam, Liora. Aku tahu aku pria pertama yang menyentuhmu.”
Liora menggertakkan giginya. “Cukup! Aku tidak ingin membicarakan ini lagi. Lepaskan aku, Tuan Dawson!”
Namun Felix tidak bergeming. Tatapannya berubah serius. “Siapa Kevin?” tanyanya tiba-tiba.
Wajah Liora menegang. “Dari mana kau tahu nama itu?”
“Semalam, saat kita bersama, kau menyebut namanya. Aku yakin dia mantan kekasihmu.” Felix tersenyum tipis, tapi sorot matanya dingin.
Liora menyesal setengah mati. Ia benar-benar tak ingat telah melakukan hal sebodoh itu. Dengan sisa tenaga, ia mendorong dada Felix sekuat yang ia bisa. Kali ini, karena pria itu mengendurkan genggamannya, Liora berhasil melompat turun dari meja.
“Bukan urusanmu, Tuan Dawson. Mulai sekarang, anggap aku hanya bawahannya. Tidak lebih.” Suaranya tegas, penuh kemarahan.
Tanpa menunggu respon, Liora berlari meninggalkan ruang kerja itu. Pintu terbanting keras di belakangnya.
Felix hanya menatap punggung wanita itu yang menghilang, lalu terkekeh. Ia meraih segelas wine di meja, menyesapnya perlahan.
“Penolakan yang manis,” gumamnya, seolah baru saja menemukan permainan baru yang membuatnya semakin tertarik.
mampir karna nama PM sama kayak nama di cs aku Felix & Leora (Saudara kandung)/Sob//Sob/
lah disini malah nikah