NovelToon NovelToon
Ajihan'S Silence

Ajihan'S Silence

Status: sedang berlangsung
Genre:Basket / Angst
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: Affara

Jihan Alessa. Gadis ceria yang selalu mengejar cinta lelaki bernama Abintang Sagara.

Namun, ternyata perasaannya itu justru menambah luka di hidupnya. Hubungan yang seharusnya manis justru berakhir pahit. Mereka sama-sama memiliki luka, tetapi tanpa sadar mereka juga saling melukai karena itu.

"Suka lo itu bikin capek ya."

"Gue nggak pernah minta lo suka gue."

Rumah yang seharusnya tempat paling aman untuk singgah, justru menjadi tempat yang paling bahaya bagi Jihan. Dunia seakan mempermainkan hidupnya bagai badai menerjang sebuah pohon rapuh yang berharap tetap kokoh.

"Kamu adalah kesialan yang lahir!"

Itulah yang sering Jihan dengar.

Pada akhirnya aku pergi—Jihan Alessa

__________

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Affara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jihan bodoh

...Kamu adalah keindahan semesta. Jika kamu pergi, maka hidupku hancur. —Abintang....

Kenapa orang tulus itu langka? Karena mereka tak selalu di pandang.

Mengharapkan cintamu, hanyalah sebuah dongeng indah yang tak akan pernah terwujud. —Kevin

..._________...

Suara bel pulang sekolah berbunyi dari lima menit yang lalu. Abintang berjalan tenang di koridor, satu tangannya masuk kedalam kantung celana. Matanya menatap lurus kedepan, tidak peduli pandangan beberapa murid yang tak sengaja melihatnya.

Di belakangnya, Kiara berlari mengejar. Berteriak sekencang mungkin supaya Abintang mau berhenti. Namun, nihil.

Lelaki itu sama sekali tidak menoleh maupun berniat menghentikan langkahnya. Hal yang membuat Kiara kesal karena merasa di abaikan, gadis itu langsung berlari menyusul.

"ABII TUNGGUIN!" Seru Kiara keras, membuat beberapa orang meliriknya.

Tiba-tiba langkah Abintang berhenti, membuat tubuh Kiara membentur punggung tegap Abintang. "Aw! Kok lo berhenti tiba-tiba sih?!" Dumel Kiara sebal, mengusap keningnya yang nyeri.

Abintang membalikkan badannya menghadap Kiara, matanya menghunus dingin. "Jangan pernah panggil gue dengan sebutan, Abi!" Desis Abintang dengan rahang yang mengeras, memperlihatkan uratnya yang menonjol.

Kiara menaikan satu alisnya berpikir. Bibirnya melengkung kecil dengan sorot mata tenang.

 "Kenapa? Emangnya cuma Jihan doang yang boleh manggil lo Abi? Nama lo kan Abintang, wajar dong gue manggil Abi," Sahutnya santai, tak terpengaruh oleh tatapan Abintang yang mengintimidasi.

"Lo mau tahu alasannya?" Wajah Abintang mendekat hingga beberapa centi, membuat Kiara terpaksa melangkah mundur karena sedikit gemetar.

Abintang terus melangkah maju, sengaja menggertak Kiara supaya tak bisa mengancamnya lebih banyak. Dia sudah lelah dengan semua kepura-puraan ini, karena itu menghilangkan satu orang yang berarti di hidupnya.

Ekspresi wajah Kiara tampak kaget ketika punggungnya menabrak sebuah dinding lorong. Sementara kini Abintang mempersempit jarak antara mereka. Seharusnya Kiara senang, tapi entah kenapa perasaannya tak nyaman ketika mata mereka bertemu.

"L-o mau ngapain?" Ujar Kiara nyaris berbisik.

Detik berikutnya, tangan kanan Abintang terangkat tinggi, lalu dengan keras memukul tembok tepat pada samping wajah Kiara. Suaranya tabrakan dinding dengan tulang jari Abintang terdengar jelas di telinganya.

Gadis itu tersentak kaget. Matanya melebar kecil dengan tubuh sedikit gemetar. Apalagi jika ia melirik dinding di sebelahnya terlihat retak, membuat kening Kiara mengeluarkan keringat.

" You're trash!" (Lo itu sampah)

Umpat Abintang geram.

Kiara mengigit bibir bawahnya. Tangannya mengepal erat. Kenapa setiap usaha yang telah ia lakukan untuk mendapatkan Abintang, justru semakin membuat Abintang menjauh darinya.

Padahal Kiara hanya meminta satu. Satu saja.

Abintang mencintainya.

Apakah itu sulit?

"Lo itu bikin gue jijik, Kiara. Gue udah turutin semua mau lo. Dari ngejauh cewek gue sendiri, cuekin dia, semuanya gue lakuin anj*ng! Sadar, Ra. Gue tahu lo masih waras. Berhenti di sini atau lo bakal nyesel karena gak semua permintaan lo bisa terwujud!" Ujar Abintang panjang lebar. Mencoba menyadarkan nurani Kiara yang tertutup.

Dia masih percaya, jika Kiara tidak sejahat itu. Karena Abintang mengenal betul sosoknya, mereka sudah berteman menjadi partner lebih dari 2 Tahun.

"Relain gue," Katanya pelan.

Mata Kiara memerah. Menggelengkan kepalanya merasa tak terima. Dia sangat tulus mencintai Abintang, bagaimana mungkin dia bisa merelakan lelaki itu?

"Gue sayang sama lo! Lo dunia buat gue, Bin. Gue gak bisa liat lo sama cewek lain. Gue cemburu!! Lo paham gak sih?" Kiara menatapnya marah. "Gue sayang sama lo," lirihnya. Bahkan air matanya sudah menetes membasahi pipinya.

"Lo adalah alasan gue buat tetep hidup." Tenggorokan Kiara tercekat. Ia tanpa sengaja membuka luka lamanya yang sudah ia tutup rapat.

Abintang tertegun dengan kalimat itu. Sejenak keheningan menyelimuti mereka. Hanya ada semilir angin kencang menerpa, membuat sedikit bising yang tak berarti.

Flashback

2 Tahun yang lalu

Seorang gadis berdiri di pinggir jembatan merah, di bawahnya ada aliran sungai yang mengalir langsung ke laut luas di depan sana. Area sekitar gelap, karena pencahayaan malam hari yang minim. Beberapa kendaraan sesekali lewat, namun tak menyadari jika ada perempuan yang berdiri di pinggir jembatan, menatap kosong ke bawah.

"Mah, Kiara capek. Kalo mamah pergi, kenapa Kia gak boleh? Kia juga mau bareng mamah." Suara gadis itu tampak lemah, tangannya mencengkram erat pagar pembatas jembatan.

"Hidup Kia udah hancur, Mah. Terus buat apa Kia masih hidup? Mamah udah pergi karena Papah selingkuh, terus kalo Mamah pergi, Kia harus sama siapa?" Udara dingin menerpa kulitnya yang gemetar. Pipinya sudah basah kuyup karena air mata yang tak kunjung reda.

"KIARA CAPEK, MAH!! KIARA JUGA MANUSIA! PENGEN NGERASAIN HIDUP BAHAGIA! Tapi kenapa, kenapa Tuhan gak ngizinin Kia buat bahagia? Apa Kia emang orang jahat? Makannya Tuhan benci sama Kia, dan bikin hidup Kita hancur?" Katanya tak tahu lagi membahas apa, yang tentu, ia membiarkan hatinya yang bersuara karena selama ini terpendam dalam.

"Aku udah nurutin semua mau Papah. Nilai Kia bagus. Sering juara lomba olimpiade. Jadi anak baik. Berbakat seperti apa yang Papah minta. Tapi kenapa Papah tetep ngecewain Kia? Papah selingkuh di depan mata Mamah. Sampai Mamah kena serangan jantung dan pergi ninggalin Kiara. Terus buat apa lagi Kiara hidup, kalo dunia Kiara aja udah pergi?" Celoteh gadis itu bagai anak kecil yang tak tahu arah hidup.

"Kia mau nyusul Mamah, ya?" Senyum gadis itu mengembang cantik, saat perlahan kakinya memanjat pembatas jembatan.

Setelah berhasil, gadis itu menutup matanya sejenak mencoba meredam rasa takutnya akan ketinggian. "Kia udah capek, pengen tidur selamanya."

Perlahan tubuhnya goyah, ia menjatuhkan diri.

Namun, sebelum sempat terjatuh, seseorang menahan tubuhnya dengan cara melingkarkan tangannya ke perut Kiara lalu mengangkat tubuh mungil itu kembali ke aspal jembatan.

Kiara tersentak, ia membuka matanya dan melihat sosok lelaki yang ia kenali sedang menatapnya tajam. 'Bintang?' Batinnya.

Tapi sepertinya lelaki itu tak mengenali Kiara karena kondisi cahaya yang minim, sehingga wajah Kiara tak begitu jelas.

Abintang tak berkata apapun, hanya diam sembari memberinya sebuah boneka kelinci kecil. Kiara tak mengerti apapun, ia mencoba mencerna apa yang terjadi.

"Ambil. Kalo lagi ada masalah. Cerita aja sama kelinci ini, pencet hidungnya, nanti dia ngeluarin suara," Ujar Abintang menyodorkan boneka itu.

Kiara terdiam sejenak, meraihnya meskipun ragu. Abintang telah menghalangi nya untuk mengakhiri hidup, hanya bermodal sebuah boneka kelinci?

Kiara tak begitu mengenal Abintang, karena meski mereka adalah partner lomba, Kiara jarang berbicara pada lelaki itu. Tapi sekarang, justru dialah yang perduli padanya dari pada keluarga Kiara sendiri. Meski lelaki itu tak banyak bicara, tapi perlakuan kecilnya membuat seseorang terlihat berarti.

Lalu tanpa sepatah katapun, Abintang sudah beranjak pergi meninggalkan Kiara begitu saja. Gadis itu menatap kepergian sosok Abintang yang mulai di telan gelap, jantung berdetak lebih kencang.

Perlahan kepalanya menunduk, menatap boneka kelinci putih pemberian lelaki itu. Memencet hidungnya yang berbentuk hati.

"Hallo! Aku adalah kelinci imut ciptaan semesta!!" Suara boneka itu terdengar jelas membuat senyum Kiara mengembang.

Hatinya berdesir menahan gejolak aneh di dalam dada.

"Makasih."

Meskipun tak ada perlakuan manis atau pun kalimat penenang, Abintang tetap bisa membuat hati Kiara lebih damai dari sebelumnya.

••••••••••••••••

"Maksud lo apa?" Bingung Abintang menatap wajah Kiara yang tampak hancur.

Kiara perlahan mengeluarkan sebuah boneka kelinci kecil pemberian Abintang dulu, menunjukkan nya di depan muka Abintang.

Abintang terkejut melihat boneka yang tampak familiar, ia memandang Kiara tak percaya. "Lo...?"

Kiara menganguk. "Gadis yang lo tolong waktu itu." Abintang tak tahu harus berbicara apa.

"Lo dunia gue, Bin. Gue gak bisa hidup tanpa lo, karena yang ngebuat gue tetep hidup itu lo!"

Suasana tampak semakin menegang.

"Mending lo ke psikolog, Ra. Tenangin dulu pikiran lo," Ucap Abintang menyarankan.

Kiara memukul dada lelaki itu keras, hingga Abintang mundur beberapa langkah. "Lo gira gue gila!??" bentaknya emosi.

"Psikolog itu bukan buat orang gila aja, Ra. Mereka bisa bantuin lo."

"Tapi gue cuma mau lo, Abintang!" Teriak Kiara frustasi.

"Tapi gue gak!"

Deghh!

Tiga kata yang berhasil mengobrak-abrik pertahanan Kiara.

Nuraninya seakan mulai kembali. Pundaknya melemas. Perlahan mendongak menatap Abintang. "Gue bolek minta peluk? Untuk terkahir kalinya," Pintanya lirih.

Abintang tampak ragu, namun mengangguk mencoba memahami situasi Kiara saat ini. Kiara langsung memeluk Abintang erat, meskipun lelaki itu tak membalas pelukannya, tapi setidaknya Kiara bisa memeluknya.

"Gue sayang sama lo," bisiknya pelan.

Abintang tak menjawab, hanya diam membiarkan Kiara meluapkan perasaanya.

Di ujung lorong, Jihan menatap kosong kejadian itu dengan sorot mata kecewa. Ia perlahan melangkah mundur dengan berat hati. Matanya mulai berkaca-kaca tapi Jihan berusaha menahan genangan air yang akan jatuh.

Tidak.

Jihan tidak boleh seperti ini.

Abintang tertegun saat netranya bertemu dengan sorot mata Jihan dari kejauhan. Namun, gadis itu segera membuang pandang lalu beranjak pergi meninggalkan tempat itu secepatnya.

Jantung Abintang terasa ingin lepas.

"Jihan!"

Ia mendorong tubuh Kiara kasar lalu berlari mengejar kekasihnya dengan perasaan was-was. Tidak. Abintang tidak ingin kehilangan gadisnya lagi.

Tidak akan!

Tapi...

Semuanya terlambat.

_ _ _ _

Hallo pren! Maaf ya, ceritanya up 2 hari sekali karena Ubi ada banyak kepentingan pribadi hehe.

Terima kasih buat kalian yang mau baca cerita amburadul Ubi ini😭🙏 saya sangat senang meskipun pembaca tidak banyak, karena tujuan saya cuma cerita ini tamat.

Jadi tidak terlalu mengejar angka popularitas. Asal kalian terhibur dengan cerita ini, saya sudah amat senang.

Terima kasih atas dukungan kalian🥺 wahhh aing terhuraaaa prenn!

Dada prenn!

Jangan kangen ya!!

1
Humaira
ini kapan up nya kak/Frown//Frown/
Aca
halahh halahhh!
Aca
Boleh ngomong kasar ga sih?
Ubii: gaboleh prenn
total 1 replies
Forta Wahyuni
knapa bego x jd cewek, knapa stiap novel slalu merendahkan perempuan n krn cinta jadi bodoh dan tolol.
Ubii: Pukul aja Prenn, Jihan emang bego🤧
total 1 replies
Gibran Cintaku
semangattt thorr/Smile/
Ubii: thank you prenn/Frown//Drool/
total 1 replies
Gibran Cintaku
The real cegil/Proud/
Ubii: Cegil premium itu prenn /Smile/
total 1 replies
Aca
Temenan sama aku aja om😼
Ubii: jewer aja prenn😣
Gibran Cintaku: Arsen nih nyebelin juga ya/Speechless/
total 2 replies
Aca
Pake nanya!!
Ubii: Hehe santai prenn 🤧
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!