Alea Permata Samudra, atau yang akrab di sapa Lea. Gadis cantik dengan kenangan masa lalu yang pahit, terhempas ke dunia yang kejam setelah diusir dari keluarga angkatnya. Bayang-bayang masa lalu kehilangan orang tua dan mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga angkatnya.
Dalam keterpurukannya, ia bertemu Keenan Aditya Alendra, seorang mafia kejam, dingin dan anti wanita. Keenan, dengan pesonanya yang memikat namun berbahaya, menawarkan perlindungan.
Namun, Lea terpecah antara bertahan hidup dan rasa takut akan kegelapan yang membayangi Keenan. Bisakah ia mempercayai intuisinya, atau akankah ia terjerat dalam permainan berbahaya yang dirancang oleh sang mafia?
Bagaimana kehidupan Lea selanjutnya setelah bertemu dengan Kenan?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Foto keluarga samudra
Clek!!
Pintu ruang terbuka, dan Papi Arga melangkah masuk, disusul Satria. Keduanya tampak gagah dengan busana formal yang rapi, memancarkan aura wibawa yang sulit diabaikan.
“Minimal ketuk pintu, Pi!” tegur Ken segera setelah melihat siapa yang masuk tanpa izin.
“Ah, kayak kamu juga selalu ketuk pintu,” balas Papi Arga sambil menyunggingkan senyum nakal, mencoba menggoda putranya.
Satria menggeleng pelan, sudah paham betul bahwa ketika kedua pria ini bertemu, suasananya pasti penuh candaan meski dibalut perseteruan kecil yang akrab.
Tatapan Papi Arga segera tertuju pada Lea, yang berdiri di samping Maya. Dengan ramah, laki-laki yang memiliki aura seorang ayah sejati itu menyapanya, “Kamu di sini, nak?”
Lea terlihat sedikit canggung, namun menjawab dengan tenang, “Iya, Papi. Kak Ken baru saja jemput aku dari sekolah, langsung ke sini.”
Maya yang berdiri di sudut ruangan mengamati sosok Lea dengan hati-hati, hatinya berbisik, “Siapa gadis ini? Kenapa dia terlihat begitu dekat dengan Pak Arga?”
Papi Arga tersenyum puas, “Bagus, aku senang kamu bisa mencairkan gunung es ini.” Ia menoleh Ken lalu mengedipkan mata penuh arti.
Ken hanya memutar matanya, merasa jengah oleh kelakuan sang papinya. Lea tersenyum kecil, lalu maju menghampiri Papi Arga, mengulurkan tangan untuk bersalaman. Papi Arga menerimanya dengan hangat, mengelus tangan Lea penuh kasih sayang.
Sejak pertama kali bertemu lea, Papi Arga sudah menganggap Lea seperti anak sendiri. Begitu juga dengan mami Monica. Mereka memang sangat menginginkan anak perempuan, dan Lea hadir mengisi kekosongan itu.
Lea membuka suara, “Kak Ken, Papi, Kak Satria, aku mau pamit sebentar sama Maya, ya?” Ia menatap ketiga pria berbeda usia itu dengan senyum manisnya.
"Eh ... Kamu mau kemana Lea? tanya Papi Arga penasaran.
"Lea hanya mau keliling Pi!" bukan Lea yang menjawab tapi Ken. Ia kesal melihat sang Papi sadari tadi dekat-dekat sama Lea.
"Papi nanya sama Lea kenapa kamu yang jawab?" Ketus Papi Arga.
Ken menatap tajam Papi Arga. Lalu beralih menatap Lea dengan lembut.
"Maya bawa Lea, dan jaga dia tetap di sisimu." Perintah Ken pada Maya dengan tatapan daftarnya.
"Ck, dasar posesif." Gumam Papi Arga tak terima lalu berjalan santai menuju sofa di mana Lea duduk sebelumnya.
Maya, Satria dan juga Lea dengan susah payah menahan senyumnya saat mendengar gumaman Papi Arga.
Ken kembali memancarkan tatapan tajam ke arah Maya, membuat gadis itu tiba-tiba gugup hingga sulit menelan ludahnya.
"Ayo Nona Lea." Ajak Maya Dengan suara bergetar sedikit karena rasa hormat dan takutnya.
Lea mengangguk pelan, lalu mengikuti langkah Maya dengan hati-hati. Maya memastikan pintu tertutup rapat setelah keduanya keluar, dan menghilang dari pandangan.
Begitu pintu tertutup, Ken bangkit dari kursi besar khas CEO, bergabung dengan Papi Arga dan Satria yang sedang mencomot sisa keripik kentang dari meja kecil.
Dengan sigap, Ken menggeser sisa keripik itu ke tempat yang jauh dari jangkauan Papi Arga dan Satria, tampak jelas ia tidak rela makanan Lea diusik orang lain. Jiwa posesif Ken menyeruak.
“Ck! Dasar pelit!” keluh Papi Arga sambil tertawa, sementara Satria hanya bisa menahan senyum sambil mengigit bibirnya bawahnya.
Ken melipat kedua tangannya di dada, sambil menatap datar Papi Arga. “Sebenarnya, ada perlu apa Papi datang kemari?”
Papi Arga menatap Ken penuh arti, lalu mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari balik saku jasnya dengan gerakan yang penuh perhatian.
“Lihat ini,” katanya sambil menyerahkan amplop itu.
Ken menerima amplop tersebut, membuka perlahan, dan menarik keluar lembaran foto di dalamnya. Ia menatap dua pria di hadapannya, matanya menyelidik isi foto itu dengan saksama.
Satria yang penasaran ikut mendekat, “Cepatlah, Ken. Apa isinya? Aku sudah tidak sabar.”
Ken menarik napas dalam, kemudian menatap tajam pada satu foto, yang memperlihatkan sosok seorang wanita yang sangat mirip dengan Lea.
Satria mengikuti pandangan Ken, bahkan tanpa sadar mengernyitkan dahinya. “Siapa wanita ini? Kenapa dia sangat mirip dengan Lea?”
Papi Arga menjelaskan dengan suara tenang.
“Ini foto keluarga Samudra. Wanita itu bernama Alesyha Putri, suaminya Arya Pratama Samudra, dan di sebelah kiri wanita itu adalah ... kamu pasti mengenalnya.”
“Alexandra Samudra,” jawab Satria dan Ken kompak seraya menatap wanita yang berdiri di tengah potret itu.
Papi Arga mengangguk yakin. “Papi merasa Lea punya hubungan erat dengan keluarga ini."
Seketika, ruangan yang tadi penuh canda berubah hening, membiarkan ketiganya tenggelam dalam pemikiran yang sulit diurai.
Setelah beberapa saat, Papi Arga bangkit dari tempat duduknya. Ia merapikan jas yang sedikit kusut sebelum berbicara lagi.
“Papi serahkan semuanya padamu, Ken. Kau yang harus menyelidiki ini.” Ujar Papi Arga.
"Papi harus pergi sekarang untuk menjemput Mami di butik." Tambah Papi Arga lalu dengan langkah mantap ia melangkah ke arah pintu.
Setelah Kepergian Papi Arga suasana ruangan masih senyap dan tanpa suara. Mereka berdua masih terhanyut dalam pikirannya masing-masing.
“Sat, kita harus segera menemukan jawaban. Aku yakin Lea adalah bagian dari keluarga Samudra,” kata Ken sambil menatap Satria penuh tekad.
“Aku juga berpikir begitu. Ini jauh dari sekadar kebetulan,” ujar Satria.
“Hubungi Bara dan Bayu. Mereka harus siap berangkat malam ini juga ke Korea.” perintah Ken tegas.
Satria tanpa menunggu lama segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi kedua rekannya yang selama ini dikenal handal dalam misi-misi sulit.
“Bara, Bayu, dengar. Kita perlu keberangkatan segera. Malam ini, ke Korea. Persiapkan diri,” perintah Satria singkat dan jelas.
Tidak berselang lama, Satria menutup teleponnya dan menatap Ken dengan penuh keyakinan. “Mereka sudah siap, Ken. Tidak ada waktu untuk menunda.”
Ken menarik napas panjang, wajahnya menampilkan kombinasi antara beban dan tekad yang membara.
“Bagus. Semakin cepat kita bergerak, semakin baik. Ini bukan sekadar misi biasa. Ada terlalu banyak rahasia yang harus kita bongkar.”
contoh: "pergilah yang jauh," terang pamanku.
dan yang pakai tanda titik itu seperti ini: "aku akan menguasai dunia." Rea menghantam dewa itu dengan yakin.
contoh: aku makan nasi putih setelah/saat/sebelum salto-salto kayak monyet 🐒