Ini kisah tentang sepasang saudara kembar yang terpisah dari keluarga kandung mereka, karena suatu kejadian yang tak diinginkan.
Sepasang saudara kembar yang terpaksa tinggal di Panti Asuhan dari usia mereka dua tahun. Akan tetapi, setelah menginjak usia remaja, mereka memutuskan untuk keluar dari Panti dan tinggal di kontrakan kecil. Tak lupa pula sambil berusaha mencari pekerjaan apa saja yang bisa mereka kerjakan.
Tapi tak berselang lama, nasib baik mereka dapatkan. Karena kejadian tanpa sengaja mereka menolong seseorang membuat hidup mereka bisa berubah 180 derajat dari sebelumnya.
Siapa yang menolong mereka? Dan di mana keluarga kandung mereka berada?
Apa keluarga kandung mereka tidak mencari mereka selama ini?
Ayo, ikuti kehidupan si kembar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon penpurple_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BIG BRO
Sepeninggalan Nanda, suasana jadi hening beberapa saat.
“Kalian sudah pernah bertemu sebelumnya?” tanya Reya dengan wajah bingung pada Ghibran di sebelahnya.
Ghibran jadi menoleh ke arah maminya dan menggeleng. “Tidak,” sahutnya singkat.
“Tapi kok abang kayak yang udah kenal lebih dulu sama twins,” ujar Ghafar dengan matanya yang memicing mencurigai abangnya itu.
“Kamu melihat dari segi mananya?” Ghibran berkata dengan raut datar.
Ghafar yang melihat itu segera mengalihkan pandangan. “Nggak, Abang, bercanda,” gumam Ghafar yang membuat Ghibran terkekeh pelan yang terdengar seram baginya. “Tambah serem, kek psikopet,” batin Ghafar.
Tak jauh beda dengan Nanda yang sejak kedatangan Ghibran jadi diam tak bersuara, sesekali menyuap makanan ke mulutnya. “Paijo ke mana, sih?” monolog Nanda.
Nata mengernyit. “Apa, Eza? Kamu ada bilang sesuatu?”
Nanda tersentak dan jadi gelagapan saat semua mata berpusat ke arahnya.
“Kenapa, sayang?” tanya Arizka.
“Ah, enggak, Bunda.” Lalu beralih ke Nata. “Tadi nggak ada ngomong sesuatu kok aku, Kak.”
Nata jadi mengangguk saja. “Salah denger berarti Kakak, ya.”
***
Sementara itu di dalam toilet yang masih berada di lantai dua restoran itu, Nando terlihat menatap pantulan dirinya dari kaca. Menghela nafas keras, lalu menjambak atau menarik-narik rambutnya sendiri.
Mau pulang sekarang atau nanti?
Hebat ya Ezo, nusuk-nusuknya, keren.
Eza nggak boleh ikut-ikutan.
Eza cukup di latihan ilmu bela diri aja.
Kok bang Ibra tau sama kita?
Apa sih yang abang nggak tau?
Ingat, Ezo. Lakukan pada orang-orang yang bersalah.
Eza takut sama abang.
Bang Ibra serem.
Kalimat pernyataan dan pertanyaan itu berputar kembali di pikirannya.
Dia mengambil air dari keran itu dan mencuci mukanya, lalu mengeringkannya dengan tisu. Menghela nafas sekali lagi, dia memantapkan diri untuk kembali lagi ke meja tersebut.
Nando kemudian kembali melangkahkan kaki keluar toilet, tak jauh dan tak berlangsung lama, dia sampai ke meja tempat keluarganya itu berkumpul.
“Ezo, kok lama?” tanya Tama menatap bungsu Wilson itu yang baru kembali dengan rambut bagian depan yang sedikit basah.
Nanda menjawab hanya dengan gelengan kepala membuat Tama tak suka dan langsung memasang wajah cemberut.
“Nah, duduk, Nak.” Reya mempersilahkan Nando duduk kembali dan anak itu kembali duduk di kursinya sebelah Nanda.
“Eza, Ezo, kenalin ini abang kalian juga, Alghibran Prans Anderson, nanti ngobrol ya, sayang, biar kalian tambah akrab,” lanjut Reya menjelaskan dengan merangkul bahu Ghibran yang kini menyeringai menatap mereka.
Nanda dan Nando mengangguk kaku. “Iya, Mami.”
***
Acara makan malam telah selesai, semuanya kini beranjak pulang ke Mansion karena hari sudah menunjukkan pukul hampir sepuluh malam. Cukup lama juga mereka makan malam kali ini karena juga disertai dengan beberapa obrolan ringan.
Di mobil Naldo ketambahan personil lagi, yaitu Ghibran. Ghibran tadinya langsung memaksa ikut untuk semobil bersama si kembar. Jadilah kini Ghibran duduk di tengah yang di kanan kirinya di apit oleh Nanda dan Nando.
“Happy kembali, twins?” tanya Ghibran memecahkan keheningan dalam mobil itu. Sedangkan Naldo sendiri, dia duduk di kursi sopir. Tadinya dia sudah menyuruh abang sepupu tertuanya itu untuk duduk di sebelahnya, tapi abangnya menolak.
Si kembar yang diberi pertanyaan tersentak, kembali mengangguk dengan kaku. “Happy,” gumam kembar menjawab.
***
— t b c —