NovelToon NovelToon
Spring Song For You

Spring Song For You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Romansa
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Violetta

cerita tentang seorang serigala penyendiri yang hanya memiliki ketenangan tapi musik menuntun nya pada hal-hal yang terduga... apakah itu musim semi...

aku hanya bermain musik untuk mencari ketenangan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29 - Simpul Merah

Violetta menatap layar setelah lagu terakhir usai, senar gitar perlahan diredam oleh telapak tangannya. Suasana ruang siarannya tetap sunyi, tapi komentar terus bergulir.

Mira_chan: “Tunggu… yang kamu maksud ‘lebih dekat dari yang kukira’ itu siapa?? Hayo jangan gantung, Kak~ 😤”

NutshellBoy: “Ayo spill dong, Kak Vio… masa cuma ngasih teaser doang malam ini.”

PetalDrops: “Aaaa jadi kepo banget 😭 Jujur aku pengen tahu siapa penonton pertama kakak…”

Vio tersenyum, lalu menghela napas kecil. Tatapannya sejenak kosong, seperti tenggelam dalam memori yang begitu jelas di kepalanya, namun terlalu hangat untuk dibagikan begitu saja.

“Hm… itu rahasia kecil yang belum siap aku buka sepenuhnya,” ucapnya lembut, membuat gelombang reaksi gemas muncul di komentar.

Zeo: “Mungkin dia seseorang yang nggak nyangka kalau namanya disebut di siaran seperti ini...”

Tatapan Vio sedikit bergeser ke arah nama itu. Matanya melembut, lalu dia mengangguk pelan.

“Yang jelas,” katanya, “aku selalu ingat… siapa penonton pertama yang datang malam itu. Saat aku siaran tanpa ada yang menonton… satu nama muncul di layar, dan... dari sana semuanya berubah.”

Ia menekan jari-jarinya ke dagunya sambil tersenyum sedikit.

“Penonton pertama itu sekarang selalu ada di urutan paling atas di daftar fans. Selalu muncul duluan. Dan meskipun dia diam... aku tahu dia mendengarkan. Terima kasih... Zeo.”

Komentar meledak.

Mira_chan: “AAAAAAAA ZEOOO 😭😭😭😭”

NutshellBoy: “GILA APA INI CINTA DALAM DIAM ITU BENERAN 😭😭🔥🔥🔥”

Zeo: “……Terima kasih karena tidak melupakan, Violetta.”

Vio tersenyum kecil, lalu menunduk sedikit ke arah kamera.

“Terima kasih semuanya… malam ini terasa istimewa. Sampai jumpa di siaran selanjutnya, dan semoga kalian punya mimpi yang hangat.”

Dengan satu ketukan pelan, layar siaran ditutup. Lampu notifikasi padam.

Sunyi.

Tapi hanya sesaat, karena ponselnya bergetar di meja.

Reina: “Vio.”

Pesan itu diikuti dengan emoji sederhana—🌙.

Vio tersenyum kecil, lalu membalas.

Vio: “Kamu nonton dari awal sampai akhir?”

Reina: “Dari sebelum mulai. Sejak kamu duduk dan menarik napas sebelum live.”

Pesan itu seperti meninju lembut hatinya. Vio mengetik, lalu ragu, lalu menghapus, lalu menulis lagi.

Vio: “Kamu... sengaja pakai nama itu? Zeo?”

Reina: “Awalnya enggak. Aku cuma pakai nama acak dari nama panggilan waktu kecil… tapi setelah malam pertama itu, aku nggak pernah ganti.”

Jantung Vio berdetak pelan tapi pasti. Ia membalas lagi, jarinya sempat berhenti di tengah kalimat.

Vio: “Reina… kenapa nggak bilang dari dulu?”

Tiga titik pengetikan muncul. Lama. Hilang. Muncul lagi.

Reina: “Karena aku nggak yakin kamu orang yang sama meskipun suaranya sama. Karena… saat itu aku cuma gadis yang menangis sendirian di taman. Dan kamu orang asing yang menyanyikan lagu yang terasa seperti... pelukan.”

Vio terpaku membaca balasan itu.

Lalu satu pesan tambahan masuk.

Reina: “Tapi sekarang aku tahu... bahwa orang asing itu ternyata duduk di sampingku setiap hari.”

Vio menatap layar itu lama… lalu menaruh ponselnya perlahan di dada, rebah di tempat tidur tanpa berkata apa-apa.

Dalam keheningan malam itu, senyumnya perlahan muncul… seperti siaran yang baru saja ditutup, tapi menyisakan gema hangat yang belum mau hilang.

Setelah beberapa menit diam tanpa pesan baru, layar ponsel Vio menyala kembali.

Reina: “Boleh… aku melakukan video call?”

Vio yang masih memeluk ponselnya di dada menatap layar. Ia tak berpikir lama.

Vio: “Iya.”

Belum genap satu detik, ponsel di tangannya langsung bergetar. Panggilan video dari Reina masuk. Refleks, Vio duduk, mengusap rambutnya sedikit, lalu mengangkat.

Wajah Reina langsung muncul di layar. Rambutnya sedikit berantakan, lampu kamar temaram. Senyumnya kecil, nyaris malu.

“Maaf ganggu malammu,” ucapnya pelan.

Vio menggeleng pelan. “Nggak juga. Aku malah senang kamu hubungi.”

Hening sebentar, tapi bukan hening yang aneh. Justru terasa nyaman.

Reina tertawa kecil. “Tadi kamu menyebut nama Zeo... rasanya aneh dengarnya keluar dari mulutmu langsung.”

“Kamu juga aneh. Diam-diam jadi penonton pertama, tapi duduk sebelah aku setiap hari tanpa bilang apa-apa,” balas Vio dengan nada menggoda.

“Kalau aku bilang, kamu bakal percaya?” Reina menyandarkan pipinya ke bantal. “Waktu itu... aku bahkan nggak yakin kamu nyata.”

Tatapan mereka bertemu lewat layar. Meski hanya cahaya, tapi terasa lebih dari cukup.

“Aku kadang juga ngerasa kayak gitu,” bisik Vio. “Yang kamu lihat di siaran... itu tetap aku, tapi nggak ada yang pernah benar-benar tahu. Sampai kamu...”

Reina tersenyum tipis. “Sama, Vio. Nggak ada yang tahu perasaanku waktu itu... dan suara kamu jadi satu-satunya hal yang menenangkanku malam itu.”

Suasana jadi tenang lagi. Mereka hanya saling menatap. Lalu obrolan mengalir tentang makanan favorit, guru yang menyebalkan, sampai pertanyaan bodoh seperti:

“Kalau kamu jadi hewan, kamu mau jadi apa?”

“Burung hantu. Biar bisa begadang terus.”

“Serius banget jawabannya…”

Mereka tertawa. Waktu mengalir, namun tak terasa berat. Pelan-pelan, suara mereka makin pelan. Mata mereka makin berat.

Dan tanpa mereka sadari…

Panggilan video itu tetap menyala meski keduanya telah terlelap.

Reina yang tertidur dengan senyum tipis di wajahnya.

Vio yang tertidur bersandar di sisi tempat tidur, napasnya teratur.

Dan di antara dua layar yang menyala redup itu, seolah ada benang halus tak kasat mata yang perlahan berwarna merah, berkilau lembut, dan… mulai terikat.

Simpulnya belum erat, tapi ia sudah mulai tumbuh.

Pagi itu, suara alarm dari meja sisi tempat tidur berbunyi nyaring.

Vio menggeliat pelan, meraih ponsel dan mematikan alarm dengan mata setengah terbuka. Ia duduk, rambutnya sedikit acak-acakan, lalu menatap layar ponselnya yang masih menyala.

Panggilan video sudah terputus.

Namun ada satu notifikasi kecil dari Reina hanya satu kata “Terima kasih.”

Ia tersenyum kecil. Semalam bukan mimpi.

Dengan sedikit semangat lebih dari biasanya, Vio berdiri dan berjalan turun. Baru saja menuruni beberapa anak tangga, aroma harum masakan menyambut dari arah dapur.

Ia berhenti sejenak, mengendus pelan. “Ini… bau omelet keju?” gumamnya sambil mengernyit kecil.

Langkahnya cepat menuju dapur, dan begitu melewati ambang pintu, ia langsung melihat pemandangan yang hangat.

Hilda, dengan celemek penuh bunga yang ia benci namun selalu dipakai, berdiri di depan kompor sambil membalik omelet dengan cekatan. Di sisi meja, duduk seorang wanita berambut pendek sebahu, sedang memotong buah Mei, sahabat Hilda sejak SMA, yang nyaris seperti keluarga sendiri.

“Oh? Lihat siapa yang bangun,” seru Hilda tanpa menoleh, seolah tahu dari suara langkah kaki adiknya.

Mei menoleh lebih dulu dan tersenyum cerah. “Pagi, Vio. Mau sarapan bareng kami?”

Vio mengangguk pelan, masih belum sepenuhnya sadar. “Kalian udah pulang?”

“Baru tadi pagi. Kami ambil kereta malam,” jawab Hilda santai. “Ternyata lebih cepat dari yang dijadwalkan.”

“Dan seperti biasa, Hilda langsung masak karena katanya ‘tidak ada rasa rumah tanpa aroma masakan pagi hari’,” tambah Mei sambil tertawa.

Vio tersenyum tipis. Meski masih mengantuk, suasana pagi ini terasa berbeda, lebih hidup, lebih hangat. Mungkin karena semalam, mungkin juga karena pagi ini.

Setelah sarapan cepat dan salam singkat kepada Hilda dan Mei, Vio berlari kecil menuju halte terdekat. Tasnya sedikit berguncang di bahunya, dan napasnya tak beraturan. Jam tangannya menunjukkan waktu yang kritis.

Bus ke sekolah akan lewat dalam dua menit, dan jika ia ketinggalan… satu jam menunggu di halte kosong bukan ide yang menarik.

“Hei! Tunggu dulu—” katanya pada dirinya sendiri sambil mempercepat langkah, dan tepat saat ia sampai, lampu sein bus mulai berkedip. Ia mengangkat tangan dan sopir bus melihatnya. Pintu terbuka.

Dengan lega, Vio naik ke dalam dan menyentuhkan kartu langganannya di mesin. Hembusan AC menyambut wajahnya yang sedikit berkeringat. Ia berjalan ke kursi dekat jendela dan duduk, membuka botol air dari dalam tas dan meneguknya pelan.

Pemandangan jalanan kota mulai mengalir di balik jendela.

Saat bus mulai melambat, Vio melihat tanda persimpangan kecil yang mengarah ke salah satu blok perumahan.

Ia tahu tempat itu…

Itu dekat rumah Reina.

Vio tidak terlalu memikirkan, sampai matanya menangkap sosok gadis berambut hitam panjang yang masuk melalui pintu depan bus. Seragam sekolah yang sama. Langkah ragu. Mata yang tampak mencari-cari sesuatu.

Begitu mata mereka bertemu—

Reina terdiam.

Vio membeku.

“…Reina?”

Reina langsung menunduk, berjalan cepat menghampirinya lalu duduk di kursi kosong di sampingnya. Wajahnya memerah.

“Eh… pagi,” ucapnya dengan suara nyaris setengah napas.

Vio masih menatapnya dengan campuran bingung dan kaget. “Kamu… naik dari sini?”

Reina menggigit bibirnya sebentar, lalu mengangguk pelan.

“Aku… sebenarnya udah nunggu dari tadi di persimpangan itu.”

“…Nunggu?” Vio mengernyit. “Nunggu… apa?”

Reina menunduk lebih dalam, suaranya hampir tak terdengar. “…Nunggu bus yang kamu naiki…”

Vio menatap Reina dengan kaget. “…Kamu tahu jadwal busku?”

Reina buru-buru menambahkan, “Bukan, bukan! Aku cuma… menebak! Karena kamu bilang kemarin kamu naik bus dari halte ini, jadi kupikir mungkin kamu naik bus pagi yang lewat jam segini…”

Muka Reina merah padam, dan Vio sempat kehilangan kata-kata.

“Jadi… kamu udah nunggu di sana dari tadi pagi… cuma buat ketemu aku di bus?” tanyanya perlahan.

Reina menoleh sekilas lalu kembali menunduk, mengangguk cepat. “...Iya.”

Bus terus melaju, tapi waktu seolah melambat untuk keduanya.

Vio menatap Reina yang duduk malu-malu di sampingnya, jari-jarinya memainkan ujung roknya gugup.

Dan entah kenapa, hati Vio terasa hangat. Sangat hangat.

1
Finn
ahhhhh..... lagunya bagusss kak /Cry/
_Graceメ: makasih (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)
total 1 replies
Finn
ohhh!!! 😲
Finn
ohh!!! ada lagu original nya /Drool/
_Graceメ: ada dong ヾ⁠(⁠・⁠ω⁠・⁠*⁠)⁠ノ
total 1 replies
Finn
main dobrak aja ya /Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!