Kimi Azahra, memiliki keluarga yang lengkap. Orang tua yang sehat, kakak yang baik, juga adek yang cerdas. Ia miliki semuanya.
Namun, nyatanya itu semua belum cukup untuk Kimi. Ada dua hal yang belum bisa ia miliki. Perhatian dan kasih sayang.
Bersamaan dengan itu, Kimi bertemu dengan Ehsan. Lelaki religius yang membawa perubahan dalam diri Kimi.
Sehingga Kimi merasa begitu percaya akan cinta Tuhannya. Tetapi, semuanya tidak pernah sempurna. Ehsan justru mencintai perempuan lain. Padahal Kimi selalu menyebut nama lelaki itu disetiap doanya, berharap agar Tuhan mau menyatukan ia dan lelaki yang dicintainya.
Belum cukup dengan itu, ternyata Kimi harus menjalankan pernikahan dengan lelaki yang jauh dari ingin nya. Menjatuhkan Kimi sedemikian hebat, mengubur semua rasa harap yang sebelumnya begitu dasyat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmbunPagi25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Persiapan
Disini sekarang Arkan berada, di depan rumah kayu yang terlihat telah lama tidak dihuni.
Ia ingin membatalkan tempat yang ingin dijadikan Alam sebagai acara dinner romantis ala Alam. Yang menurut Arkan, hanya akan membuat Kimi merasa takut.
Jelas saja, rumah itu terlihat memancarkan aura mistis, meskipun masih terlihat bagus dari segi manapun. Mungkin karena masih mendapatkan perawatan.
"Disini, Lam?" Tanya Arkan pada Alam yang justru mengangguk dengan semangat sembari mengajaknya untuk masuk lebih dalam.
Tidak dapat berharap lebih banyak. Sebab ketika masuk, rumah itu dua kali lipat lebih terlihat angker.
Ruangannya terlihat begitu gelap. Cahaya matahari yang mulai beranjak itu, tidak dapat masuk melalui ventilasi. Udaranya pengap, juga bau debu itu bertebaran memenuhi pernapasannya.
"Bukannya romantis, Kimi justru ketakutan disini, Lam." Ujarnya seraya menelusuri rumah kayu itu lebih dalam.
Rumah itu terlihat begitu luas, dengan segala perabotan lama yang hampir usang dimakan waktu.
Beberapa barang. Seperti bangku sofa, ditutupi dengan kain putih, yang jika dikibarkan niscaya akan membuat rongga hidung dipernuhi dengan debu.
"Kak Kimi, gak akan takut. Aku jamin, deh. Urusan begini serahin sama kita berdua." Alam menunjuk dirinya juga teman perempuan nya di sampingnya. Yang Arkan ketahui namanya sebagai Lea.
Bukannya langsung setuju, arkan kini justru memicingkan matanya dengan curiga. "Kalian tau dari mana tempat begini?"
"Inget, yah. Sekolah yang pertama. Gak ada hal-hal yang gak diinginkan itu, boleh terjadi."
Alam memutar matanya dengan malas meski akhirnya tetap mengangguk juga. "Ya, gak mungkin, lah. Bang."
"Abang udah kaya Mama, aja. Kasih wejangan begitu."
Lea yang berada di samping Alam hanya terkekeh sembari menutup mulutnya. Cukup merasa segan dengan Arkan yang notabenenya sebagai gurunya juga.
"Rumah ini, sebenar nya milik Kakek aku dulu. Pak Arkan. Udah lama gak dihuni. Karena, semenjak Kakek meninggal. Gak ada lagi yang mau huni rumah ini." Jelas Lea pada Arkan yang masih menatap curiga pada mereka.
"Benaran, Bang." Ucap Alam lagi, ketika mata Arkan menatap padanya.
"Terus, kenapa dinnernya justru disini. Ini rumah terbengkalai, kan?"
Lea menggeleng, "Gak, Pak. Saya rutin kesini buat bersih-bersih. Tapi seminggu ini, saya gak ada datang untuk bersih-bersih karena lagi banyak tugas. Jadinya rumah ini jadi kelihatan banyak debu begini."
Arkan mengangguk pelan walau masih merasa tidak setuju dengan acara dinnernya yang akan diadakan di tempat terbengkalai begini.
"Ngga ada tempat lain, Lam. Selain disini?" Arkan melangkah ke arah dapur yang terasa begitu jauh untuk di telusuri, lalu menyentuh meja makan dari kayu jati yang setiap pinggirannya diukir dengan begitu apik. Namun harus ditutupi oleh debu.
Alam menghela napasnya mencoba menyakinkan Arkan lagi."Ini tempatnya sudah paling pas, Bang. Tempatnya sepi, Abang bisa leluasa melimpahkan kasih sayang Abang disini."
Lea ikut menyahut,"Urusan bersih-bersih bisa saya yang kerjakan, Pak."
"Kita berdua, Lea." Sahut Alam menyela, memperbaiki ucapan Lea.
Lea memutar bola matanya dengan malas, sebelum akhirnya melanjutkan ucapannnya, "Kita berdua yang akan urus semuanya untuk, Bapak."
Arkan menepuk-nepuk tangannya, membersihkannya dari debu yang menempel setelah menyentuh berbagai perabotan yang berdebu.
"Kalian berdua?" Tanyanya lebih melihat kepada Alam yang kini memasukan tangannya dalam kantong celana.
"Iya, Bang. Nanti, biar kami berdua yang akan bersihkan dan urus untuk Abang." Jawab Alam kali ini dengan menyunggingkan senyum.
"Jangan!" Sergah Arkan pada ucapan Alam itu. Ia merasa keberatan membiarkan kedua orang ini hanya berduaan dirumah sepi begini.
Dan ucapannya barusan buat kedua orang itu tersentak.
"Jangan kenapa, Bang?" Tanya Alam dengan alisnya yang mengkerut, tidak mengerti. Sedangkan Lea juga sama, menunjukan raut penasaran akan ucapannya barusan.
"Abang ngga setuju. Kalau cuma kalian berdua yang bersih-bersih disini."
"Trus, siapa lagi, Bang? Gak mungkin kita ajak Kak Kimi yang ikut bantu bersih-bersih." Protes Alam.
"Terserah aja, mau ajak siapa. Asal jangan cuma kalian berdua. Bahaya!"
Lea segera menengahi, memberikan solusi. "Nanti biar ajak adik saya, saja, Pak. "
Arkan kembali bertanya. "Cewek apa cowok?"
Alam mengesah panjang. "Kenapa Abang jadi bawel begini, sih? Mana lebih-lebih dari Mama lagi."
"Itu karena saya sayang sama, kalian." Ungkap Arkan yang buat Alam terdiam.
"Adik saya cowok, Pak."jawab Lea ketika Arkan melihat padanya.
"Umur berapa?"
"Sudah kelas dua SMP."
Arkan manggut-manggut, "Yaudah, kalian kasih tahu saja sama saya, berapa biaya yang diperlukan. Termasuk bayaran kalian."
Untuk itu Alam tersenyum semringah. "Serius, Bang. Kita dibayar?"
"Hmmm."
"Asek!" Alam bersorak riang lalu memeluk Lea begitu saja, yang langsung ditegur oleh Arkan.
"ALAM!"
Alam segera melepaskan pelukannya. "Maaf, Bang. Kebawa suasana bahagia." Lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedangkan Lea hanya meringis tidak nyaman.
Arkan menghela napasnya, ia jadi merasa ragu sekarang. "Kamu tau, kan, Lam. Laki-laki itu yang dipegang omongannya?"
Alam mengangguk. "Aman, Bang. Aku bisa dipercaya orangnya."
"Jangan kecewakan kita, Lam."
"Iya, Bang. Lagian Lea juga bawa adeknya. Jadi aman dari kalimat. Berduaan, yang ketiganya setan."
Arkan membawa motornya menjauh setelah memastikan Alam pergi lebih dulu, dengan jalur yang berlawanan dengan Lea.
Acara dinner romantis yang direncanakan mereka bertiga itu tidak bisa dilangsungkan malam ini, karena keadaan yang tidak mendukung.
Besok, kebetulan tanggal merah. Alam dan Lea beserta adiknya Lea itu. Harus bersih-bersih lebih dulu sebelum mengatur acaranya.
Tidak terasa motor Arkan sudah tiba di depan pekarangan rumah kontemporer yang telah bertahun-tahun menjadi tempatnya tinggal dan menetap.
Namun, ketika ia memarkirkan motornya di Carport. Arkan menemukan motor lain yang terparkir di pekarangan.
Arkan mencoba mengingat siapa pemiliknya. Sayangnya, ingatan Arkan tidak dapat menemukannya.
"*Assalamualaikum*. " Salam Arkan. Setelah ia memilih untuk masuk ke dalam rumah, melihat langsung orang yang bertamu ke rumah.
"*Wa'alaikumussalam*. " Bunda yang menjawab salamnya ketika langkah Arkan sudah memasuki ruang tamu.
Namun, matanya langsung tertuju pada seorang wanita yang duduk di bangku sofa yang berseberangan dengan Bunda. Wanita itu menyapanya dengan melambaikan tangan sembari melebarkan senyumnya.
"Hai, Ar! Apak kabar?"
Arkan mengangguk. "Baik, Ayumi."
Ayumi beranjak sembari memangkas jarang hingga berdiri dihadapan Arkan, "Aku kesini untuk bayar utangku ke kamu, Ar."
"Maaf banget baru bisa kemari, aku jadi melanggar janji untuk bayar utang secepatnya." Ucap Ayumi sembari terkekeh.
"Ngga papa, lagipula aku sudah bilang untuk tidak perlu repot-repot untuk bayar."
"Tapi aku pengen tetap bayar." Keukeuh Ayumi sembari menyerahkan uang seperti yang ia pinjam,
"Makasih, yah!"
Arkan mengangguk lalu mengambil uang itu juga, agar urusannya cepat selesai. "Sama-sama. "
Arkan berlalu, lalu menghampiri Bunda untuk menyalami wanita paruh baya itu. "Istriku sudah pulang, kan, Bunda?" Tanyanya bertepatan dengan Kimi yang muncul dari arah dapur sembari membawa nampan berisi dua gelas teh hangat.
"Kenapa, Mas?" Kimi bertanya pada Arkan ketika ia mendengar lelaki itu menanyakannya. Lalu ia meletakkan nampan itu di atas meja.
"Ini tehnya diminum, Nak, Ayumi." Ujar Bunda pada Ayumi yang kembali duduk di tempatnya tadi.
Ayumi mengangguk, "Makasih, Bunda. Mmm ... Kimi, kan? Makasih, yah!"
Kimi mengangguk."Sama-sama."
"Baru pulang, apa sudah dari tadi?." Arkan kembali bersuara, menghampiri Kimi yang berdiri tak jauh darinya.
"Sudah dar tadi, Mas." Jawab Kimi.
Ayumi kembali bersuara setelah menyesap minumnya. "Aku juga ada bawa seblak, Ar. Moga aja kamu suka." Ujarnya seraya menunjuk kantong plastik yang berisi kotak styrofoam itu.