Wulan Riyanti merebut suami adiknya lantaran dia diceraikan sang suami karena terlalu banyak menghamburkan uang perusahaan. Tia sebagai adik tidak tahu bahwa di balik sikap baik sang kakak ternyata ada niat buruk yaitu merebut suami Tia.
Tia tidak terima dan mengadukan semua pada kedua orangtuanya, akan tetapi alangkah terkejutnya Tia, karena dia bukan saudara seayah dengan Wulan. Orang tua Ita lebih membela Wulan dan mengijinkan Wulan menjadi istri kedua Ridho-suami Tia.
Rasa sakit dan kecewa Tia telan sendiri hingga akhirnya Tia memutuskan untuk bercerai dan hidup mandiri di luar kota. Suatu kebetulan dalam kesendiriannya Tia bertemu dengan sang mantan suami Wulan yang bernama Hans. Bagaimana kisah Cinta Tia dan Hans selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aryani Ningrum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Baiklah, Tia. Hati-hati. Mumpung hari masih belum sore, tolong jenguk ibu dulu. Kasihan ibu, sekalian kau bisa pulang untuk berganti pakaian," ucap Hans mengingatkan Tia untuk memberi kabar pada sang ibu.
"Baiklah, Kak. Kakak tinggal di sini sendirian tidak apa-apa?" tanya Tia lagi. Memastikan Hans tidak apa-apa jika ditinggal sendirian.
"Tidak apa-apa, kamu jangan khawatir kan keadaanku. Aku sudah biasa kok merawat diri ini sendiri, masih ada suster jika aku butuh apa-apa. Dan sepertinya aku hanya butuh tidur saat ini," ucap Hans meyakinkan Tia.
"Baiklah, aku akan pulang lebih dulu sekalian berganti pakaian dan menjenguk ibu. Aku permisi dulu, Kak. Assalamu 'alaikum," ucap Tia.
"Wa'alaikum salam,"sahut Hans menatap punggung Tia yang mulia menjauh hilang di balik pintu.
Tia melangkah dengan gontai, rasa lelah karena semalam kurang istirahat menderanya. Untuk bisa keluar dari menuju lobi rumah sakit, Tia harus melewati ruang pemeriksaan dokter spesialis.
Netra Tia membulat sempurna saat dia melihat mantan suami dan kakak perempuannya sedang duduk mengantri di poli kandungan. Mereka begitu mesra, saling bercanda dan sesekali Ridho mencium gemas pipi sang istri.
Tia membuang muka, melengos agar tidak melihat pemandangan yang membuat hatinya sakit lagi. Baru beberapa langkah, suara bariton yang dia kenal pun memanggil namanya.
"Hey, Tia! Tunggu ...," teriak seseorang dengan suara bariton khas lelaki yang pernah menempati hati Tia.
Tia berhenti, tubuhnya menegang dan hanya diam mematung.
"Tia, kamu Tia kan?" tanya lelaki itu. Tia menguatkan hatinya, dia harus bisa terlihat baik-baik saja di depan lelaki yang membuat hidupnya hancur itu.
Tia pun menoleh lalu berkata," Iya benar, mas Ridho? Apa kabar?" Tia memaksakan diri untuk tersenyum di depan lelaki itu. Dia harus bisa menunjukkan bahwa dirinya bisa hidup tanpa Ridho.
"Kabarku baik, Tia. Oh ya kami di sini sedang memeriksakan kandungan Wulan. Kamu di sini sedang apa, Tia? Apa kau sakit?" tanya Ridho basa basi. Sejujurnya dia hanya ingin memamerkan pada Tia, bahwa kandungan Wulan sudah berkembang dengan baik.
"Baguslah, Mas. Aku berdoa semoga bayi yang dilahirkan menjadi anak yang baik, tidak suka merebut mainan teman lainnya," ucap Tia ketus, dia sudah capek jika harus basa basi lagi.
Ridho yang mendengar perkataan Tia tersentak kaget. Dia tidak percaya, Tia yang terkenal lemah lembut kini terlihat judes.
"Tia mengapa kamu berubah seperti ini? Apa karena aku lebih memilih Wulan dari pada dirimu?!" geram Ridho.
Tia yang mendengar perkataan Ridho bukannya mereda malah semakin meradang.
"Mas! Aku tidak marah kau lebih memilih mbak Wulan. Aku malah bersyukur bisa keluar dari keluarga toxic seperti kalian! Kalian tuh berjodoh, sama-sama pengkhianat! Pas dan serasi bukan?!" Tia menuding wajah Ridho dengan telunjuknya lalu meninggalkan Ridho begitu saja. Tia tidak mau menoleh lagi saat Ridho memanggilnya.
Tia setengah berlari meninggalkan rumah sakit itu, dengan naik taksi ojek online yang sudah Tia pesan sebelumnya.
Sementara itu, Ridho yang masih menahan kesal hanya bisa terdiam, Wulan yang melihat sang suami pun berjalan mendekat.
"Mas, wajahmu mengapa kesal begitu? Baru bertemu siapa sih?" tanya Wulan yang baru saja dari Toilet.
"Ah, tidak ada. Hanya tadi mas bertemu dengan kawan lama mas sewaktu masih menjadi manager," jawab Ridho bohong. Dia tidak ingin Wulan mengira Ridho masih mengharapkan Tia kembali padanya.
"Oh, aku kira Tia, gadis tadi mirip dengan Tia, sayang aku lihatnya hanya dari kejauhan saja. Oh ya, ayo mas ... sebentar lagi giliran kita," ucap Wulan mengajak Ridho kembali ke ruang antrian.
"Baiklah, aku sudah tidak sabar ingin tahu bagaimana perkembangan anak kita, bulan kemarin hanya berbentuk bulatan. Bulan ini sudah berbentuk apa ya?" seloroh Ridho penasaran dengan perkembangan sang anak.
Ridho dan Wulan pun kembali duduk di ruang antrian.
Tidak berapa lama, nama Wulan dipanggil oleh suster yang bertugas memanggil pasien.
"Nyonya Ridho, silakan," panggil sang suster.
"Baik, Sus," jawab Wulan.
Wulan diikuti Ridho memasuki ruang praktek sang dokter.
"Selamat siang, Dok," sapa Wulan.
"Silakan, Nyonya. Kita akan lihat perkembangan dedek bayinya," jawab sang dokter menaikkan jas panjangnya di lengan. Sementara itu, Wulan di bantu sang suster untuk rebahan di bed. Mereka akan melakukan USG untuk mengetahui kondisi sang janin.
Sang Dokter pun mengoleskan gel di perut Wulan, kemudian menggerakkan alat tranduser ke permukaan perut Wulan. Bayangan hitam mulai tampak di monitor. Beberapa kali dokter menggerakkan tranduser itu ke kiri dan ke kanan, kadang ke atas dan ke bawah. Kening sang dokter berkerut, tangannya terus bergerak sedangkan matanya menatap serius ke layar monitor.
"Ada apa, Dok? Bagaimana keadaan bayi saya?" Tanya Wulan yang melihat raut wajah sang dokter yang serius.
gunawan, ayah shinta
Bbrp novel yg kubaca sering menulis kata 'minim'
Seharusnya 'minimal'...itu yg dipelajari dlm pelajaran bahasa Indonesia
Bacanyapun jd lbh enak 🙏
Thor lupa ya....