NovelToon NovelToon
Terjerat Cinta Mafia

Terjerat Cinta Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Dijodohkan Orang Tua / Mafia / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Nikah Kontrak
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: zhar

Ketika Maya, pelukis muda yang karyanya mulai dilirik kolektor seni, terpaksa menandatangani kontrak pernikahan pura-pura demi melunasi hutang keluarganya, ia tak pernah menyangka “suami kontrak” itu adalah Rayza, bos mafia internasional yang dingin, karismatik, dan penuh misteri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

Sampai akhirnya…

“RAYZA!!!” aku teriak, mataku terpejam, tubuhku bergetar hebat.

Jus semangkaku keluar begitu aja, banyak banget, dan Rayza… dia tetap di sana, menjilati semuanya dengan napas berat tapi puas. Tangannya masih nahan aku, dan senyumnya kelihatan jelas meski wajahnya… ya, cukup berantakan karena aku.

Aku tahu… ini mungkin terlalu intim. Tapi tubuhku… nggak bisa bohong. Dia tahu caranya bikin aku durian.

Aku masih ngos-ngosan waktu ngerasa pinggulku diangkat lagi dari belakang sama tangan Rayza yang besar dan hangat. Terus, ada rasa aneh yang tiba-tiba masuk, bikin jantungku berdetak lebih cepat. Rayza masukin dua jarinya ke dalamku dari belakang. Rasanya beda… tapi entah kenapa, justru itu yang bikin aku gemetar.

Karena sudutnya nggak biasa, sensasinya juga beda dari biasanya. Tapi justru di situlah letak kenikmatannya. Tiba-tiba aja dia mulai gerakin jarinya, kayak lagi cari sesuatu di dalam diriku.

“Setiap kali aku sentuh bagian ini, kamu langsung bereaksi… rasanya enak, ya?” gumam Rayza pelan, suaranya berat tapi lembut.

“Aaah… Rayza…” cuma itu yang bisa keluar dari mulutku sambil terengah.

Dia cuma ketawa kecil, lalu tangannya yang satu lagi nepak bokongku pelan, kayak manja tapi nakal. Jarinya makin cepat gerak masuk-keluar, bikin aku sulit ngendaliin tubuhku sendiri.

Aku bisa ngerasa dia makin dalam, makin akurat nemu titik yang bikin aku meleleh dari dalam. Setiap gerakannya bikin aku makin deket sama puncak yang udah dari tadi aku tahan.

“Ohh… Rayza…!” teriakku pelan tapi penuh rasa.

“Aku tahu kamu suka ini. Lihat, pinggulmu aja nggak bisa diam,” katanya sambil ketawa pelan, jelas banget dia menikmati semuanya.

Aku udah nggak bisa menyangkal. Badanku benar-benar kehilangan kendali. Aku tahu, aku udah di ambang batas. Dan akhirnya, semuanya meledak dalam satu gelombang yang bikin aku teriak kencang.

Tubuhku gemetar hebat di atas sofa, napasku kacau, mataku terpejam rapat. Rayza akhirnya menarik jarinya pelan, dan aku tergeletak di sofa sambil berusaha tenangin napasku.

“Hmm… Kira-kira Bibi bakal ngomong apa ya kalau lihat kondisi sofa nanti…” godanya sambil nyengir.

“Nggak…” jawabku lemah sambil ngusap wajahku.

“Kayaknya dia bakal seneng deh, mikir kita makin akrab,” katanya sambil ketawa.

Aku merasa sangat lelah dan lemah setelah sesi panas yang baru saja kita lalui. Aku hampir tidak bisa menggerakkan tubuhku saat aku berbaring tengkurap di sofa.

Aku merasakan Rayza menggeser berat badannya saat dia turun dariku dan duduk di sofa seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aku menatapnya dan melihatnya menjil_ti cairan basah dari jari-jarinya saat mata birunya menatapku.

Rayza…kamu benar-benar monster…

Pagi Hari

Pas aku kebangun, aku udah balik lagi di kamar di ranjangku sendiri, dibalut selimut. Hah? Apa Rayza yang bawa aku balik ke sini?

Kayaknya sih iya. Siapa lagi coba?

Ingatanku soal tadi malam masih kabur banget. Mungkin aku ketiduran dengan pulasnya. Yang paling aku inget... ya, hal terakhir yang terjadi sebelum aku ngeblank.

Rayza... ngasih aku "hukuman" dan tubuhku masih ngerasa efeknya sampai sekarang.

Masih ada 25 hari lagi bareng Rayza di penthouse ini. Itu pikiran pertama yang langsung nongol waktu aku bangun. Aku nggak pasang kalender atau bikin coret-coretan buat ngitung hari, karena toh udah jelas. Aku bakal ngitung mundur sampai 30 hari yang penuh drama ini kelar, dan aku bisa balik ke hidupku yang biasa.

Aku mandi, pake baju santai, dan keluar dari kamar. Udah jadi rutinitas setiap pagi sejak aku tinggal di sini. Kayak biasa, aku kira aku nggak bakal ketemu Rayza hari ini. Kupikir dia bakal kabur ke luar lagi dan ngindarin aku, kayak biasanya.

Tapi ternyata enggak.

Hari ini dia duduk santai di meja makan, ngemil kue coklat dan nyeruput teh dari cangkir cantik biru-putih.

Kue coklat dan teh? Nggak banget sama image dia di kepalaku. Dia kelihatan tenang banget, jauh beda dari dirinya yang mabuk semalam. Aku cuma bisa mandangin dia diam-diam, muka aku mulai panas sendiri karena keinget apa yang dia lakuin tadi malam...

Ya, aku memang melanggar aturan tapi itu bukan karena aku sengaja. Kondisinya darurat, dan aku ngelakuin itu buat nolong dia. Tapi tetap aja, apa yang dia lakuin ke aku nggak benar. Sentuhannya... masih kebayang di kulitku walau udah mandi lama-lama.

Bedanya sekarang, dia sadar penuh. Nggak mabuk. Dia pasti inget semuanya malam waktu aku masuk kamarnya, dan juga apa yang terjadi semalam. Aku muak karena kami tinggal bareng, soalnya itu berarti aku nggak punya tempat buat sembunyi. Padahal, bahkan kalaupun bisa, aku nggak yakin bisa benar-benar sembunyi dari dia.

Tapi semua itu nggak bikin pagi ini lebih gampang.

Aku masih bingung mau ngomong apa atau pasang muka kayak gimana. Rayza masih bikin aku gelisah, bikin aku ngerasa waspada tiap kali dia deket.

Dengan setengah nekat, aku jalan keluar dari balik pintu dan pelan-pelan jalan mendekat ke meja makan tempat Rayza duduk.

Kita memang sepakat buat hidup terpisah selama sebulan ini, dan aku nggak keberatan sama sekali. Tapi tetap aja, aku harus menepati bagian dari kesepakatan. Aku harus ngelakuin sesuatu buat Rayza hari ini. Masakin sarapan terus tinggalin di meja kayak biasanya? Kayaknya udah nggak cukup. Aku harus mikir… mau ngapain buat dia?

“Selamat pagi, Nona Maya. Mau kue sama teh?” tanya Bibi sambil nyamperin aku, wajahnya cerah banget seperti biasa, pas lihat aku duduk di seberang Rayza di meja makan.

Sementara itu, Rayza masih fokus ke tehnya dan ponsel di tangan kayak aku tuh nggak eksis di dunia yang sama. Aku cuma bisa muter bola mata, kesel sendiri, walau yakin dia juga nggak bakal peduli.

“Tehnya aja deh, Bi. Makasih,” jawabku sambil nyoba senyum ramah.

“Makan kue bikin Tuan Rayza cepat pulih dari mabuk semalam, lho. Suasana hatinya juga jadi lebih enak,” kata Bibi dengan nada riang sambil menuangin teh ke cangkirku dan cangkir dia.

Aku nyeruput teh itu pelan-pelan, lumayan kaget juga pas ngerasain aroma buah yang lembut banget. Wangi dan hangat. Jadi, ini teh favoritnya Rayza? Rasanya... nggak nyangka aja cowok kayak dia suka hal-hal manis dan ringan begini. Teh buah sama kue manis? Jauh banget dari image dia yang biasanya dingin, galak, dan susah didekati.

Dari balik cangkir, aku ngelirik ke arahnya. Rayza pakai kemeja putih yang dikancingin asal-asalan cuma separuh jadi bagian dada atletisnya kelihatan. Celana jins biru muda yang dia pakai juga terlihat santai, cocok banget sama rambut pirangnya yang masih basah dan disisir seadanya ke belakang. Dia kelihatan... beda. Tapi tetap aja tatapannya nempel di layar ponsel.

“Tatap terus, kenapa? Kamu suka sama yang kamu lihat?” tanyanya tiba-tiba, bikin aku nyaris tersedak karena kaget. Reaksiku lambat banget sampai nggak sempat nutupin ekspresiku.

Yang bikin tambah nyebelin, dia ngomong gitu tanpa sekalipun ngeliat ke arahku. Matanya masih nempel di layar, jarinya ngetik santai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!