NovelToon NovelToon
The Path Of The Undead That I Chose

The Path Of The Undead That I Chose

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Roh Supernatural / Kontras Takdir / Summon
Popularitas:314
Nilai: 5
Nama Author: Apin Zen

"Dalam dunia yang telah dikuasai oleh iblis, satu-satunya makhluk yang tersisa untuk melawan kegelapan… adalah seorang yang tidak bisa mati."



Bell Grezros adalah mantan pangeran kerajaan Evenard yang kini hanya tinggal mayat hidup berjalan—kutukan dari perang besar yang membinasakan bangsanya. Direnggut dari kematian yang layak dan diikat dalam tubuh undead abadi, Bell kini menjadi makhluk yang dibenci manusia dan diburu para pahlawan.

Namun Bell tidak ingin kekuasaan, tidak ingin balas dendam. Ia hanya menginginkan satu hal: mati dengan tenang.

Untuk itu, ia harus menemukan Tujuh Artefak Archelion, peninggalan kuno para dewa cahaya yang dikabarkan mampu memutuskan kutukan terkelam. Dalam perjalanannya ia menjelajah dunia yang telah berubah menjadi reruntuhan, menghadapi para Archfiend, bertemu makhluk-makhluk terkutuk, dan menghadapi kebenaran pahit tentang asal usul kekuatannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan yang Menguntit

Langkah Bell dan Lythienne terhenti ketika mereka mendengar derap kaki dari arah timur hutan. Suara itu bukan milik binatang—terlalu teratur, terlalu yakin. Dari balik kabut tipis, muncullah sosok berambut hitam panjang yang berkilau lembut terkena cahaya bulan. Matanya menyala bagaikan bara yang tersimpan di kedalaman malam.

“Bell…” Suara itu mengalun, dingin namun sarat kelegaan.

Bell menatapnya sejenak, lalu mengangguk. “Eryndra. Jadi kau berhasil menemukan kami.”

Eryndra melangkah mendekat, pandangannya singkat tertuju pada Lythienne. “Kukira kau sudah hilang di balik Menara Aether. Ternyata kau malah bersekutu dengan peri.” Nada suaranya bukan marah, tetapi waspada—seperti pemburu yang baru menemukan seekor serigala berjalan di samping rusa.

Bell hendak menjawab, namun suara tawa ringan terdengar dari arah lain. Dari balik pepohonan, muncullah tiga sosok asing. Aura mereka langsung membuat udara di sekitarnya berat.

Yang pertama, seorang pria berperisai perunggu dengan tombak panjang, matanya redup namun menusuk seperti mata elang yang mengintai mangsa.

Yang kedua, seorang wanita berselimut jubah merah dengan simbol tak dikenal di dadanya, mengusung sebuah buku tebal yang memancarkan cahaya samar—setiap langkahnya membuat tanah seperti berdesir.

Yang ketiga, sosok ramping bertopeng gelap, membawa belati ganda yang bergerak seakan punya nyawa sendiri.

Pria bertombak itu menatap Bell. “Jadi ini… sang Abadi. Pemegang dua fragmen.”

Bell mengangkat dagunya sedikit. “Dan kalian?”

Wanita berjubah merah menyeringai. “Para pemburu, sama sepertimu. Bedanya, kami tidak terikat sumpah atau tujuan selain menguasai kekuatan itu. Apa yang kau miliki, akan menjadi milik kami—entah kau menyerahkannya atau tidak.”

Lythienne maju setengah langkah, busurnya terangkat. “Kalau kalian mencari masalah, kalian akan mendapatkannya sekarang.”

Namun Eryndra mengangkat tangannya, menahan. “Jangan. Mereka tidak akan menyerang… belum.”

Hening itu terasa tegang, seolah semua hanya menunggu siapa yang bergerak lebih dulu.

Bell tahu, pertemuan ini bukan kebetulan. Ini adalah simpul takdir—titik di mana jalan para pemburu, penjaga, dan sang Abadi akan mulai terjalin… dan mungkin saling menghancurkan.

Udara di hutan terasa semakin berat, seolah setiap helai kabut yang melayang mengandung bisikan yang tidak dimaksudkan untuk telinga manusia. Bell berjalan di depan, langkahnya mantap namun penuh kewaspadaan. Di belakangnya, Lythienne dan Eryndra mengikuti, mata mereka sesekali menoleh ke arah pepohonan yang seakan bergerak ketika tak ada angin.

“Sejak kita meninggalkan persimpangan itu, mereka tetap mengikuti,” gumam Lythienne lirih.

“Aku tahu,” jawab Bell tanpa menoleh. “Tapi mereka tidak akan menyerang di sini. Terlalu banyak mata yang mengawasi.”

Eryndra mengerutkan kening. “Mata… maksudmu bukan sekadar pemburu lain?”

Bell hanya meliriknya singkat, dan itu sudah cukup membuat Eryndra mengerti bahwa ada sesuatu yang lebih berbahaya dari sekadar manusia atau iblis yang menguntit mereka.

Perjalanan mereka membawa mereka ke sebuah tebing tinggi yang menghadap lembah berkabut. Di kejauhan, tampak reruntuhan menara setengah runtuh—tempat yang menurut fragmen pertama, menjadi kunci menemukan jalur menuju fragmen berikutnya.

Namun ketika mereka hendak menuruni jalan setapak, suara ranting patah terdengar dari belakang. Lythienne segera memutar tubuhnya, busur terangkat. Eryndra pun meraih belatinya.

Dari balik kabut, samar-samar terlihat siluet seseorang—tinggi, kurus, dan bergerak perlahan seperti sedang mempertimbangkan langkah berikutnya.

Sosok itu berhenti tepat di batas kabut, lalu berkata dengan suara berat yang menggema di udara:

“Langkah kalian membawa kalian semakin dekat pada kehancuran… dan aku akan memastikan kalian sampai di sana.”

Bell menatapnya tajam. “Siapa kau?”

“Bayangan,” jawabnya singkat. “Bayangan yang tidak akan berhenti sampai semua fragmen berada di tangan yang seharusnya.”

Dalam sekejap, sosok itu menghilang, meninggalkan hawa dingin yang menusuk tulang.

Eryndra menatap Bell. “Sepertinya kita bukan satu-satunya yang tahu apa yang menunggu di depan.”

Bell hanya menghela napas, lalu kembali melangkah. “Itu sebabnya kita harus sampai lebih dulu.”

Di balik kabut, mata-mata lain—entah manusia, iblis, atau sesuatu yang lebih tua dari keduanya—terus mengawasi, menunggu momen ketika semua pihak saling menerkam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!