NovelToon NovelToon
TERJEBAK DI DALAM PELUKAN MANIPULASI By NADA

TERJEBAK DI DALAM PELUKAN MANIPULASI By NADA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Trauma masa lalu / Kekasih misterius
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: nandra 999

Sebuah kisah tentang cinta yang berubah menjadi jeruji. Tentang perempuan yang harus memilih: tetap dalam pelukan yang menyakitkan, atau berjuang pulang ke dirinya sendiri.
Terjebak di Pelukan Manipulasi menceritakan kisah Aira, seorang perempuan yang awalnya hanya ingin bermitra bisnis dengan Gibran, pria karismatik .

Namun, di balik kata-kata manis dan janji yang terdengar sempurna, tersembunyi perangkap manipulasi halus yang perlahan menghapus jati dirinya.

Ia kehilangan kontrol, dijauhkan dari dunia luar, bahkan diputus dari akses kesehatannya sendiri.

Ini bukan kisah cinta. Ini kisah bagaimana seseorang bisa dikendalikan, dikurung secara emosional, dan dibuat merasa bersalah karena ingin bebas.

Akankah Aira menemukan kekuatannya kembali sebelum segalanya terlambat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nandra 999, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab - 28 Saat Luka Menjadi Kekuatan

Pagi itu, matahari menyinari Rumah Cahaya Aira dengan cahaya keemasan yang hangat. Setelah badai fitnah yang hampir mengguncang segalanya, rumah itu berdiri lebih kokoh. Tidak secara fisik , melainkan secara jiwa.

Di ruang tengah, Aira menggelar pertemuan kecil. Di hadapannya duduk belasan perempuan dari berbagai latar belakang.

Ada yang masih trauma, ada yang baru saja keluar dari hubungan toxic,dan ada yang datang karena membaca tulisannya yang viral.

“Mulai hari ini, Rumah Cahaya Aira bukan cuma tempat tinggal sementara,”

kata Aira pelan namun tegas.

“Tempat ini akan jadi ruang belajar. Ruang bicara. Ruang menulis. Ruang menyembuhkan. Ruang merdeka.”

Aira memulai program baru bernama

"Dari Luka Jadi Karya".

Isinya...

pelatihan menulis, pembuatan kerajinan tangan, pelatihan berbicara di depan umum, bahkan kelas daring untuk literasi digital dan hukum perlindungan perempuan.

Setiap kelas dibuka dengan sesi kecil di mana peserta boleh membagikan cerita jika mereka mau.

Tak ada paksaan. Hanya pelukan, air mata, dan keberanian yang tumbuh pelan-pelan.

Santi kini menjadi mentor untuk penyintas baru. Mira yang dulu pemalu, sekarang mengajar kelas keterampilan.

Maya yang pernah diintimidasi, kini menyusun panduan hukum sederhana bersama Aira.

Rumah Cahaya Aira perlahan berubah menjadi komunitas mandiri.

Namun, bukan berarti tantangan usai.

Suatu hari, Aira mendapat kabar dari LSM bahwa seorang penyintas muda,

Delia (20 tahun), gagal melarikan diri karena keluarganya mengembalikannya ke pelaku.

Mereka berkata,

“Kamu harus sabar sebagai istri.”

Berita itu membuat Aira terpukul.

Ia duduk berjam-jam di balkon, menatap langit mendung.

“Aku ingin bantu semua orang,”

katanya pelan kepada Santi.

Santi menjawab,

“Tapi Mbak juga mengajarkan kami satu hal...

Kita tidak bisa menyelamatkan semua orang.

Tapi kita bisa menyelamatkan satu per satu. Dan itu cukup.”

Keesokan harinya, Aira kembali menulis.

Bukan artikel, bukan cerpen.

Tapi buku. Ia menamai naskahnya:

“Rumah dari Luka, Dinding dari Doa”

Buku itu berisi kisah nyata, pelajaran, dan langkah-langkah praktis untuk perempuan yang ingin mulai pulih.

Ia tak tahu apakah buku itu akan terbit.

Tapi ia menulisnya karena tahu...

Cerita memiliki kekuatan.

Malam itu, Aira mengadakan sesi menulis malam bersama para penghuni.

Di dinding, terpampang kalimat yang ditulis bersama-sama.

Kami bukan korban. Kami pejuang. Dan setiap luka kami adalah batu pijakan menuju kebebasan."

Satu per satu mereka membacakan tulisan. Ada air mata. Ada tawa. Tapi tak ada lagi ketakutan.

Dan di sudut ruangan, Aira duduk sambil tersenyum.

Ia tidak lagi sendirian. Ia tidak lagi terbungkam.Dan lukanya telah tumbuh menjadi kekuatan.

Beberapa minggu setelah program

“Dari Luka Jadi Karya” dimulai, Rumah Cahaya Aira makin ramai.

Bukan dengan suara gaduh, tapi dengan tawa dan obrolan yang hangat.

Meja makan tak lagi sunyi, ruang depan penuh dengan hasil kerajinan, dan di sore hari, aroma masakan rumahan menguar dari dapur kecil.

Aira sering berdiri dari kejauhan, memperhatikan mereka.

Dalam hatinya, ia tahu rumah ini bukan lagi sekadar tempat tinggal. Tapi tempat pulang, untuk hati-hati yang pernah kehilangan arah.

Beberapa hari kemudian, Aira menerima undangan dari salah satu universitas swasta. Mereka ingin Aira hadir sebagai pembicara tamu dalam kelas studi gender dan perlindungan perempuan.

Awalnya Aira menolak. Ketakutan lama menyusup kembali . takut dihakimi, takut dianggap lebay, takut dianggap menyebar aib.

Tapi Santi, yang diam-diam mendengar kabar itu, berkata,

“Mbak… suara Mbak bukan cuma penting untuk kami, tapi untuk dunia yang belum mengerti kami.”

Dan Aira pun berkata,

“Kalau bukan kita yang bicara, siapa lagi?”

Hari presentasi itu datang. Aira mengenakan kemeja putih dan kerudung warna pastel.

Di depan puluhan mahasiswa dan dosen, ia bicara bukan sebagai korban, tapi sebagai penyintas yang bertahan dan bangkit.

Ia menceritakan tentang Rumah Cahaya Aira, tentang luka-luka yang tak kelihatan, tentang perempuan yang dipaksa diam karena budaya, dan tentang bagaimana satu tangan yang terulur bisa mengubah hidup seseorang.

Di akhir presentasi, kelas berdiri dan bertepuk tangan. Salah satu dosen berkata,

“Suara Anda hari ini akan tinggal di hati kami lebih lama dari teori mana pun.”

Malam harinya, Aira duduk di ruang tengah. Di sekelilingnya, beberapa penghuni sedang membuat lilin aromaterapi untuk dijual online. Seseorang memutar lagu pelan dari radio.

Aira tersenyum sendiri. Dulu, ia tak tahu apakah ia akan bisa hidup tenang. Tapi malam ini, ia tahu...

meski hatinya pernah runtuh, ia berhasil membangun rumah dari jerit usahanya sendiri.

Dan rumah itu kini menyala untuk banyak orang.

Tapi konflik dengan Gibran belum kelar.

Kali ini tidak sekedar lewat bayangan atau ancaman anonim.

Tapi secara Langsung dan berani.

Kekuatan yang mulai tumbuh dalam diri Aira diuji jauh lebih cepat dari yang ia bayangkan.

setelah ia mulai menulis dan menjalin hubungan dengan komunitas penyintas, semuanya tampak membaik.

Ia sudah bisa tersenyum tulus saat menatap cermin. Sudah bisa tertawa kecil saat mengobrol dengan perempuan-perempuan lain yang sedang mencari Tumpuan.

Tapi ia sadar, pertempurannya belum selesai. Bahwa kekuatan yang ia miliki akan diuji sampai batas paling tajam. Tapi ia juga tahu satu hal.

Aira tidak akan lari. Ia akan melawan.

Karena ia tahu waktunya melawan telah datang.

Malam itu, ia membuka kembali catatan di laptop semua bukti, semua memori kelam yang pernah ia dokumentasikan.

Ia rangkum semuanya dalam satu folder:

"Kebenaran Aira"

Dalam hatinya berkata :

"Aku nggak mau dia menyakiti perempuan lain. anak-anak yang nggak tahu apa-apa."

Matanya mulai berkaca. Kali ini bukan karena takut.. tapi karena ia tahu.

Pertarungannya baru saja dimulai.Dan nyawa seseorang mungkin sedang dipertaruhkan.

1
gaby
Jgn2 Gibran pasien RSJ yg melarikan diri.
gaby
Di awal bab Gibran selalu mengatakan cm Gibran yg mau menerima Aira yg rusak. Dan kata2 Aira rusak berkali2 di sebutkan di bab pertama. Maksud Rusak itu gmn y thor?? Apa Aira korban pelecehan atau korban pergaulan bebas??
gaby
Smangat thor nulisnya. Ternyata ini novel pertamamu di NT y. Tp keren loh utk ukuran pemula, ga ada typo. Dr awal bab aja dah menarik, Gibran si pria manipulatif
Robert
Suka banget sama cerita ini, thor!
nandra 999: Thks yeah 🥰
total 1 replies
Gấu bông
Terinspirasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!