NovelToon NovelToon
SERENA (Aku Ingin Bahagia)

SERENA (Aku Ingin Bahagia)

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Anak Yatim Piatu / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Guru Jahat
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Nita03

Doa Serena setiap waktunya hanya ingin bahagia, apakah Serena akan merasakan kebahagiaan yang dia impikan? atau malah hidupnya selalu di bawah tekanan dan di banjiri air mata setiap harinya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita03, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Halaman Dua Puluh Enam

***

Hari itu, matahari bersinar lembut menyusup lewat tirai kantor lantai paling atas tempat Hafiz biasa menghabiskan waktunya. Pukul masih menunjukkan jam 08:15, tapi Hafiz sudah tiba setengah jam lebih awal. Suasana pagi terasa berbeda—lebih tenang, lebih... ringan.

Tidak ada notifikasi dari ibunya.

Tidak ada pesan panjang yang memaksanya memilih jalan yang tidak diinginkan.

Dan, untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, pintu kantornya tidak dibuka tiba-tiba oleh Airin dengan wajah manis namun penuh kepura-puraan. Hafiz menghela nafas lega sambil menyesap kopi hangat yang disiapkan oleh staf pantry.

Hari ini... rasanya seperti hari biasa.

Dan justru itu yang membuatnya merasa damai.

Sekitar pukul sembilan lebih, Hafiz turun ke divisi umum—alasan formalnya untuk melihat progres sistem baru yang sedang mereka uji, tapi alasan sebenarnya… untuk bisa melihat seseorang.

Dan benar saja, di meja ketiga dari kiri, Serena duduk dengan rambut dikuncir rapi, mengenakan blus putih sederhana dan celana bahan abu gelap. Wajahnya memang belum seratus persen cerah, tapi tidak terlihat selama beberapa hari lalu.

Matanya fokus menatap layar, jari-jarinya lincah mengetik laporan bulanan yang diminta oleh supervisor divisinya.

Hafiz berdiri sejenak di depan pintu ruangannya, memperhatikannya dari kejauhan—bukan dengan tatapan kekasih, tapi seperti seseorang yang menemukan ketenangan hanya dari melihat orang yang ia pedulikan baik-baik saja.

Setelah beberapa menit, ia melangkah mendekat.

"Serena," panggilnya pelan.

Serena langsung mendongak, sedikit terkejut tapi tetap memberikan senyum tipis. "Oh, Pak Hafiz. Ada yang bisa saya bantu?"

Hafiz tersenyum singkat. "Lagi kerja laporan bulanan, ya?"

"Ya, tadi Mbak Rina minta dicek ulang datanya sebelum dikirim ke bagian keuangan."

“Bagus. Tapi jangan terlalu dipaksain juga ya, kamu baru aja sakit.”

Serena tertawa kecil. “Kalau kerjaan ditunda terus, nanti malah numpuk, Pak.”

Hafiz mengangguk. "Tapi janji ya, kalau mulai pusing atau capek, langsung istirahat. Aku serius."

Nada suara Hafiz agak menurun, dan untuk sesaat mata mereka saling bertemu lebih lama dari biasanya. Ada jeda sunyi yang tidak canggung, justru terasa hangat... akrab.

Serena mengangguk, kali ini lebih lembut. “Baik, Pak.”

Saat Hafiz hendak pergi, Mbak Rina mengangkat tangan kecil seperti anak sekolah yang ingin bertanya.

“Pak Hafiz, sekalian nanya, sore nanti kita pada lembur, jadi boleh nggak minta makan malam disediakan kantor kayak minggu lalu?”

Hafiz tertawa. “Boleh, nanti saya minta bagian GA urus. Mau apa menunya?”

Fifi langsung berseru, “Ayam geprek, Pak!”

Serena ikut tersenyum melihat rekan-rekannya yang ramai.

“Baiklah, ayam geprek dan nasi hangat, noted,” kata Hafiz, berpura-pura serius mencatat di ponselnya.

Sebelum kembali ke lantai atas, Hafiz sempat berdiri lagi di sisi Serena. “Nanti malam, kamu jangan pulang sendiri, ya. Aku antar pulang.”

Serena tampak ragu, tapi kemudian berkata pelan, “Kita lihat nanti, Pak.”

Hafiz menatapnya sebentar. Senyuman kecilnya mengembang, lalu ia pun pergi.

Sepanjang hari, entah mengapa waktu terasa lebih cepat dari biasanya. Hafiz benar-benar bisa fokus bekerja. Tak ada gangguan dari Airin, tak ada tekanan dari Bu Farhana. Bahkan saat istirahat makan siang, ia kembali turun dan duduk semeja dengan beberapa staf umum, termasuk Serena.

Obrolan ringan pun mengalir—tentang makanan favorit, masa sekolah, bahkan film yang sedang populer di platform digital. Hafiz lebih banyak mendengarkan, tapi sekali-dua kali ia ikut tertawa ketika Fifi menceritakan kejadian lucu di rumah kosnya.

Serena terlihat jauh lebih rileks saat itu. Senyumnya tak lagi setengah hati, dan ia mulai terbiasa menyisipkan komentar santai di tengah obrolan.

Setelah makan siang, Hafiz berjalan keluar kantin bersama Serena yang hendak kembali ke meja kerjanya.

Di antara langkah-langkah pelan menuju lift, Hafiz akhirnya berkata, “Serena... aku senang hari ini kamu kelihatan lebih baik.”

Serena mengangguk pelan. “Terima kasih, Pak. Hari ini... memang terasa lebih ringan.”

Hafiz meliriknya sebentar. “Mungkin karena nggak ada yang gangguin kita, ya?”

Serena tersenyum kecil. “Mungkin.”

Lift terbuka, dan mereka masuk bersama, berdiri berdampingan dalam diam. Tapi tak satupun dari mereka merasa perlu berbicara. Kadang, keheningan juga bisa menjadi bahasa paling jujur.

Hari itu berakhir dengan tumpukan pekerjaan yang terselesaikan, tawa kecil di sela kesibukan, dan—bagi Hafiz—hari tanpa tekanan adalah anugerah sederhana yang sangat ia syukuri.

Dan bagi Serena, hari itu menjadi bukti bahwa... bersamanya, ia bisa tertawa lagi. Meski sebentar.

.

Malam turun pelan, menyelimuti gedung-gedung kantor yang sebagian besar mulai lengang. Tapi di lantai tempat Serena bekerja, suasana masih cukup hidup. Lampu-lampu di beberapa ruangan masih menyala. Meja-meja terisi dengan suara ketikan keyboard, obrolan pelan, dan aroma kopi instan yang mulai menyebar dari pojok pantry.

Serena duduk tegak di depan layar monitornya. Rambutnya digelung seadanya dengan jepitan, tangan kirinya menopang dagu. Ia sudah menyelesaikan sebagian besar revisi laporan, tapi masih memeriksa satu-dua angka yang dirasa belum cocok. Di mejanya, ada sebungkus nasi ayam geprek dan botol air mineral yang tadi dikirim bagian GA sesuai permintaan Hafiz.

Sementara Jaja dan Andra asyik dengan grafik dan data, Fifi dan Mbak Rina beberapa kali tertawa kecil—entah membahas topik apa, mungkin soal serial drama Korea kesukaan mereka. Serena hanya sesekali menimpali, senyumnya pelan tapi tulus.

Hafiz muncul sekitar pukul 20.15. Ia tak langsung masuk ruangan, hanya berdiri sebentar di balik kaca, memperhatikan suasana di dalam. Saat matanya menangkap Serena yang sedang serius meneliti layar, senyum kecil muncul di bibirnya.

Beberapa menit kemudian, Hafiz melangkah masuk dengan langkah tenang. Semua langsung menoleh.

“Wah, Pak Hafiz nongol malam-malam gini,” canda Mbak Rina.

Hafiz tertawa pendek. “Cuma mau ngecek suasana. Luar biasa ya semangatnya.”

Andra menunjuk meja makan kecil di pojok. “Masih ada ayam geprek kalau Bapak mau.”

“Aduh, takut kalah pedas sama kalian,” timpal Hafiz santai, lalu matanya jatuh ke arah Serena. “Sudah capek, belum?”

Serena menoleh, menyambut dengan senyum kecil. “Lumayan. Tapi sebentar lagi kelar.”

Hafiz mengangguk, lalu berjalan pelan ke mejanya. Ia berdiri di sisi kursinya. “Kalau sudah selesai, aku antar pulang, ya? Udah malam.”

Serena sempat ingin menolak, tapi Hafiz lebih dulu bicara, suaranya lebih pelan dan pribadi, “Nggak usah nolak. Cuma pengen tahu kamu pulang dengan aman. Itu aja.”

Kali ini, Serena hanya mengangguk. Ia tidak ingin merusak malam yang sudah cukup tenang.

Pukul 21.10, Serena merapikan tasnya. Mbak Rina dan Fifi sudah lebih dulu pulang karena berkas mereka selesai lebih cepat. Hanya tersisa Andra dan Jaja yang masih merapikan file digital sebelum dikirim lewat email. Hafiz pun sudah berdiri di dekat pintu ruangan, menunggu Serena selesai.

“Udah?” tanya Hafiz saat Serena berdiri.

“Udah. Terima kasih ya, Pak.”

“Jangan panggil 'Pak' terus, kayak kita lagi rapat dinas,” goda Hafiz sambil tertawa.

Serena tersipu, tapi tetap tersenyum. “Baiklah...Mas Hafiz.”

Mereka turun bersama lewat lift, tidak banyak bicara tapi terasa nyaman. Hafiz membukakan pintu mobilnya, dan Serena masuk dengan hati-hati. Mobil hitam itu melaju perlahan meninggalkan pelataran gedung.

1
Yuni Ngsih
Duh Author ada orang yg ky gtu pdhal masih klwrga ,hrsnya membimbingnya bkn memarahinya cerita kamu bafu nongol bikin ku marah & kezel Thor ,kmu sih yg bikin ceritra bgs banget jd yg baca kbw emozi ....he....lanjut tetap semangat
Nita: terima kasih kak, udah mampir.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!