NovelToon NovelToon
Sillent Treatment Suamiku

Sillent Treatment Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Fay :)

Sinopsis



Ini berawal dari Nara yang dijodohkan oleh Ayahnya dengan laki-laki dewasa, umur mereka terpaut selisih 15 tahun. Dimana saat itu Nara belum siap dari fisik dan batinnya.


Perbedaan pendapat banyak terjadi didalamnya, hanya saja Rama selalu memperlakukan Nara dengan diam (sillent treatment) orang biasa menyebutnya begitu.


Semua permasalahan seperti tak memiliki penyelesaian, finalnya hilang dan seperti tak terjadi apa-apa.


Puncaknya saat Nara kembali bertemu dengan cinta pertamanya, rasanya mulai goyah. Perbandingan antara diamnya Rama dan pedulinya Mahesa sangat kentara jauh.


Rama laki-laki dewasa, hatinya baik, tidak gila perempuan dan selalu memberikan semua keinginan Nara. Tapi hanya satu, Rama tak bisa menjadi suami yang tegas dan tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah bagi Nara.


Pertemuan dan waktu mulai mempermainkan hati Nara, akankan takdir berpihak dengan cinta Rama atau mulai terkikis karna masa lalu Nara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fay :), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28. bahkan diri ku tak sebanding dengannya

   Wangi taburan bunga mulai menyeruak, warna putih dan merah muda banyak mendominasi di antara warna-warna bunga kecil lainnya.

   Di tangannya menggenggam alat penyiram tanaman, senandung kecil keluar dengan nada pelan tapi lumayan merdu.

   Hangatnya mentari menemani, di antara semua yang ada, tumbuh kebahagiaan kecil saat melihat apa yang dirinya rawat tumbuh mekar dengan lebat.

   Senyumnya mengembang, “Mahesa ….” Ucap Nara tertahan, begitu pandangannya menangkap siluet perempuan yang keluar dari rumah Mahesa dan membuntuti langkah gagah laki-laki yang menemani Nara beberapa hari kemarin.

   Senyumnya langsung memudar, pandangan datar dan seperti ada yang menyentil hati kecil milik Nara.

   Antara rasa sedikit perih dan kagum, “wanita itu cantik sekali, wajahnya mendamaikan, auranya menarik semua mata memandang.” Ujar Nara mendefinisikan apa yang tengah ia lihat.

   Dalam otaknya hanya tertuju pada pemandangan serasi itu, perempuan yang tengah merangkul erat tangan Mahesa. Wajahnya berseri bak sepasang kekasih yang tak memiliki ujian hidup.

   Retina mereka bertemu, senyum tipis Nara terima dari wanita yang sejak tadi ia pandangi. Nara membalas dengan anggukan dan senyum kecil, ‘pantas sekali, dia wanita mandiri, lihat saja jika di bandingkan dengan ku, mungkin tak dapat se ujung kuku dari paras dan pintarnya dia.’

   Nara seperti menertawakan dirinya sendiri, melihat tubuhnya yang kini terbalut daster rumahan yang menurutnya nyaman sekali di tubuhnya. “Sedangkan dia ….” ucapnya menggantung.

   Wanita itu berjalan, memutar arah yang awalnya bukan ini tujuannya. Begitu berhadapan dengan Nara, “Hai Mbak ….” Sapanya, menggantungkan tangan meminta berjabat.

   Nara semakin tak enak hati, yang di pandang dari jauh saja dia sudah kekaguman dan sekarang tepat berada di hadapannya.

   “Mbak …” sapanya lagi karna tak mendapat balasan.

   Nara gelagapan, “eh, iya …” dirinya jadi salah tingkah, lekas menyimpan alat penyiram tanaman dan mengelap cepat tangannya yang aslinya tidak kotor.

   Nara membalas jabatan tangan dari wanita di depannya, “Nara …” ucapnya.

   “Gea …”

   Mahesa yang berdiri di belakang wanita bernama Gea itu, hanya diam memandang ke arah Nara, tatapannya tak sedikitpun berpindah pada wanita yang ia anggap sebagai kekasihnya.

   “Ayo masuk dulu, kita kenalan lebih banyak.” Ajak Nara sambil mempersilahkan ke arah rumahnya.

   “Sudah mbak kapan-kapan saja, kita masih mau keluar. Nanti aku main lagi kesini.” Ujarnya menjelaskan.

   “Oh gitu ya, ya sudah aku tunggu ya.” Balas Nara.

   “Ya sudah, aku pergi dulu ya.” Pamitnya ke arah Nara, “yuk Mas …” Gea menggandeng tangan Mahesa mesra sekali.

   Nara menjatuhkan pandangan pada tangan yang saling bertaut itu, ada sedikit retak di dalam dadanya. Refleknya menyentuh dada yang seperti ada yang tak mengenakkan perasaannya sendiri.

*

*

*

   Nara begitu kesepian, biasanya ada Mahesa yang mengganggu harinya, tapi sekarang entah apa saja yang sudah Mahesa lakukan dengan istrinya.

   Nara menyibukkan diri agar tak memfokuskan pikiran pada hal-hal yang ingin dia cemburui. Memasak, menemani Aiden bermain, beberes rumah, namun apa yang di harapkannya selalu hinggap tanpa di pinta.

   Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk di kamarnya, bahkan tubuhnya cukup lelah sekarang.

   Denting ponsel berbunyi, dengan malas Nara beranjak meraih ponsel yanh tergeletak di atas meja rias di kamarnya.

   > “Mahesa : Ra besok Gea akan pergi berbelanja, biasanya dia akan lama. Besok aku kirim pesan lagi, kamu kesini ya Sayang.”

   Begitu isi pesan yang tertulis. Bibirnya maju ini seperti lagi kucing-kucingan menurut Nara.

   > “Ya …” balasnya singkat.

   Belum juga ponsel yang di genggamnya menyentuh meja, tapi dering ponsel pesan masuk kembali berbunyi.

   > “Mas Rama : Nara tolong do’akan aku, semoga dipermudah dalam segala urusan.”

   Pesannya ambigu, Nara bingung entah apa yang sebenarnya Rama kerjakan sekarang. Masih ada rasa belas kasih saat membayangkan manis yang mereka lalui, tapi amarahnya masih tertanam saat malam kelam itu yang menurut Nara sulit di maafkan.

   > “Iya Mas.” Balas Nara.

*

*

*

   Seperti biasa rutinitas yang biasa Nara lakukan, pagi yang kali ini berbeda cuacanya lumayan mendung, tapi hujan belum turun. Hawanya dingin bahkan menyeruak pada tulang dan sendi.

   Remot tv hanya menggulir ke atas ke bawah, tak menemukan selera yang pas pada tayangan di depannya, hambar menurut Nara.

   “Bu, ponsel Ibu dari tadi bunyi.” seru Mbak Mirna, sambil menyerahkan ponsel bersofe case warna biru muda ke depan Nara.

   “Oh, iya Makasih ya Mbak.” Nara membalas dengan senyum tipis ia berikan.

   Rupanya panggilan tak terjawab dan beberapa pesan masuk dari Mahesa.

   Belum juga Nara membuka isi pesan yang akan ia baca, dering ponsel kembali berbunyi, panggilan masuk dari Mahesa.

   Nara meletakkan ponsel ke arah depan telinganya begitu panggilan ia terima, “Nara kamu kemana aja, dari tadi di telfon gak di angkat, di kirim pesan nggak di baca. Aku dari tadi nungguin, ini aku mau samperin kamu, soalnya kelamaan.” nyerocosnya panjang.

   “Aku lagi nonton televisi, hpnya aku simpen di kamar Sa.” ucap Nara membela diri.

   “Ya udah buru kesini ya Sayang aku tunggu.” Nadanya menyuruh.

   “Hemm …” balasnya lagi, panggilannya langsung ia putus.

   Nara beranjak dari sofa di depan televisi layar lebar miliknya, “Mbak, saya masih mau keluar sebentar ya. Aiden jangan di bangunin, mungkin dia lagi enak tidur dingin-dingin gini.” Perintahnya ke arah pengasuh yang sekarang duduk manis di dekat ranjang milik Aiden.

   “Iya bu.” Jawabnya patuh tanpa banyak tanya.

*

*

*

   Tangannya baru menyentuh pintu, akan memanggil penghuni di dalamnya, belum juga bersuara, tapi pintu langsung terbuka.

   Tangan Nara yang menggantung, langsung Mahesa tarik ke dalam.

   Begitu masuk, cumbuan langsung menyerang bibir Nara. Seperti sepasang kekasih yang tak berlemu lama, padahal ini hanya kemarin yang bertemu. Nara sampai ke susahakan mengimbangi sikap Mahesa.

   Nara berusaha melepaskan pagutan mereka dengan susah payah, “kenapa sih kamu Sa, keburu banget, sakit tau.” Rengek Nara menyentuh bibirnya yang kebas.

   “Aku kangen kamu Ra.” ucapnya, Mahesa hendak mencumbu Nara lagi, tapi Nara berusaha mengelak, “kenapa?” Tanyanya heran. 

   Nara memandang ragu ke arah Mahesa, “ini yakin istri mu nggak akan pulang?” Tanyanya.

   “Dia itu lama kalo belanja dan ke salon Ra, bisa seharian. Ini waktu yang pas buat kita, menghabiskan waktu berdua.” Jelasnya sangat meyakinkan. 

   Nara menarik tangan Mahesa ke sofa di ruang tamu. Nara duduk menggenggam tangan Mahesa kuat, pandangannya tulus, “Sa, Gea itu begitu cantik, pesonanya begitu menarik. Bahkan jika di banding dengan ku, aku bukan sebandingnya.” tuturnya pelan berusaha menjelaskan, meski dihatinya seperti ada goresan saat mengucapkan. 

   “Kenapa, kamu masih seperti ini Sa!” Tekan Nara, suaranya sedikit tertahan di kerongkongan. 

   Mahesa yang mendengar perkataan Nara, amarahnya sedikit naik, “Nara aku nggak suka kamu terlalu merendahkan diri mu sendiri, yang bisa menilai kamu dan dia itu aku. Apa kamu nggak bahagia sama aku, setelah banyak cinta bahkan tubuh mu sudah aku rasakan.” Ucapnya sedikit membentak. 

   Nara kaget dengan nada suara Mahesa yang naik, dia tidak pernah mendengar Mahesa berbicara dengan nada yang seperti ini. Bahkan ingin membela inginnya saja Nara tak lagi mampu. 

   Melihag reaksi Nara, Mahesa kelabakan, “Maafkan aku Nara, aku kelepasan. Aku jujur, aku begitu menginginkan waktu kita habis bersama. Aku masih memutar otak ingin menyudahi hubungan ku dengan Gea dan masalah kamu aku sudah pegang sedikit bukti.” terangnya memberikan sedikit pengaruh terhadap Nara. 

   “Jangan asal menyudahi Sa, ini nggak semudah itu. Biar terus mengalir sampek mana waktu yang menentukan akhir dari segalanya.” Ucap Nara, pandangannya mengerut sedikit heran dengan sikap Mahesa yang terlalu egois. 

   “Dan untuk bukti, apa yang kamu punya Sa?” sambung Nara lagi begitu penasaran. 

   Mahesa mengembangkan senyumnya memberikan keyakin, “nanti akan aku jelaskan, sekarang kamu harus yakin dengan cinta ku dan perjuangan ku Nara.” Ucapnya kekeh. 

   “Aku percaya Sa, tapi …” Ucap Nara menggantung.

   Mahesa langsung merengkuh tubuh kecil milik Nara, “Nara cukup kamu percaya, semua akan baik-baik saja. Jangan pernah lagi merendahkan diri atau membanding-bandingkan, ini sudah pilihan ku. Aku begitu mencintai mu.” Tangannya mengusap pelan punggung Nara, ia paham pasti pikirannya tengah di serbu dengan ribuan kata yang mengucilkan dirinya sendiri.

   Mahesa menegakkan tubuhnya, tangannya ia gunakan untuk membelai halus wajah Nara, “aku akan menjelaskan apa yang sudah aku pegang tentang suami mu Ra, tentang malam yang mungkin menjadi malam paling buruk menurut mu.”

   Nara yang melihat kilatan cahaya dari mata Mahesa begitu percaya, hatinya begitu penasaran ingin tau segala yang terjadi sebenarnya, “Apa Sa? Jelaskan cepat!” Tekannya buru-buru.

~

1
Al Ghifari
bodoh bngt si Nara biar cepat ketahuan SM Rama ceraiin aja Rama istri tdk tau diri
Fay :): hehe.. sabar kaka 😁
total 1 replies
Al Ghifari
cepat ketahuan dong SM suaminya lgsg cerai aja
Fay :): ntar dulu, di perpanjang dulu ceritanya kak 😁
total 1 replies
L3xi♡
Nangis deh 😭
Fay :): sedih ya kak 😢😢
total 1 replies
pEyt
Jelasin semua dengan detail
Fay :): siap kak.
masih outor amatir, kritik dan sarannya sangat diperlukan.
terima kasih.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!