Kumpulan Cerita Pendek Horor
Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Mereka selalu memperhatikan kita, setiap waktunya. Tidak peduli itu pagi, siang, sore, atau malam. Selama 24 jam kita hidup bersama mereka.
Jangan merasa tenang ketika matahari masih muncul di hadapan kita. Mereka tetap akan memberitahu jika mereka ada, walaupun ketika matahari masih bertugas di langit atas. Bukan hanya malam, mereka ada setiap waktunya. 24 jam hidup berdampingan bersama kita.
Mereka ada, melakukan kegiatan layaknya manusia. Mereka bisa melihat kita, tetapi kita belum tentu bisa melihat mereka. Hanya ada beberapa yang bisa merasakan kehadiran mereka, tanpa bisa melihatnya.
Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu bersama mereka tanpa sadar. Apa yang akan kamu lakukan, jika mereka menampakkan dirinya di depan kamu. Mereka hanya ingin memberitahu jika mereka ada, bukan hanya kita yang ada di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ashputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Tertipu Suara Anak Ayam
"Bu... aku pulang Bu!!"
Seorang perempuan masuk ke dalam rumahnya yang terlihat sepi. Ia langsung melangkah menuju dapur yang berada di belakang rumah. Perempuan tersebut menghampiri ibunya yang sedang memasak.
"Bu," panggilnya.
Seorang wanita yang sedang memasak langsung menoleh saat seseorang memanggilnya. Ia tersenyum manis seraya menghampiri anak perempuannya itu, "akhirnya sampai."
Dinda langsung bersalaman dengan ibunya setelah ia selesai menaruh tas bawaannya, "Ibu sehat?"
"Alhamdulillah."
"Kamu dari sana jam berapa Din?" tanya ibunya seraya menaruh masakannya pada meja makan.
"Jam 8 Bu," jawab Dinda memberitahu.
Ibu Dinda menganggukkan kepalanya mengerti dengan jawaban anaknya, "kamu udah makan?"
Dinda menggelengkan kepalanya dengan pelan, "belum, tadi di bis cuman nyemil aja. Makannya nanti aja ya Bu. Aku mau istirahat dulu," ucapnya seraya masuk ke dalam kamar.
"Ya udah istirahat dulu, nanti kalau udah agak sorean Ibu bangunin."
"Oke."
Dinda masuk ke dalam kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia menghembuskan napasnya pelan seraya mengambil ponselnya yang berada di saku celana.
"Kak?"
Dinda menoleh ke asal suara, ia menatap adiknya yang berdiri di depan pintu kamarnya, "apa?"
"Oh beneran udah dateng."
Dinda berdecak sebal mendengar perkataan adiknya. Ia mencoba mengabaikan Rafiq yang masih berdiri di depan pintu.
"Ganti baju dulu sana kalau mau tidur, jangan bawa setan ke rumah," ujar Rafiq pada Dinda.
"Sembarangan lo," balas Dinda dengan kesal.
"Ganti baju biar gak bau badan juga," ujar Rafiq lagi.
"Iya nanti, gue lagi istirahat dulu. Pas mau tidur gue pasti ganti baju kok. Lagian gak nyaman juga tidur pakai baju gini," balas Dinda memberitahu.
"Ya udah," jawab Rafiq seraya pergi dari kamar Dinda.
Dinda berdecak sebal karena Rafiq pergi tanpa menutup pintu kamarnya kembali. Dengan malas ia beranjak dari kasurnya untuk menutup pintu kamarnya dengan rapat, "kebiasaan banget sih," ucapnya dengan kesal.
Ia kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan posisi miring ke arah kanan. Dari pagi hingga ia sampai di rumahnya, ia hanya tertidur sebentar di dalam bus. Total perjalanan tujuh jam dengan menggunakan bus membuat pinggangnya sedikit sakit.
Tiba-tiba saja rasa kantuknya datang saat ia sedang memainkan ponselnya. Dengan keadaan yang sedikit lelah, Dinda mulai memejamkan matanya. Tak membutuhkan waktu lama ia langsung terlelap dalam tidurnya, tertidur tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu.
•••
Kebiasaan Dinda saat malam hari yaitu mendengarkan lagu dengan volume full. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah dua pagi, hanya Dinda yang masih terjaga malam hari ini. Semua keluarganya sudah tertidur dengan pulas saat ini.
Jari Dinda terus menscroll dan mengetik beberapa kalimat di layar ponselnya. Kedua telinganya ia sumpal dengan earphone berwarna putih. Lagu yang terputar cukup kencang, sehingga jika ada orang yang memanggilnya tidak akan terdengar.
Dinda tidak bisa tidur malam ini, ia sudah tertidur cukup pulas siang tadi. Maka dari itu matanya masih terasa segar dan tidak ada tanda-tanda untuk tertidur.
Dinda menghentikan jarinya yang mengetik saat ia mendengar sesuatu. Terdapat jeda saat lagu satu berganti menuju lagu dua. Di saat itulah Dinda mendengar sesuatu yang cukup asing di telinganya. Ia mengedikkan bahunya tak acuh lalu kembali menscroll dan mengetik layar ponselnya.
Saat lagu dua berganti menuju lagu ketiga, ada jeda sedikit yang membuat Dinda kembali mendengar sesuatu. Ia kembali terdiam untuk mendengarkan suara asing yang terdengar di telinganya.
Dinda menghela napas pelan dan mencoba tak acuh. Tapi ketika ia sedang menikmati musiknya, suara asing itu terdengar kembali. Padahal lagu yang ia dengarkan masih belum berhenti. Dinda membuka salah satu earphonenya untuk memastikan jika ia memang mendengar suara dari balik jendela kamarnya.
"Ada kucing kejebak apa ya?" tanyanya pada diri sendiri.
Dinda mengubah posisinya menjadi duduk untuk mendengar dengan seksama suara yang asing di telinganya itu. Samping kamar Dinda merupakan taman kecil dengan dinding yang cukup tinggi. Beberapa kali kucing sering terjebak di taman kecil samping kamar Dinda itu. Salah satu cara agar kucing dapat keluar yaitu dengan membuka jendela besar yang terhubung dengan kamar Dinda dan ruang keluarga.
"Kaya suara anak kucing? Apa gue buka ya?" ucapnya dengan pelan. "Nanti deh, dengerin dulu. Lagian sebentar lagi juga subuh," ujarnya seraya mengedikkan bahunya tak acuh. "Maaf ya cing."
Dinda menyelesaikan kegiatannya, ia menyimpan ponsel dan earphonenya di nakas samping tempat tidur. Ia mulai memejamkan matanya dan berharap bisa langsung terlelap hingga pagi menjelang.
Belum ada beberapa menit memejamkan matanya, suara kucing di samping kamarnya kembali terdengar kencang. Ia mengerutkan keningnya bingung saat suara aneh yang ia anggap suara anak kucing terasa berbeda.
Dinda mengubah posisinya menjadi telentang untuk kembali mendengar suara asing di telinganya. Semakin lama suara yang ia dengarkan berubah menjadi suara rintihan perempuan. Ia terbelalak terkejut dan langsung mengubah posisinya menjadi duduk.
Dengan rasa takut yang ia tahan, Dinda keluar dari dalam kamar menuju kamar orang tuanya. Ia mengetuk pintu kamar orang tuanya dengan cepat karena perasaannya sudah tidak menentu saat ini.
"Pah... Mah... Ada kucing kejebak!!"
"Pah... Mah...."
Cklekk
"Kenapa Din?"
"Ada kucing kejebak di taman kecil," jawab Dinda tak yakin pada sang Ayah.
Ayahnya melangkah menuju kamar Dinda, lalu ia membuka gorden kamar Dinda dengan lebar, "gak ada," ucapnya seraya menyinari taman kecil yang terlihat gelap.
Dinda dengan perasaan tidak menentu menyalakan flash ponselnya untuk melihat ke arah dinding besar. Ia mengerutkan keningnya bingung saat di dinding tersebut terlihat kosong.
"Gak ada apa-apa Din," ucap ayahnya.
Dinda menghembuskan napasnya pelan, "tadi suaranya kaya anak kucing, tapi makin lama kaya suara rintihan perempuan gitu."
"Halu kali."
Dinda menggelengkan kepalanya dengan tegas, "gak, aku yakin banget suaranya berubah jadi suara rintihan gitu," jawabnya.
Ayah Dinda menghembuskan napasnya pelan, "ya udah Ayah yang tidur di sini, Ayah mau denger. Kamu tidur di kamar depan sama Ibu."
"Iya." Dinda langsung berbalik untuk melangkah menuju kamar orang tuanya. Ia langsung berbalik dengan memeluk bantal dari kamarnya, "padahal tadi beneran suaranya kaya perempuan nangis," gumamnya pelan.
Dinda menghela napas pelan dan mulai memejamkan matanya. Telinganya mendengar jika ayahnya di kamar belakang sedang menyalakan playlist sholawat. Ia akan mencoba bertanya pada ibunya besok, karena Dinda yakin jika itu bukan hanya sekedar suara anak kucing yang terjebak.
•••
"Lo denger juga Kak?" tanya Rafiq pada Dinda yang sedang sarapan.
"Apa?"
"Kata Ayah lo denger suara anak kucing, terus berubah jadi perempuan yang nangis," jelas Rafiq.
Dinda menganggukkan kepalanya, "iya, aneh deh. Masa berubah jadi suara perempuan nangis gitu. Padahal pas awal gue dengernya kaya suara anak kucing," ujarnya pada Rafiq.
"Kamu udah baca doa belum pas tidur?" tanya Ibu.
"Udah."
Rafiq menatap ke arah Ibunya yang sedang menyiapkan sarapan, "Ibu udah diceritakan Ayah?" tanyanya.
"Udah, sebelum berangkat kerja tadi Ayah cerita."
Rafiq menghela napas pelan, "gue juga pernah ngalamin gitu. Dari suara anak kucing jadi perempuan nangis. Gue awalnya biasa aja dan gak peduli, tapi pas lo cerita gue jadi curiga," ujarnya.
"Apa?" Dinda menatap bingung ke arah Rafiq.
"Kalau yang kita denger itu bukan anak kucing beneran, tapi sesuatu yang lebih menyeramkan."
"Apa yang lebih menyeramkan?"
"Kunti."
•••