Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
Duduk berjauhan, tampak merenung menatap lantai yang dingin. Dua insan ini dilanda kecemasan yang sama. Mungkin seperti ada yang tidak beres sebenarnya, namun mereka tak mengerti kenapa. Bukankah apa yang Zayad lakukan seharusnya benar? Yakni, mempertahankan rumah tangganya.
Namun, ada yang mengganjal di hati pria itu hingga saat ini. Begitu pun dengan Naura, entah kenapa seperti ada rasa kecewa. Gadis itu jadi sering merasa jika dirinya jahat, karena kecewa melihat Zayad dan Salma berbaikan. Tapi sejujurnya bukan hanya sekedar itu, ini seperti sesuatu hal yang tidak bisa dibiarkan.
Tentu saja, karena Allah belum menunjukkan bagaimana busuknya Salma yang sebenarnya. Tentang perselingkuhannya, penggelapan dana di perusahaan warisan milik mendiang ayahnya, dan menggunakan uang Zayad untuk menutupi hutangnya. Perusahaan yang selama ini di jaga oleh Zizah sang ibu. Di serahkan Zizah pada Salma, sebab Nakha putera sulungnya lebih memilih bisnis lain.
Namun Zizah tidak tahu saja, apa yang sudah puterinya itu lakukan pada perusahaan tersebut. Entah menurun dari siapa Salma ini, dia benar-benar sudah salah langkah di dalam kehidupannya. Dan entah apa yang akan terjadi pada Zizah, jika mengetahui paras asli kelakuan puterinya tersebut.
Zayad menghela nafas berat. Helaan nafasnya membuat Naura sedikit tersentak dan menatap pria itu. Zayad menatap kosong ke depan, dengan alis yang bertaut.
"Apa aku ini tidak bersyukur? Atau sebenarnya bagaimana? Aku sudah meminta petunjuk dari Allah setiap malamnya. Apakah, memang aku harus bertahan pada Salma? Namun, seperti ada yang mengganjal di hatiku."
Naura menatap Zayad dengan sendu, wanita itu kembali menunduk. "Kak, Allah benci perceraian. Bukankah, di dalam rumah tangga memang pasti akan ada perselisihan. Mungkin, ini hanya sekedar bunga di dalam rumah tangga kak Zayad dan kak Salma. Pelan-pelan coba kakak bimbing kak Salma lagi. Semoga kelak, rumah tangga kalian jadi kembali harmonis."
Zayad menoleh menatap Naura, ia tersenyum tipis, "Kamu bahkan belum pernah berumah tangga, namun begitu paham seperti apa itu rumah tangga, Naura."
"Setidaknya Naura tahu, jika berumah tangga itu adalah ibadah terlama. Kita harus banyak bersabar, karena di dalamnya dua kepala manusia dengan isi yang berbeda, menghabiskan sisa hidup mereka bersama-sama."
Zayad semakin kagum dengan gadis itu, "Mendengarkan kamu bicara seperti itu, membuatku jadi berkata..seandainya. Seandainya itu kamu, Naura."
Naura semakin menunduk, jemarinya meremas rok kerjanya. Padahal saat mengatakan ini, entah kenapa hatinya merasa sakit. "Allah pasti memberikan yang terbaik untuk kita. Kak Zayad orang yang baik, Allah tidak mungkin membiarkan kak Zayad di dalam lingkaran pernikahan yang tidak bahagia. Ini masih awal, kak. Usia pernikahan kalian masih teramat muda, jadi..sebaiknya kak Zayad fokus ke rumah tangga kakak. Dan..berhentilah menyampaikan apapun pada Naura."
Zayad sedikit tersentak, "Maksud kamu?"
Naura kini menatap Zayad dengan berani, "Kak, tolong hentikan semua ini. Jangan sampai pikiran kita, beralih menjadi nafsu. Mari kembali seperti sebelumnya, kak. Mari kita bicara seperlunya, dan hanya sebatas rekan kerja."
Hati Zayad mencelos perih, pria itu sampai menarik nafas dengan dalam sebab dadanya terasa menyesakkan. Pria itu kini berdiri, dan Naura yang duduk mengangkat kepalanya menatap Zayad. Zayad tersenyum tipis dan mengangguk, "Kamu benar, Naura. Aku minta maaf, atas apa yang pernah aku ucapkan sama kamu. Sekarang, mari kembali bersikap seperti sebelumnya. Kamu harus jadi gadis yang sukses, dan..menikahlah dengan pria yang baik. Aku yakin, kamu akan berjodoh dengan pria seperti itu."
Mata Naura berkaca-kaca, ia menahan tangisnya saat ini. Wanita itu juga berdiri dan mengangguk, "Baik, kak. Kak Zayad juga, semoga rumah tangga kalian semakin rukun hingga bisa membawa kalian ke SurgaNya Allah."
Keduanya pun mengucapkan kalimat yang sama, "Aamiin Allahumma Aamiin."
Zayad hendak pergi, namun sebelumnya pria itu mengusap pelan kepala Naura, "Kerja yang bagus, hm? Makan siang lah dulu. Jangan sampai sakit."
Naura mengangguk dengan mata yang sudah berembun. Zayad kemudian pergi meninggalkan ruangan kerja tersebut. Naura terus menatap punggung pria itu, memastikan sampai Zayad benar-benar menjauh hilang dari pandangannya. Setelahnya, tangis Naura pun pecah.
Wanita itu terduduk kembali dengan lemah, dan menangis terisak disana. Naura sampai memukuli dadanya yang terasa menyesakkan, "Ya Allah, aku nggak boleh gini, kan? Kenapa rasanya jadi sesakit ini? Naura kenapa, ya Allah? Naura nggak boleh suka sama kak Zayad, nggak boleh ya Allah..ini salah..hiks."
Wanita itu meluapkan tangisnya disana seorang diri. Sementara Zayad, saat ini juga berjalan linglung menuju ruangan kerjanya. Mata pria itu berkaca-kaca, "Ya Allah, jika ini memang yang terbaik, tolong kuatkan hamba. Hamba percaya pada takdirmu, ya Allah."
* * *
Satu Bulan Kemudian
Naura menatap Savina dengan haru, keduanya pun berpelukan erat. Tangis mereka pun akhirnya pecah, keduanya menangis sebab Naura akan meninggalkan rumah itu hari ini. Dan yang lebih menyakitkan, Zizah sang ibu justru pergi dihari ini, padahal Naura sudah bilang akan pindah ke kost annya di hari ini. Salma juga sudah diberitahu, namun tidak ada datang. Begitu pun dengan Nakha.
Savina menatap sang kakak dengan iba, "Aku aja yang antar kak Naura sendiri. Nggak apa-apa, kan kak?"
Naura menggeleng dengan tersenyum getir, "Kakak cuma bawa satu tas ini saja, kok. Kita juga bakal sering ketemu. Kakak janji, nanti kita ketemuan jika senggang waktu ya? Kakak akan ajak kamu jalan-jalan, kita makan-makan."
Savina tersenyum mengangguk, "Aku juga sebenarnya hari ini mau ke rumah temenku, ada tugas sekolah."
Naura tersenyum mengusap pipi sang adik, "Ya sudah, kakak pergi ya? Kamu baik-baik dirumah, jangan melawan sama ibu. Nggak boleh jutek-jutek sama siapapun lagi."
Savina tertawa kecil dan mengangguk, "Siap, kak!"
Keduanya kembali berpelukan, kemudian Naura melangkah pergi. Gadis itu menatap sejenak rumah yang sudah ia tempati selama ini. Air matanya mengalir, begitu banyak kenangannya di rumah itu. Dan kini, ia harus mendapatkan pengusiran secara halus dari istri pertama ayahnya.
Naura menghela nafas berat, "Ya, mungkin ini memang sudah saatnya untuk aku mandiri. Lagipula, aku memang sendirian di dunia ini. Keluarga ibu kandungku juga tidak ada yang mau menampungku dulu. Alhamdulillah, ibu Zizah bersedia merawatku. Bu, Naura malu jika harus mengucapkan langsung rasa terima kasih Naura selama di rawat ibu di rumah ini. Naura buat surat untuk ibu, semoga ibu baca ya. Naura harap, ibu sehat-sehat terus."
Naura tersenyum, ia melambaikan tangannya pada Savina dan kemudian pergi dengan membawa satu tas besar saja menuju tempat tinggalnya yang baru.
* * *
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂